Mohon tunggu...
Muhardis
Muhardis Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lelaki biasa yang selalu ingin berusaha menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Merdeka Menilai dalam Kurikulum Merdeka

1 Juni 2023   07:53 Diperbarui: 11 Juni 2023   01:30 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: penilaian siswa. (Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO)

Beberapa waktu lalu, penulis mendapatkan pesan whatsapp dari salah seorang teman guru bahwa dia dan beberapa temannya di sekolah bingung melakukan penilaian kemampuan peserta didik terhadap materi yang telah dibelajarkan. 

Dulu, lanjutnya, mereka dapat memutuskan bahwa peserta didik A sudah "tuntas" dalam menguasai materi "B" karena nilai mereka melampaui batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ter-standar. 

Namun di kurikulum merdeka ini, mereka merasa "gamang" mengambil keputusan karena sudah terbiasa di-standarkan selama ini.

Padahal, peniadaan KKM merupakan satu di antara perubahan yang disasar oleh penerapan kurikulum merdeka ini. Namanya merdeka, guru diberikan keluwesan dalam memberikan penilaian, alias merdeka menilai. 

Selama ini, guru terkungkung dengan kriteria yang terstandar. Mereka setengah hati menilai karena sesungguhnya belum memahami betul dari mana angka batas minimum itu didapatkan.

Oleh karena itu, kurikulum merdeka hadir sebagai upaya pengembalian "marwah" membelajarkan dan menilai ke tangan para guru. Guru yang membelajarkan, guru pulalah yang berhak memberikan penilaian. 

Mereka yang memahami tujuan pembelajaran, mereka juga yang mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut.

Standar proses dan standar penilaian

Lantas, dengan hadirnya kurikulum merdeka, apakah guru benar-benar merdeka dalam membelajarkan dan menilai? Barangkali hal inilah yang perlu didiskusikan lebih lanjut. 

Baru-baru ini (2022), Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP),  Kemendikbudristek, mengeluarkan Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA). 

Bagian pengantar buku ini menyatakan bahwa "dalam kaitannya dengan pembelajaran dan asesmen yang berpusat dan berpihak pada peserta didik perlu adanya panduan bagi pendidik pada tingkat satuan pendidikan dalam pengimplementasian Kurikulum Merdeka. 

Panduan ini dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran dan asesmen di dalam kelas yang mengacu pada standar proses dan standar penilaian. 

Standar proses dan standar penilaian digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang efektif dan efisien ...".

Mengacu pada KBBI, pedoman merupakan 'kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan';  'hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dan sebagainya) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu'. 

Artinya, pedoman merupakan ketentuan dasar/petunjuk yang memberikan arah untuk melakukan sesuatu. Jika tidak ingin tersesat di dalam menentukan arah/mata angin, pedomani-lah kompas. Jika tidak ingin galau menentukan pembelajaran dan penilaian berdasarkan kurikulum merdeka, tenang, ada pedomannya.

Berkaitan dengan kata standar itu sendiri, KBBI mendefinisikannya sebagai 'alat penopang yang berkaki'. Standar proses maupun standar penilaian merupakan "penopang" dalam proses pembelajaran dan penilaian. 

Tanpa standar ini, tentulah proses dan penilaian tidak dapat "berdiri" dengan kokoh. Panduan yang dikembangkan ini merupakan dokumen yang berisi prinsip, strategi, dan contoh-contoh yang dapat memandu guru dan satuan pendidikan.

Acuan ketuntasan dalam kurikulum merdeka

Masih berbekal PPA tersebut, penilaian memberikan informasi tentang pembelajaran yang perlu dirancang dan penilaian digunakan untuk mengecek efektivitas pembelajaran yang berlangsung. 

Penilaian yang diutamakan ialah penilaian formatif, berorientasi pada perkembangan kompetensi peserta didik. Tentunya, pemerintah berharap penilaian formatif ini menyasar proses pembelajaran, bukan lagi penilaian ketercapaian pada setiap akhir lingkup materi, akhir fase pembelajaran, maupun akhir semester. 

Meskipun demikian, penilaian sumatif tetap mendapat porsi. Penilaian sumatif digunakan untuk pelaporan hasil belajar.

Hal yang menjadi permasalah sebenarnya bukanlah terkait waktu pelaksanaan penilaian, tetapi lebih kepada "acuan" apa yang dapat guru gunakan untuk "melaporkan" bahwa peserta didik telah tuntas dalam proses pembelajaran maupun tahap akhir pembelajaran tersebut. 

