Semeru gunung nan indah. Tak terhitung sudah berapa pendaki telah menikmati keindahannya. Tanggal 16 Desember 1969, seorang aktivis Indonesia bernama Soe Hok Gie meninggal di gunung ini. Dia menikmati kegiatan hiking, dan meninggal karena menghirup gas beracun saat mendaki Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.
Semeru, tempat sampah raksasa
Semeru kini menjelma jadi tempat sampah raksasa. Data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menunjukkan setiap pengunjung membuang sekitar 0,5 kilogram sampah di Gunung Semeru. Padahal, setiap hari gunung tersebut didaki 200-500 orang.
"Artinya, di Gunung Semeru ada sekitar 250 kilogram sampah per hari," kata Khairunnisa, humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Rosek Nursahid, pegiat lingkungan dari lembaga ProFauna mengatakan, kebersihan taman nasional dan gunung di Indonesia amat memprihatinkan, bahkan sudah dalam taraf mengkhawatirkan.Â
Ironi pecinta alam Indonesia
Apa yang terjadi di Gunung Semeru hanyalah gambaran muram dari kelakuan banyak pecinta alam Indonesia yang ironisnya justru merusak alam dengan meninggalkan sampah.
Seorang aktivis pemerhati lingkungan mengikuti kegiatan pengumpulan sampah di Gunung Merbabu pada akhir bulan September 2013 lalu. Ia menjumpai satu tim pendaki yang tidak membawa kantong sampah.Â
Tim pendaki yang mengaku "pecinta alam" ini justru heran melihat rombongan si aktivis yang repot-repot membawa kantong sampah guna memungut sampah.
Menyigi solusi
Sedih hati ini saat menyadari, justru banyak sekali "pecinta alam" kita yang tak cinta pada alam. Mereka hanyalah orang-orang serakah yang mau menikmati keindahan alam tanpa mau menjaganya dari sampah.
Melalui tulisan ini, saya hendak mengetuk hati Anda, rekan-rekan yang suka mendaki gunung dan menjelajahi alam. Tunjukkanlah kesejatian identitas rekan-rekan sebagai pecinta alam.
Ingatlah semboyan pecinta alam: "Take nothing but pictures. Leave nothing but footprints!"
"Jangan ambil apa pun kecuali foto. Jangan tinggalkan apa pun kecuali jejak!"
Mari kita sigi sejumlah solusi untuk mencegah agar taman nasional dan gunung tak jadi tempat sampah raksasa:
1. Pengunjung wajib membawa kantong sampah
Sebaiknya pengunjung yang mendaki diwajibkan membawa kantong sampah sendiri. Kesadaran ini harusnya melekat di hati tiap pecinta alam. Tak perlu diawasi atau diingatkan oleh penjaga atau petugas. Kantong sampah sebaiknya juga memerhatikan soal pemilahan sampah. Sampah yang berbahaya, misalnya baterai bekas, harus dipisahkan.
2. Pengunjung diharapkan turun atau pulang sembari memungut sampah
3. Denda bagi yang bandel
Untuk mendidik pendaki Gunung Everest, Pemerintah Tibet mendenda Rp 1.415.380 untuk setiap kilogram sampah yang ditinggalkan pendaki.
Mungkin sulit untuk menerapkan hal ini di Indonesia. Tapi, idenya tetap bisa diterapkan dengan cara lain. Tim pendaki yang ketahuan telah meninggalkan sampah dan atau tidak mampu menunjukkan sampah yang telah mereka kumpulkan bisa saja dikenai denda uang atau denda sosial.
Catat nama asal institusi atau kampusnya. Masukkan dalam daftar hitam. Tak boleh mendaki lagi gunung ini selama setahun, misalnya. Umumkan para pengunjung bandel di media sosial situs resmi pengelola taman nasional, misalnya.Â
4. Beri hadiah bagi pengunjung yang budiman
Pemerintah Nepal akan memberi sekitar Rp 56 juta untuk satu tim bila setiap anggota membawa turun delapan kilogram sampah dari Gunung Everest.
Hal serupa bisa juga diterapkan di Indonesia, dengan penyesuaian tentunya.Â
Hadiah tak harus selalu uang. Bisa juga pengakuan sosial. Tim yang berhasil kumpulkan banyak sampah bisa diminta berfoto bersama petugas, lalu foto itu dipajang di pos penjagaan sebagai teladan bagi tim-tim lain. Lebih baik lagi bila foto-foto itu dipajang di media sosial resmi taman nasional, misalnya.Â
5. Gerakan edukasi dan bebersih taman nasional
Banyak pengelola taman nasional dan gunung telah secara rutin menggelar kegiatan bebersih. Kegiatan ini dapat melibatkan aneka klub pecinta alam, sekolah, aparatur negara, dan masyarakat lokal.Â
Perlu terus diadakan sosialisasi pentingnya jaga kelestarian alam di tempat terkait maupun melalui media sosial.
Apa pendapat Anda? Ada solusi-solusi jitu lain agar pecinta alam kita tak justru membuat patah hati alam Indonesia?
Artikel lain: https://www.kompasiana.com/bobby18864/5c79a8a8c112fe59307d57a2/pro-kontra-kantong-plastik-di-ritel-modern-bayar-rp-200
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H