Ada berita menarik yang luput dari perhatian saya selama ini. Seorang seniman Lithuania tahun 2018 lalu telah membuat tanda SOS raksasa di kebun sawit di Sumatera.
Nama seniman peduli lingkungan itu adalah Ernest Zacharevic. Ia sudah lama mengamati masalah perusakan hutan di Indonesia. Ia amat prihatin akan penggundulan hutan yang terus terjadi di Indonesia, juga di Pulau Sumatera.
Ernest "menulis" "SOS" raksasa di lahan seluas 100 hektar di Bukit Mas, Sumatera Utara, dekat ekosistem Leuser.
Cara Kreatif Selamatkan Hutan
Ia berkolaborasi dengan kelompok konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS) yang anggotanya adalah masyarakat dan juga menggandeng sebuah perusahaan kosmetik sebagai sponsor.
Menariknya, Ernest dan kawan-kawan menggalang dana untuk membeli lahan perkebunan di Bukit Mas, Sumatera Utara itu dengan menjual 14.600 sabun berbentuk orangutan pada tahun 2018 lalu. Kini lahan yang sudah mereka beli itu dimiliki oleh sayap organisasi Sumatran Orangutan Society (SOS) di Indonesia, yaiktu The Orangutan Information Center (OIC).
Setelah dimiliki oleh kelompok peduli lingkungan ini akan menghijaukan kembali lahan sawit dengan pepohonan hutan.
Tujuan Ernest membuat tanda SOS raksasa di kebun sawit di Sumatera adalah menyadarkan masyarakat dunia dan Indonesia akan dampak negatif perkebunan kelapa sawit.
Seperti kita tahu, banyak perusahaan sawit membabat hutan perawan untuk membuka lahan-lahan baru bagi sawit. Aksi ini turut berkontribusi terhadap hilangnya 620 ribu hektar tutupan hutan setiap tahunnya di Indonesia.
Hutan yang jadi rumah orangutan kian terkikis oleh kehadiran perkebunan kelapa sawit raksasa.
Kini diperkirakan tinggal hanya sekitar 14.600 orangutan yang tersisa di alam liar di Sumatera. "Kita semua berkontribusi terhadap dampak merusak dari minyak kelapa sawit yang tidak berkelanjutan, apakah itu dengan mengkonsumsi produk atau kebijakan pendukung yang mempengaruhi perdagangan," papar Zacharevic.
Nah, jadi tahu kan mengapa banyak orang asing menolak produk berbahan baku minyak sawit? Serba salah memang. Di satu sisi, orang asing ingin menyelamatkan hutan dengan "menghukum" produsen minyak sawit yang membabat hutan, termasuk hutan di Indonesia. Di sisi lain, sebagian petani sawit kita menggantungkan nasibnya pada komoditas sawit ini. Inilah yang disebut "dilema sawit" nan pelik.
Mirisnya, di Indonesia, cukup sulit memeroleh informasi mengenai asal-muasal minyak sawit yang kita konsumsi tiap hari dalam aneka produk: sabun, sereal, kosmetik, minyak goreng, dll.Â
Bahkan sebagian perusahaan perkebunan sawit raksasa yang berlabel produk "halal" dan "sawit lestari" pun disinyalir juga ikut membabat hutan. Nah, ini yang membuat konsumen yang sadar lingkungan bingung. Wahai pemerintah, mohon awasi dan evaluasi lagi perusahaan perkebunan sawit.
Masyarakat luas sungguh menanti perbaikan sistem kontrol terhadap konsesi dan praktik perusahaan sawit besar di negeri kita tercinta.Â
Oh ya, mari kita sapa Ernest. Terima kasih Ernest. Engkau orang Lithuania yang amat cinta hutan dan alam Indonesia! Kami jadi malu karena kami sendiri kurang mau menjaga kelestarian negeri kami yang makin hari makin tak punya hutan lagi...
Simak video singkatnya:
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H