Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

A.R. Baswedan-Liem Koen Han: Lupakan Arab dan Cina, Indonesia Tanah Airmu

28 Oktober 2019   16:21 Diperbarui: 28 Oktober 2019   16:30 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1932 itulah, A.R. Baswedan berjumpa dengan Liem Koen Hian yang menawarinya untuk menjadi anggota redaksi Sin Tit Po. Saat itu Koen Hian mengatakan bahwa Sin Tit Po bukan lagi koran Tionghoa, melainkan koran bagi bangsa kulit berwarna.

A.R. Baswedan Persatukan Kaum Arab Hindia Belanda
Langkah Koen Hian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia rupanya mendorong A.R Baswedan untuk mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI). Sama seperti Partai Tionghoa Indonesia, PAI juga mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

A.R. Baswedan berusaha menjalin perdamaian dengan mengundang kedua kelompok kaum (keturunan) Arab yang berselisih paham (sayyid dan bukan sayyid) dalam berbagai pertemuan. Setelah diskusi panjang dan melelahkan, akhrinya berhasil dicapai kompromi antara dua kelompok tersebut. Salah satu kompromi itu ialah penghilangan gelar sayyid. 

Pada tahun 1933, A.R. Baswedan pindah kerja untuk menjadi Redaktur Harian Soeara Oemoem di Surabaya yang dipimpin dr. Soetomo. Tahun berikutnya, ia menjadi Redaktur Harian Matahari di Semarang.

Dalam Harian Matahari edisi 1 Agustus 1934, A.R. Baswedan sang keturunan Arab mengenakan blangkon dan surjan. Foto ini ia gunakan sebagai ilustrasi untuk tulisannya berjudul Peranakan Arab dan Totoknya. Foto dan tulisan inilah yang mendorong "revolusi" di kalangan peranakan Arab di Indonesia: mereka disadarkan bahwa tanah air mereka adalah Indonesia, tanah tempat mereka lahir dan dibesarkan.

Menariknya, setelah dipercaya untuk menjalankan roda organisasi PAI, A.R Baswedan memilih untuk mundur dari jabatannya di Harian Matahari. Padahal koran itu memberinya gagi 120 gulden, yang dapat digunakan untuk membeli 24 kuintal beras pada masa itu.
Menjawab pertanyaan mengapa ia mengambil keputusan berani itu, ia mengatakan, "Demi perjuangan". 

Ia lantas menjadi pemimpin redaksi Majalah internal PAI, Aliran Baroe (1935-1939).

Kiprah A.R Baswedan terus berlanjut. Pada era 1950-an, ia menjadi pemimpin Majalah Nusaputra di Yogyakarta. Baswedan bekerja di Harian Mercusuar, Yogyakarta kemudian penasihat redaksi Harian Masa Kini, juga di Yogyakarta (periode 1970-an).

Hikmah Perjuangan Liem Koen dan A.R. Baswedan
Buya Syafii Maarif dalam artikelnya di Kompas, 16 April 2011 menulis bahwa filosofi Liem Koen Hian dan A.R. Baswedan adalah "Lupakan itu Daratan Cina, lupakan itu Hadramaut. Tanah airmu bukan di sana, tetapi di sini, Indonesia'.  

Sungguh menarik, Liem Koen Hian yang keturunan Cina menjalin kolaborasi dengan A.R. Baswedan yang adalah peranakan Arab demi perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Tahun-tahun terakhir ini, kesatuan tanah air kita dirong-rong oleh persaingan politik dengan menggunakan isu SARA. Juga di kalangan pemuka agama, terjadi persaingan di mana ada pihak-pihak tertentu yang mengklaim lebih unggul karena mereka adalah keturunan asli bangsa tertentu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun