Yoeke Indra Agung Laksana, ketua DPRD DIY, mendesak Dukuh Karet merevisi aturan yang melarang warga beda agama dari mayoritas warga setempat untuk tinggal di kampung itu.
"Kalau kita menganggap bahwa kita merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, berarti memang itu (aturan kampung) harus kita revisi," tegas Yoeke.
Yoeke telah berbicara dengan Kepala Dusun Karet. Jawaban yang ia terima, Slamet sudah menerima hasil pertemuan dengan pengurus Dusun Karet.
Slamet boleh menempati kontrakannya hanya selama enam bulan. Setelahnya, Slamet dan keluarga harus pergi meninggalkan Dusun Karet.
Kutipan Aturan Dusun Karet
"Syarat bagi pendatang baru di padukuhan Karet
Bersifat non materi:
1. Pendatang baru harus Islam. Islam yang dimaksud adalah sama dengan faham yang dianut oleh penduduk padukuhan Karet yang sudah ada.
2. Tidak mengurangi rasa hormat, penduduk padukuhan Karet keberatan untuk menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan atau agama non islam seperti yang dimaksud pada ayat 1."
Demikianlah kutipan aturan yang membuat Slamet harus pergi meninggalkan rumah kontrakannya.Â
Sejatinya, ada empat sesepuh Dusun Karet yang menerima kedatangan Slamet. Akan tetapi, pengurus RT dan Dukuh Karet bersikukuh pada aturan tertulis di atas.
NB: Tulisan ini tidak bermaksud mendiskreditkan pemeluk agama tertentu. Saya sendiri memiliki saudara-saudari beraneka agama dalam keluarga besar. Tak mungkin saya sengaja menyakiti mereka dengan tulisan, perkataan, dan perbuatan.