Selama ini, mereka mengacu kepada KKM, sedangkan pada kurikulum merdeka, KKM sudah tidak lagi digunakan. Acuan penilaian sebelumnya memberikan batasan berupa angka minimal yang harus dicapai peserta didik untuk dinyatakan tuntas.

Saat dibaca lebih menyeluruh, hal yang dikemukakan terbatas pada bagaimana memberikan deskripsi terhadap pencapaian peserta didik. 

Guru memberikan umpan balik berupa kalimat dukungan untuk perbaikan ke depannya. Tidak terdapat ukuran yang jelas untuk diksi sebagian maupun sebagian besar pada rubrik yang di-contohkan.

Beberapa instrumen penilaian yang diusulkan pemerintah

Pada halaman 30 PPA diuraikan rubrik, ceklis, catatan anekdotal, dan grafik perkembangan (kontinum) sebagai instrumen penilaian. Sedangkan teknik penilaian yang dapat digunakan yaitu observasi, kinerja, proyek, tes tertulis, tes lisan, penugasan, dan portofolio.

Instrumen dan teknik penilaian tersebut digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa pendekatan yang ditawarkan pemerintah, yakni deskripsi kriteria, rubrik, dan skala atau interval. 

Tampaknya istilah rubrik dalam pedoman ini masih belum jelas apakah termasuk ke dalam jenis instrumen atau pendekatan.

Pemerintah memberikan contoh tujuan pembelajaran untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia Fase C, "Peserta didik mampu menulis laporan hasil pengamatan dan wawancara". 

Nah, pencapaian tujuan pembelajaran tersebut dapat dilaporkan menggunakan deskripsi kriteria dalam bentuk tabel. Kriteria yang dimaksud seperti: menunjukkan keruntutan, hasil yang jelas, menceritakan pengalaman yang jelas, dan hubungan kausalitas yang logis. Kriteria ini diberikan acuan "memadai" dan "tidak memadai", bukan berupa skor.

Di baris akhir pada tabel terdapat bagian kesimpulan. Acuan yang dijadikan ukuran "ketuntasan" ialah jika peserta didik mencapai minimal 3 dari 4 kriteria. Memang terkesan "mengukur" dengan memberikan umpan balik sebagai kekhasan kurikulum merdeka. 

Sayangnya, penggunaan kata runtut, jelas, dan logis bernilai subjektif tergantung kepada pengetahuan dan pengalaman guru. 

Hal ini berpeluang memberikan gap lebih luas antarguru mata pelajaran di dalam satuan pendidikan, dalam lingkup sempit, dan antarsatuan pendidikan dalam lingkup lebih luas. Ketuntasan menurut satuan pendidikan A akan berbeda dengan ketuntasan di satuan pendidikan yang lain.

Pendekatan berikutnya berupa interval nilai. Untuk nilai yang diperoleh dari hasil tes, guru memberikan kriteria berdasarkan interval. Misalnya, peserta didik menjawab benar 16 dari 20 butir soal, artinya mereka berada pada interval 80% dengan kualifikasi "tuntas". 

Pendekatan ini sepertinya "cukup" men-dekati sebagai pengganti KKM. Kalau begitu, bukankah sama saja penilaian kurikulum merdeka dengan kurikulum sebelumnya, yakni hanya penilaian berjenis tes-lah yang benar-benar menunjukkan objektivitas dan kemerdekaan guru dalam merdeka menilai?

Penentuan Nilai Akhir

Bagian akhir pedoman menegaskan bahwa guru tidak diperkenankan mencampurkan hasil penilaian formatif dengan sumatif karena keduanya berbeda tujuan. 

Penentuan nilai akhir (NA) dilakukan dengan menjumlahkan nilai yang telah diperoleh peserta didik saat penilaian sumatif, berbentuk angka. 

Ketuntasan ditentukan untuk setiap tujuan pembelajaran, bukan hasil akhir pengolahan nilai sumatif per mata pelajaran. Ketidaktuntasan ditandai (*) di tujuan pembelajaran tertentu saja. Jadi, tidak terdapat remedial, ya, jika peserta didik belum tuntas di satu tujuan pembelajaran, cukup di-bintangi (*).

Sumber bacaan:

Tim Penyusun. 2022. Panduan Pembelajaran dan Asesmen: Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun