Sangat jarang ada keluarga yang mengenal doa completorium. Sungguh istimewa bahwa pasangan suami-istri awam mendoakan doa penutup hari yang biasa "hanya" didoakan di biara-biara.
Ibaratnya, sangat jarang orang awam mendoakan "doa istimewa" yang biasanya didoakan di pertapaan yang tak bisa dimasuki sembarang orang.
Sejatinya, doa itu bukan doa khusus biarawan-biarawati. Orang Katolik awam pun boleh mendoakannya. Hanya saja, siapa orang awam yang "tahan" berdoa malam agak lama sesuai rumusan doa completorium? Keburu ngantuk. Orang ingin doa yang instan. Semakin cepat doa selesai, makin baik. Iya nggak?
Kesatuan hati sebagai buah doa bersama
Setelah mengenal keluarga Pak Ardi selama beberapa waktu, saya dapat kesan kuat bahwa Pak Ardi dan istrinya selalu tampak harmonis. Berpuluh tahun saling setia dalam suka-duka hidup berkeluarga tentu suatu hal mulia yang tak bisa dicapai semua pasangan suami-istri.
Meski berjauhan dengan putra yang merantau di negeri lain, kesatuan hati suami-istri dengan putranya ini terjalin melalui doa. Oh ya, waktu itu belum ada ponsel dan internet murah seperti sekarang. Biaya telpon ke luar negeri masih mahal.Â
Doa menjadi sarana untuk "menyapa" putera nun jauh di negeri seberang.
Tiap hari pasti Pak Ardi dan istrinya berdoa di tengah kesunyian malam. Dalam doa, mereka sebutkan nama putranya. Juga permohonan untuk kesembuhan dan kelancaran rezeki sanak kerabat.
Pentingnya keluarga berdoa bersama
Pengalaman menyaksikan kebersatuan suami-istri dalam doa bersama membuat saya yakin, keluarga itu kuat, antara lain, karena beribadah bersama.
Cinta suami-istri dan anak-anak makin kokoh disatukan oleh kebersamaan dalam olah rohani keluarga.