Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Tiga Alasan Memilih Caleg Milenial, Bukan Caleg Zaman Old

13 Maret 2019   16:42 Diperbarui: 14 Maret 2019   07:46 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Caleg milenial adalah generasi baru calon politisi Indonesia. Mereka tak terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme yang marak, antara lain, di masa Orde Baru. 

Hanya saja, harus diakui, sebagian caleg milenial mungkin saja didorong untuk mencalonkan diri oleh orang tua atau kerabat yang sudah lebih dulu terjun ke dunia politik. Tidak ada yang salah dengan hal ini sepanjang maksudnya mulia. Namun, kalau pencalonan caleg milenial ini ditujukan untuk melanggengkan nepotisme dan kuasa korup keluarga, tentu ini bukan hal terpuji.

Ketiga, caleg milenial lebih enerjik 

Caleg milenial lebih enerjik dibandingkan caleg zaman old. Tengok saja kiprah sejumlah besar caleg milenial yang turun ke daerah-daerah, bertemu langsung dengan calon pemilih. Beda sekali dengan mayoritas caleg zaman old yang lebih mengandalkan baliho, nama besar, dan mesin politik partai untuk meraih suara.

Beberapa contoh caleg milenial enerjik:

- Andityas Bima Prasatya 

dokpri Bima Prasatya
dokpri Bima Prasatya
Di daerah pemilihannya, Bantul Barat, Prasatya yang adalah caleg PDI-P terjun langsung dalam pembinaan UKM dan pendampingan pengembangan wisata berbasis masyarakat. Ia rajin menemui pelaku UKM dan wisata berbasis warga.

Pendekatan ini banyak berbeda dengan caleg tua. Sebagian besar caleg zaman old lebih memilih memasang baliho besar di tepi jalan, daripada terjun langsung mendampingi pelaksanaan program-program sosial bagi masyarakat. 

- Edi Susilo

dokpri Edi Susilo
dokpri Edi Susilo
Di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, Edi Susilo turut mencalonkan diri melalui Partai Nasional Demokrat.

Begitu lulus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Edi pulang ke kampung halaman dan menjadi aktivis pertanian.
Edi mengaku dana pencalonannya tidak besar, hanya sebagian penjualan cabe dan hasil kebun lain. Namun dia percaya, modal sosial sebagai aktivis di tengah petani akan memberi sokongan lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun