Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Keluarga yang Disatukan oleh Ibadah Bersama

10 Maret 2019   05:32 Diperbarui: 10 Maret 2019   05:42 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[Kisah Minggu Pagi-3 lanjutan dari SINI]

Bertahun-tahun silam, saya yang waktu itu masih calon pastor berkesempatan tinggal selama beberapa hari di rumah sebuah keluarga di Solo.

Di rumah itu, tinggallah sepasang suami-istri berusia 60-an tahun.

Di hari pertama, sang kepala keluarga, sebut saja Pak Ardi dengan bangga menunjukkan foto putra semata wayangnya.

"Ini anak tunggal saya. Sudah kerja di Australia." 

Dari nada bicaranya saat berkisah, saya merasakan kebanggaan seorang ayah yang berhasil menyekolahkan anak hingga tuntas meski dengan susah-payah.

Rumah yang keluarga itu tinggali pun bukan rumah mewah. Perabotannya wajar untuk ukuran orang kota.

Tempat doa dan ketekunan berdoa

Pak Ardi lantas menunjukkan sebuah sudut rumah di mana ia dan istrinya berdoa tiap hari. "Di sinilah saya, istri, dan putra kami -waktu ia masih di sini- berdoa tiap malam," tutur Pak Ardi.

Tiap malam, saya pun ikut Pak Ardi dan istrinya berdoa bersama. Menariknya, pasangan suami-istri ini mendoakan doa completorium.

Apa itu? Doa completorium adalah doa malam yang pada zaman sekarang biasanya hanya didoakan para pastor dan biarawan-biarawati Katolik.

Sangat jarang ada keluarga yang mengenal doa completorium. Sungguh istimewa bahwa pasangan suami-istri awam mendoakan doa penutup hari yang biasa "hanya" didoakan di biara-biara.

Ibaratnya, sangat jarang orang awam mendoakan "doa istimewa" yang biasanya didoakan di pertapaan yang tak bisa dimasuki sembarang orang.

Sejatinya, doa itu bukan doa khusus biarawan-biarawati. Orang Katolik awam pun boleh mendoakannya. Hanya saja, siapa orang awam yang "tahan" berdoa malam agak lama sesuai rumusan doa completorium? Keburu ngantuk. Orang ingin doa yang instan. Semakin cepat doa selesai, makin baik. Iya nggak?

Kesatuan hati sebagai buah doa bersama

Setelah mengenal keluarga Pak Ardi selama beberapa waktu, saya dapat kesan kuat bahwa Pak Ardi dan istrinya selalu tampak harmonis. Berpuluh tahun saling setia dalam suka-duka hidup berkeluarga tentu suatu hal mulia yang tak bisa dicapai semua pasangan suami-istri.

Meski berjauhan dengan putra yang merantau di negeri lain, kesatuan hati suami-istri dengan putranya ini terjalin melalui doa. Oh ya, waktu itu belum ada ponsel dan internet murah seperti sekarang. Biaya telpon ke luar negeri masih mahal. 

Doa menjadi sarana untuk "menyapa" putera nun jauh di negeri seberang.

Tiap hari pasti Pak Ardi dan istrinya berdoa di tengah kesunyian malam. Dalam doa, mereka sebutkan nama putranya. Juga permohonan untuk kesembuhan dan kelancaran rezeki sanak kerabat.

Pentingnya keluarga berdoa bersama

Pengalaman menyaksikan kebersatuan suami-istri dalam doa bersama membuat saya yakin, keluarga itu kuat, antara lain, karena beribadah bersama.

Cinta suami-istri dan anak-anak makin kokoh disatukan oleh kebersamaan dalam olah rohani keluarga.

Godaan ketidaksetiaan memang terus menerpa. Namun, ketika suami-istri (dan anak-anak) kompak beribadah, niscaya cinta sejati akan menang melawan godaan cinta sesaat.

Keluarga zaman now

Di zaman internet ini, sayangnya, banyak keluarga tinggal serumah, namun tak beribadah bersama. 

Jangankan beribadah, makan bersama atau ngobrol santai bersama pun makin jarang. Sebabnya, masing-masing anggota keluarga sibuk dengan ponsel, komputer, atau televisi (di kamar masing-masing). Inilah yang disebut keluarga mabuk gawai (phubbing).

theimmagine.eu
theimmagine.eu
Di sela makan bersama pun, masing-masing sibuk melirik layar ponselnya. Yang dekat jadi jauh. Yang jauh jadi dekat. 

Mari bercermin

Sudahkah keluarga Anda berdoa bersama? Sudahkah keluarga Anda mengikuti ibadah di rumah ibadah bersama-sama? Sudahkah keluarga Anda punya kebiasaan berdoa sebelum makan, bepergian, dan berangkat kerja atau sekolah?

Sudahkan keluarga Anda, alih-alih "menghamburkan" uang di restoran dan mal mahal, sesekali datang ke panti asuhan, membawa bantuan sesuai kemampuan? 

Semoga, jawabannya adalah "sudah". Semoga keluarga Anda tak termasuk keluarga yang retak gegara gawai dan teknologi.

Semoga keluarga Anda rajin beribadah dan berderma bersama. Semoga ibadah dan doa bersama dalam keluarga jadi perekat kesatuan hati keluarga Anda.

Salam hangat dari saya untuk keluarga Anda...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun