Pada Pilgub Jateng 2013, angka golput mencapai 49 persen . Ditengarai, hal ini merefleksikan kejenuhan masyarakat pada proses pilkada.
"Atau bisa juga karena tidak mengenal sosok calon gubernur," kata Direktur Jateng Institute, Amin Suryanto melalui siaran persnya pada Tribunjateng.com, Senin (21/5/2018).
Pada Pilgub Jateng 2008, golput mencapai 45,25 persen. Amin memaparkan bahwa  angka golput pada pilkada di Jateng ini termasuk cukup tinggi jika dibandingkan dengan golput pada pilkada di provinsi lain yang rata-rata mencapai 30-35 persen.
H. Soebagio dalam artikelnya "Implikasi Golongan Putih dalam Perspektif Pembangunan Demokrasi di Indonesia" (https://media.neliti.com/media/publications/4398-ID-implication-of-the-white-group-in-perspective-of-the-democracy-development-in-in.pdf) menyarikan 5 kesimpulan berikut:Â
1) Partisipasi politik merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk pembangunan demokrasi agar sistem politik dapat berjalan secara efektif.Â
2) Partisipasi politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dalam negara demokrasi modern.Â
3) Seiring dengan sikap partisipatif pemilih yang menggunakan hak pilihnya, sikap Golput yang tidak partisipatif dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara, juga menjadi indikator tingkat keberhasilan Pemilu yang demokratis.Â
4) Fenomena golput muncul antara lain karena kekecewaan politik dan sosial ekonomi terhadap hasil Pemilu yang belum mampu mewujudkan perilaku kehidupan politik yang berkualitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Â
5) Golput yang eskalatif dan signifikan secara potensial merupakan ancaman bagi proses demokratisasi, yang jika tidak mampu diatasi
dengan kinerja Pemerintah yang amanah...dapat berimplikasi negatif melumpuhkan demokrasi.