Tahun ini, Waisak jatuh pada Minggu, 19 Mei 2019. Pada Hari Raya Waisak, seluruh umat Buddha akan memperingati tiga peristiwa penting. Yang pertama yakni lahirnya Siddharta Gautama, pencetus Agama Buddha. Peristiwa kedua adalah tercapainya Sidharta Gautama pada tahap penerangan Agung dan menjadi Buddha. Selanjutnya peristiwa Buddha Gautama wafat.Â
Siddhartha Gautama
Kelahiran Buddhisme diawali oleh pengalaman Siddhartha Gautama melihat penderitaan sesama manusia. Siddhartha Gautama, seorang pangeran dari klan Shakhya di India, 6 abad SM, dibesarkan dalam lingkungan istana nan nyaman.
Pandangannya berubah saat suatu hari, diantar sahabatnya dengan kereta kuda berjalan ke luar tembok istana, Siddhartha menjumpai orang-orang sakit, tua, dan sekarat. Pengalaman perjumpaan dengan wajah sesama yang menderita itu menggoncang kesadaran Siddhartha.Â
Untuk menjawab pertanyaan itu, ia menjadi pengelana yang memraktikkan asketisme, meditasi, berguru pada sejumlah orang bijaksana.
Akhirnya, ia duduk bersamadi di bawah pohon Bodhi. Ia bertekad tidak akan mengakhiri samadinya sampai ia mendapat pencerahan jiwa. Benar, ia menerima pencerahan. Tepat pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha).
Pangeran Siddhartha telah berkelana menyebarkan Dharma selama 45 tahun kepada umat manusia dengan penuh cinta dan kasih sayang, hingga akhirnya di usia 80 tahun beliau wafat atau Parinibbana di Kusinara.
Mother Teresa dari Kalkuta
Saat berusia 18 tahun, ia meninggalkan keluarganya di Skopje. Ia menjadi suster biarawati "Sisters of Loreto", sebuah tarekat biarawati di Irlandia.
Tahun 1931, Agnes yang dikirim dalam misi kongregasinya ke India mengikrarkan kaul perdananya sebagai biarawati. Seperti adat di biara, namanya berubah jadi nama kebiaraan: Suster Teresa.
Dari tahun 1931 sampai 1948, ia mengajar di sebuah sekolah di Kalkuta.Â
Namun suatu hari dalam perjalanan dengan kereta api, Suster Teresa melihat sendiri kemiskinan parah di Kalkuta. Orang-orang miskin mati di jalanan.
Pada tahun 1948, ia memutuskan untuk keluar dari komunitas biaranya yang nyaman dan profesinya yang terhormat sebagai guru. Komunitasnya memberikan izin. Ia memilih mengenakan busana Sari putih khas India, dengan garis biru. Sejak saat itu ia memutuskan untuk hidup melayani kaum miskin di Kalkuta.
Selama beberapa tahun, Suster Teresa dan sekelompok kecil suster (sekitar 13 orang suster) yang mengikuti jejaknya hidup amat sederhana. Sering mereka terpaksa mengemis untuk menyambung hidup.
Perlahan karya Teresa bagi kaum terbuang dan termiskin di India mendapat perhatian politisi dan warga kaya India.
Pada tahun 1952, Teresa membuka rumah perawatan untuk orang-orang sekarat. Di rumah itu, orang sekarat dirawat dengan kasih sayang. Suster Teresa banyak meluangkan waktu untuk menemani mereka yang sekarat. Setidaknya mereka bisa merasakan bagaimana rasanya diperhatikan sebelum mereka merenggang nyawa.
MC melebarkan sayap pelayanan berkat bantuan banyak orang budiman. Aneka rumah sakit untuk kaum miskin, penyandang lepra, penyandang kebutaan, penderita AIDS didirikan.
Tahun 1979, Mother Teresa menerima Nobel Perdamaian. Saat menerima Nobel, ia ditanya, "Apa yang bisa kita lakukan untuk mempromosikan perdamaian dunia?"
