Bila thesis Ayres benar bahwa Listrik adalah driver pertumbuhan ekonomi maka seharusnya pendekatan berbasis permintaan (demand driven) sudah tidak valid lagi. Pendekatan demand driven yang menyebabkan hampir 65% kapasitas Listrik terpasang berada di Pulau Jawa dengan permintaan tertinggi yang akhirnya menyebabkan pemerataan pembangunan tidak merata yang terbukti dengan meningkatnya terus Gini ratio sejak tahun 2000, walaupun terjadi sedikit penurunan dalam 2 tahun terahir.
![Gini rasio 1964 - 2013](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/09/12/gini-59b7266045480249010b00d2.jpg?t=o&v=555)
Dengan kata lain kesenjangan pendapatan adalah dampak dari pendekatan demand driven penyediaan listrik yang terkonsentrasi di jawa.
Indonesia 2030 : Ekonomi no 5 Terbesar.
![Kompas.com - 07/09/2017, 11:58 WIB](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/09/18/picture1234-59bf1e9e5a676f65f10ec464.jpg?t=o&v=555)
Maka untuk mencapai ekonomi no 5 terbesar tersebut maka berapa listrik yang di butuhkan - Mari kita kalkulasi bersama.
PWC mengasumsikan pada tahun 2030 jumlah penduduk 295 Juta dan GDP per Kapita $18.400 -- Untuk mendapatkan konsumsi listrik perkapita, GDP kita bagi $4 maka kita mendapatkan konsumsi listrik sebesar 4600 kWh per kapita. Bila 1 MW Kapasitas terpasang menghasilkan 5 Gwh maka total kapasitas terpasang di butuhkan pada tahun 2030 adalah 271,400 MW, jauh di atas target RUEN.Â
Artinya untuk menjadi ekonomi no 5 terbesar di dunia, Indonesia harus membangun 14,400 MW per tahun atau 72,000 MW per 5 tahun - Bagaimana caranya, bila 35,000 MW saja tidak dapat tercapai.
Untuk itulah perlu merombakan total sektor energi dan kelistrikan, keluar dari zona nyaman dan melakukan terobosan bila Indonesia ingin mencapai cita-cita menjadi negara besar
Pendekatan Suplai vs Demand
Bahwa Listrik mendorong pertumbuhan PDB dan bukan sebaliknya terlihat sekali dalam grafik di bawah yang menggambarkan keadaan China sejak 1985 -- 2015. Terlihat bahwa kurva PDB mengikuti tren kurva kapasitas terpasang. Â [2]