Salah satu suku penjaga Amazon ialah suku Yanomani dengan jumlah 19 ribu jiwa. Suku yang mendiami 9,4 juta hektare wilayah Amazon utara ini menanam 500 jenis tanaman pangan, obat, dan kayu tanpa harus merusak hutan di sekitar mereka. Tokoh suku Yanomani, Davi Kopenawa menandaskan, jika sukunya merusak alam, artinya sukunya sedang menyakiti diri sendiri (survivalinternational.org).
Mirisnya, pembakaran hutan Amazon makin merugikan bukan hanya hutan, namun juga suku-suku asli Amazon. Sebagian dari mereka terpaksa meninggalkan wilayah mereka demi menyelamatkan diri dari pembakaran hutan.
Ekologi IntegralÂ
Yang perlu kita jadikan cara pandang bersama adalah konsep ekologi integral. Menurut konsep ekologi integral, alam tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari diri kita.Â
Selain itu, apa yang terjadi di suatu wilayah pasti akan memengaruhi seluruh bumi. Kita tak boleh lagi berpikir bahwa bencana ekologi di suatu negara atau wilayah yang jauh tidak akan memengaruhi hidup kita.
Karena itu, kita harus mengubah cara pandang. Bumi ini adalah rumah kita bersama. Kita harus bersatu sebagai sesama warga bumi ini untuk menjaga keutuhan alam ciptaan Tuhan.
Setiap insan harus meningkatkan pendidikan cinta alam. Keluarga adalah tempat pertama dan utama untuk mengajarkan dan menghidupi kecintaan pada alam dalam keseharian. Mengajarkan kemampuan untuk bersyukur atas ciptaan Tuhan amat penting agar anak dan generasi muda peduli akan pelestarian alam.
Mentalitas buruk yang harus dijauhi adalah perilaku suka membuang barang yang masih bisa dipakai, sikap konsumtif, dan sikap tak peduli pada pengelolaan sampah dan limbah.
Komunitas akar rumput dan lembaga politik juga harus mengkampanyekan kecintaan pada bumi sebagai rumah kita bersama. Lembaga penegak hukum harus menjamin hukuman setimpal bagi oknum perusak alam.Â
Karhutla Menggila di Indonesia
Saat tulisan ini dibuat, belum padam kebakaran hutan di Amazon, Indonesia juga mengalami hal serupa.
Ratusan hektar hutan dan lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan membara. Diduga kuat ini akibat pembakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) oleh sejumlah perusahaan perkebunan yang tak bertanggung-jawab.