Ia wafat tahun 1997. Tahun 2016, ia dinyatakan sebagai santa atau orang kudus oleh Gereja Katolik.
Derita Sesama Manusia sebagai Medan Perjumpaan dengan Yang Transenden
Apa yang menghubungkan Siddhartha dan Teresa dari Kalkuta? Menariknya, mereka berdua pernah tinggal di tanah yang sama: India. Mereka sama-sama pernah tinggal di dalam istana dan biara yang nyaman. Uniknya, keduanya sama-sama bersua dengan derita manusia saat dalam perjalanan keluar istana dan biara. Siddharta saat naik kereta kuda keluar istananya; Teresa saat naik kereta api ke kota lain.
Di India, Siddhartha dan Teresa melihat penderitaan sesama manusia. Yang istimewa, tak seperti kita yang kerap hanya berhenti pada melihat saja, Siddhartha dan Teresa mengalami perjumpaan dengan sesama yang menderita sebagai medan perjumpaan dengan Yang Transenden.
Maafkan keterbatasan pengetahuan saya tentang Buddhisme. Bisa jadi kalimat yang saya susun keliru dalam perspektif Buddhisme. Saya hanya mencoba membaca kisah hidup Siddhartha dan Teresa sebagai pribadi istimewa yang tergerak berbuat kasih pada sesama setelah sama-sama melihat pahitnya derita manusia di dunia.
Pertanyaan untuk kita renungkan:
- Kita punya mata yang sama dengan Siddhartha dan Teresa. Namun bukankah kerap kali kita berhenti pada melihat saja derita sesama.
Melihat tetangga tinggal di rumah hampir roboh, bisa jadi kita berkata dalam hati,"Kasihan ya. Semoga ada orang lain yang menolongnya."
- Siddhartha dan Teresa melampaui tahap "melihat dengan mata belaka" itu.
Mereka berdua mampu melihat sesama yang menderita dengan mata batin. Lebih dalam lagi, mereka lantas berbuat sesuatu, dalam keterbatasan, unuk menolong orang menderita.
Dari melihat-tergerak hati-lalu berbuat.