Dalam hati, Jamilah jadi bimbang. Soalnya, beberapa hari terakhir, Mas Boy tetiba curhat padanya. "Jamy, kayaknya aku bakal putus deh sama si dia. Masak aku yang suruh bawa semua belanjaannya. Duh, manja betul...beda dengan kamu."
**
Sabtu sore. Joni dan Jamilah bertemu di kedai kopi. Rutinitas yang telah mereka jalani sejak pindah ke ibu kota yang sebentar lagi akan jadi kota tak beribu. Maklum, ibu kota akan pindah ke pulau lain.Â
"Jami, kamu sudah dengar belum berita heboh perkataan Pak Menteri?", tanya Joni.
"Oh, tentang orang kaya diminta nikahi orang miskin itu, ya?" jawab Jami. Joni mengangguk.Â
"Lalu?", selidik Jami.
"Mmm...sebagai warga negara yang baik, kita ikuti saja ya perkataan Pak Menteri," kata Joni.
Jamilah terkejut sejenak. Tapi, pelan-pelan ia dapat menguasai dirinya lagi.
"Maksudmu, kita sobat misqueen ini perlu cari pasangan tajir melintir, gitu?," tanya Jamilah.
"Iya, selama ini aku tak pernah cerita. Tapi sebenarnya putri majikanku suka sama aku. Aku juga suka dia. Maaf ya Jamilah...", aku Joni.
Jamilah marah. Tak mau kalah. "Berarti kita sama. Anak bosku juga sepertinya jatuh cinta padaku."