Ibu Teresa menjawab, "Pulanglah ke rumah dan cintailah keluargamu!"
Ia wafat tahun 1997. Tahun 2016, ia dinyatakan sebagai santa atau orang kudus oleh Gereja Katolik.
Derita Sesama Manusia sebagai Medan Perjumpaan dengan Yang Transenden
Apa yang menghubungkan Siddhartha dan Teresa dari Kalkuta? Menariknya, mereka berdua pernah tinggal di tanah yang sama: India. Mereka sama-sama pernah tinggal di dalam istana dan biara yang nyaman. Uniknya, keduanya sama-sama bersua dengan derita manusia saat dalam perjalanan keluar istana dan biara. Siddharta saat naik kereta kuda keluar istananya; Teresa saat naik kereta api ke kota lain.
Di India, Siddhartha dan Teresa melihat penderitaan sesama manusia. Yang istimewa, tak seperti kita yang kerap hanya berhenti pada melihat saja, Siddhartha dan Teresa mengalami perjumpaan dengan sesama yang menderita sebagai medan perjumpaan dengan Yang Transenden.
Maafkan keterbatasan pengetahuan saya tentang Buddhisme. Bisa jadi kalimat yang saya susun keliru dalam perspektif Buddhisme. Saya hanya mencoba membaca kisah hidup Siddhartha dan Teresa sebagai pribadi istimewa yang tergerak berbuat kasih pada sesama setelah sama-sama melihat pahitnya derita manusia di dunia.
Pertanyaan untuk kita renungkan:
- Kita punya mata yang sama dengan Siddhartha dan Teresa. Namun bukankah kerap kali kita berhenti pada melihat saja derita sesama.
Melihat tetangga tinggal di rumah hampir roboh, bisa jadi kita berkata dalam hati,"Kasihan ya. Semoga ada orang lain yang menolongnya."
- Siddhartha dan Teresa melampaui tahap "melihat dengan mata belaka" itu.
Mereka berdua mampu melihat sesama yang menderita dengan mata batin. Lebih dalam lagi, mereka lantas berbuat sesuatu, dalam keterbatasan, unuk menolong orang menderita.
Dari melihat-tergerak hati-lalu berbuat.
Tips Peduli Sesama
Ada Tiga Mulai yang patut kita terapkan untuk peduli sesama.
1. Mulai dari diri sendiri:Â
Hindari sebisa mungkin perkataan, "Biar orang lain yang berbuat, aku berdoa saja..." (padahal Anda bisa ikut menolong!).
2. Mulai dari hal sederhana:
Hindari berpikir, "Ah, membantu orang lepas dari derita itu ruwet. Aku tak akan bisa mengubah dunia."
Alih-alih, mulailah membantu dengan tindakan sederhana yang mampu Anda buat.
Mengunjungi, mau mendengarkan, menyapa, meluangkan waktu adalah hal-hal sederhana yang tak perlu biaya besar.
Mengorganisir bantuan, menulis, membuat petisi, melaporkan ke pemerintah/pihak yang bisa menolong tak harus dilakukan dengan duit bejibun!
3. Mulailah sekarang
Jangan tunda menolong. Mungkin besok yang ingin Anda tolong sudah tiada, atau justru Anda yang berpulang duluan.
Mulailah sekarang. Dengan keterbatasan Anda. Tuhan tahu kesulitan-kesulitan Anda dalam upaya menolong sesama. Tuhan pasti buka jalan bagi orang-orang yang tulus menolong sesama. Lihat saja kisah Mother Teresa...
Wasana Kata
Kepada saudara-saudariku pemeluk agama Buddha, selamat Hari Raya Waisak 2563 BE . Semoga semua makhluk berbahagia. Mohon maaf bila ada kesalahan saya dalam ulasan ini.Â
Mari kita jadikan momen Waisak ini sebagai pengingat untuk berbuat kasih pada sesama yang menderita. Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H