Nama Andri Syahputra makin viral. Pemain kelahiran Aceh, 29 Juni 1999 ini baru saja memenangkan trofi QSL Cup 2018/2019 bersama klub Qatar, Al-Gharafa SC. Klub Andri menaklukkan Al Duhail di final dengan skor 1-0.
Pemain muda yang moncer di Qatar
Usia Andri masih muda. Ia masih berusia 19 tahun. Dalam usia muda belia, karirnya di Qatar terus menanjak.Â
Andri sering bermain di level Qatargas league U-23 dan telah mencetak sejumlah gol penting untuk timnya. Contohnya, ia berhasil menghindarkan timnya dari kekalahan kala bertandang ke markas Al-Khor (15/01/18).
Bermain di Al-Khor Stadium, Qatar, Al Gharafa nyaris menelan kekalahan dari tuan rumah, setelah mereka tertinggal 3-1 hingga pertengahan babak kedua. Berkat usaha pantang menyerah Andri, Gharafa berhasil menyamakan skor menjadi 3-3 hingga laga usai. Dalam laga dramatis tersebut, Andri mencetak satu gol, dan dua umpan yang dikonversi jadi gol sehingga membantu timnya menghindari kekalahan.
Pada 6 Maret 2018, Andri juga sukses mencetak 1 gol dan 3 asis untuk antarkan Al Gharafa menang 6-3 atas Al Kharaitiyat.
Berprestasi di Qatar, dihina warganet Indonesia
Atas penampilan ciamkinya itu, Andri dikabarkan masuk daftar pemain muda yang berpeluang masuk skuat Timnas Qatar untuk Piala Dunia 2022. Sebelumnya, Andri juga sempat bergabung dengan Timnas U-19 Qatar.Â
Andri memang mendapat kesempatan berharga berlaga di Qatar. Di negeri ini, ia sempat dilatih oleh mantan pelatih Valencia dan Everton, Ronald Koeman. Selain dengan Koeman, Andri juga pernah berlatih dengan salah satu bintang Al Gharafa, Wesley Sneijder di satu kesempatan. Debut Andri di tim utama Al Gharafa sepertinya tinggal menunggu waktu.Â
Andri "menampar" PSSI yang hobi naturalisasi
Seharusnya, warganet mengkritik PSSI yang hobi naturalisasi. Ada puluhan pemain naturalisasi yang telah, sedang, dan akan jadi  bagian timnas sepakbola kita. PSSI hampir selalu memfasilitasi kelancaran proses naturalisasi para pemain asing itu karena PSSI ingin prestasi instan. Hasilnya? Timnas masih terseok-seok. Jangan bicara Piala Dunia, di Asia Tenggara saja timnas kita bukan siapa-siapa.
Ironisnya, PSSI selalu "kebakaran jenggot" ketika baru menyadari ada pemain-pemain berbakat asli Indonesia seperti Andri yang bermain di luar negeri dan kemudian "menolak halus" panggilan PSSI.
Hemat saya, orang tua Andri dan Andri berhak menentukan pilihan sendiri karena nyatanya sebelum Andri sukses, PSSI tak buat apa-apa untuk Andri. Dengan kesuksesannya di Qatar, Andri "menampar" PSSI yang hobi naturalisasi.
Setelah mundurnya Edy Rahmayadi, PSSI harus segera lakukan pembenahan total. Bentuklah tim pemantau dan pengembangan bakat pemain muda. Fasilitasi para pemain muda dengan baik. Perlakukan mereka sebagai aset bangsa. Jangan cuma bisa memanggil pemain ketika pemain itu sudah mulai moncer di negeri orang, bukan karena jasa PSSI sendiri.
Ah, ini mimpi di siang bolong. Sebagian pengurus PSSI kini masih sibuk melayani investigasi tim Satgas Antimafia bola bentukan Polri. Duh, ngeri-ngeri sedap!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H