Berbeda dengan Amazon, sebagian besar wilayah yang terbakar (atau dibakar) di Indonesia adalah lahan gambut. Lahan gambut mampu menyimpan bara api dalam waktu lama di bawah permukaan tanah. Akibatnya, pemadaman amat sulit dilakukan.
Yang amat disayangkan, Indonesia masih saja tergagap-gagap menanggulangi bencana asap. Meski diklaim menurun drastis, titik-titik karhutla sejatinya tetap ada setiap tahunnya.Â
Sudah rahasia umum, karhutla terkait erat dengan pembukaan lahan dengan biaya termurah untuk perkebunan skala besar. Tahun ini, salah satunya karena kurang antisipasi dan penindakan hukum, karhutla meluas dan mengganas.
Asap Jauh, Kita Santuy-santuy Aja...
Mirisnya, sebagian dari kita menganggap bencana asap sebagai rutinitas tahunan yang memengaruhi sebagian saja wilayah negeri kita. Asal daerahku tak dicekik asap, aku tenang-tenang saja. Asalkan asap masih jauh di tempat lain, aku santai-santai saja.Â
Sikap tak peduli juga merebak saat sebagian dari kita beranggapan, pemerintahlah yang harusnya bertindak, bukan kita.
Bertolak dari konsep ekologi integral, kita tidak boleh lagi berpikiran sempit seperti anggapan-anggapan di atas. Karhutla di Kalimantan dan Sumatera memengaruhi bumi, rumah kita bersama.Â
Setiap bencana lingkungan adalah urusan kita, sesama penduduk bumi (dan negara) yang sama.
Tak peduli apalah bencana itu terjadi di tempat mana, entah jauh atau dekat dengan kita. Bukankah kita menghirup udara yang sama dan menginjak bumi yang sama?
Kita yang tinggal di dekat lokasi bencana ekologis harus ikut terjun dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Yang tinggal jauh dari lokasi bencana ekologis harus ikut mendukung dengan donasi dan dukungan moral.
Jadikan isu kecintaan alam sebagai bahan obrolan di warung dan kampung. Angkat isu pelestarian alam dalam tulisan di media sosial dan media massa. Dukung petisi dan demo damai untuk mendorong pemerintah untuk bertindak cepat menangani bencana ekologis dan menghukum para perusak alam.
Sebagai masyarakat warga, kita harus ikut berkontribusi melestarikan bumi, satu-satunya planet yang bisa kita huni. Saat untuk bertindak adalah sekarang. Kita harus bergandeng tangan melestarikan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.