Elena bergegas ke kantor Suster Ana. Sang biarawati menyambutnya ramah.Â
"Suster ingin tunjukkan sesuatu padamu."Â
Sebuah foto. Seorang ibu muda dan bayi yang masih merah.Â
"Ini Lusi dan ibunya. Sayangnya, ibu si Lusi meninggal beberapa hari setelah melahirkan.Â
Mungkin karena obat peluruh kandungan yang pernah diminumnya. Ayah si Lusi tidak pernah datang ke sini. Dia hanya transfer uang untuk anaknya. Kami dengar, dia sudah dengan wanita lain."
Elena tercenung. Dia teringat apa yang waktu itu dia cari di internet saat Maria tiba-tiba menelpon. "Kak Lena, lihat! Gambarku sudah jadi," kata Lusi yang mendadak muncul.Â
Dengan berseri-seri, Lusi menunjukkan gambarnya: setangkai mawar mekar. "Ini mawar untuk Kak Lena yang cantik," cakapnya. Â
Elena tersenyum, lantas mendekap erat Lusi.Â
"Makasih banyak, Lus," kata Elena. Tak terasa, air mata Elena mengalir.Â
Tuhan telah mengirimkan malaikat kecil untuk menegurnya. Mawar yang digambar Lusi seolah menjadi gambaran dirinya. Seperti pohon mawar yang berduri, ada duri di hatinya. Duri yang muncul setelah sang kekasih mencampakkannya.Â
Namun sejatinya, dia adalah bunga mawar indah yang sedang merekah. Dalam hati, Elena bertekad: apapun yang terjadi, dia akan berusaha menjadi ibu yang baik untuk si mungil yang ditenun Tuhan dalam rahimnya.
Dia ingin agar si kuncup yang dikandungnya kelak mekar dengan indahnya.