Sayangnya, penggunaan kata runtut, jelas, dan logis bernilai subjektif tergantung kepada pengetahuan dan pengalaman guru.Â
Hal ini berpeluang memberikan gap lebih luas antarguru mata pelajaran di dalam satuan pendidikan, dalam lingkup sempit, dan antarsatuan pendidikan dalam lingkup lebih luas. Ketuntasan menurut satuan pendidikan A akan berbeda dengan ketuntasan di satuan pendidikan yang lain.
Pendekatan berikutnya berupa interval nilai. Untuk nilai yang diperoleh dari hasil tes, guru memberikan kriteria berdasarkan interval. Misalnya, peserta didik menjawab benar 16 dari 20 butir soal, artinya mereka berada pada interval 80% dengan kualifikasi "tuntas".Â
Pendekatan ini sepertinya "cukup" men-dekati sebagai pengganti KKM. Kalau begitu, bukankah sama saja penilaian kurikulum merdeka dengan kurikulum sebelumnya, yakni hanya penilaian berjenis tes-lah yang benar-benar menunjukkan objektivitas dan kemerdekaan guru dalam merdeka menilai?
Penentuan Nilai Akhir
Bagian akhir pedoman menegaskan bahwa guru tidak diperkenankan mencampurkan hasil penilaian formatif dengan sumatif karena keduanya berbeda tujuan.Â
Penentuan nilai akhir (NA) dilakukan dengan menjumlahkan nilai yang telah diperoleh peserta didik saat penilaian sumatif, berbentuk angka.Â
Ketuntasan ditentukan untuk setiap tujuan pembelajaran, bukan hasil akhir pengolahan nilai sumatif per mata pelajaran. Ketidaktuntasan ditandai (*) di tujuan pembelajaran tertentu saja. Jadi, tidak terdapat remedial, ya, jika peserta didik belum tuntas di satu tujuan pembelajaran, cukup di-bintangi (*).
Sumber bacaan:
Tim Penyusun. 2022. Panduan Pembelajaran dan Asesmen: Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H