3. Kumpulkan dan Pelajari Bahan-bahan Penulisan
Langkah paling penting, hemat saya, dalam menulis artikel adalah justru mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan penulisan. Apa saja bahan-bahan penulisan? Tergantung jenis artikel yang hendak kita racik.
Artikel opini dan bahasa tentu memerlukan bahan utama berupa data, statistik, pendapat para ahli. Bahan-bahan itu dapat ditemukan dalam bentuk cetak maupun daring. Tidak harus membeli, kita bisa meminjam juga di perpustakaan, numpang baca di toko buku, atau meminta tolong rekan yang punya akses ke perpustakaan digital di dalam dan luar negeri.Â
Internet juga menyediakan informasi berlimpah. Tinggal kemampuan membaca referensi bahasa asing saja yang perlu kita tingkatkan, selain kelihaian mencari dengan kata-kata kunci yang tepat di mesin peramban.
Sekadar informasi, saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk menulis artikel rubrik bahasa yang dimuat di Kompas. Saya hanya meluangkan waktu untuk menjelajahi luasnya informasi gratis di internet.Â
Cerpen juga memerlukan bahan-bahan berupa pokok-pokok inspirasi dan data yang mendukung penggambaran cerita. Beberapa penulis unggul bahkan mengadakan riset ke negara atau daerah yang mereka jadikan latar belakang kisah.Â
Penulis yang baik bahkan mengadakan wawancara, membaca literatur, dan mengadakan penelitian sebelum menulis karya. Tujuannya agar karya yang dianggit benar-benar bermutu.
4. Gunakan Gaya Penulisan Populer
Tulisan rubrik Bahasa yang saya kirim sebenarnya tidak rumit-rumit amat. Ia menyajikan ulasan mengenai sejarah kata "boneka" yang diserap dari bahasanya Cristiano Ronaldo, pemain sepak bola dari Portugal. Saya mencoba mengulas dengan bahasa ilmiah populer sehingga pembaca umum pun bisa memahami tulisan saya.
Tidak perlu "nginggris" dan sok ilmiah dengan istilah-istilah yang sukar dipahami. Tidak perlu menganggit kalimat beranak-cucu. Cukup menulis dengan sederhana dan lugas. Tak perlu membuat paragraf panjang. Justru tulisan di koran luring dan daring tidak boleh berupa paragraf super panjang.
Tidak ada bedanya antara gaya penulisan saya saat menulis di Kompasiana dan di Kompas. Justru berkat menulis di Kompasiana, kemampuan saya menulis dengan gaya (ilmiah) populer makin terasah.Â