Akun bot artinya akun yang umumnya dibuat secara massal hanya untuk mencapai kuantitas akun saja. Akun bot umumnya "diternak" oleh seseorang yang memiliki banyak akun media sosial.
Akun bot lazimnya tidak aktif karena memang hampir mustahil penciptanya aktif di banyak akun bot. Jika seorang influencer memiliki ribuan pengikut yang ternyata cuma akun bot, artinya pesan yang ia unggah tidak akan banyak dibaca orang sungguhan.Â
Sia-sia memiliki banyak pengikut, katakanlah 500, yang ternyata akun bot.Â
Kedua, kriteria pemberian lencana (badge) amat kabur.
Satu-satunya kriteria pemberian lencana ialah asal ASN dan PNS memiliki minimal 500 pengikut. Masalahnya, tidak dijelaskan apakah calon influencer itu juga perlu lolos pemeriksaan latar belakang.Â
Tentu perlu diwaspadai bahwa seorang influencer sempat atau sedang membagikan unggahan bernada menghina pemerintah, bermuatan radikalisme dan ujaran kebencian, dan melanggar hukum.Â
Tidak mudah melacak jejak digital dalam sekejap. Perlu alat khusus untuk mendeteksi apakah si calon influencer sejatinya memiliki akun-akun lain yang bermuatan negatif.Â
Tidak semua kantor polisi memiliki alat semacam ini. Bisa dibayangkan, berapa dana dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan latar belakang ini. Terlalu boros? Sangat mungkin demikian.
Tidak dirinci pula, faktor apa yang membuat calon influencer itu bisa mendapat banyak pengikut di Twitter dan Instagram. Jujur saja, Twitter dan Instagram adalah dunia citra yang sangat mudah direkayasa.Â
Cukup pasang foto profil super cantik, pengikut dipastikan banyak. Bagaimana dengan-maaf- ASN dan PNS yang biasa-biasa saja penampilan fisiknya dan juga foto profilnya? Otomatis mereka ini sudah kalah sebelum bertanding karena kalah cantik atau ganteng, setidaknya dalam foto profil.
Belum lagi jika ASN dan PNS calon influencer bukan yang berpangkat tinggi dan bukan pula dari keluarga berada. Tentu jarang, atau tak akan pernah memajang foto-foto liburan ke luar negeri atau ke pulau-pulau indah di penjuru tanah air.Â