Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dana Desa dan Transferabilitas di Masa Pandemi

15 Maret 2021   19:08 Diperbarui: 15 Maret 2021   21:16 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa merupakan penyangga kota sekaligus benteng ketahanan pangan nasional. Dari sinilah pasokan berbagai kebutuhan pangan disuplai, mulai beras petas, buah-buahan, sayur mayur sampai protein hewani, di tengah gangguan import bahan pangan yang masih terus berlangsung.

Ironisnya, selama puluhan tahun kebijakan pembangunan ternyata tidak cukup berpihak ke desa. Politik alokasi anggaran yang lebih banyak terpusat pada kabupaten/kota (Arham & Hasan, tanpa tahun) mengakibatkan ketimpangan, dan ini berlangsung sedemikian lama hingga mengakibatkan ketertinggalan serta gelombang migrasi. Sampai enam tahun belakangan ini, desa mulai memperoleh perhatian lebih serius melalui penguatan landasan kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. 

***

Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Merujuk pada UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, salah satu sumber pendapatan  desa adalah dari  alokasi  dana desa ini. 

Pemerintah Kabupaten/Kota wajib mengalokasikan alokasi paling  sedikit  10%  dari  dana  perimbangan yang diterima  kabupaten/kota  dalam  APBD  (setelah   dikurangi   dana   alokasi   khusus) untuk dana desa. 

Ketentuan dimaksudkan untuk mendorong agar pembangunan di desa-desa berkembang sesuai kebutuhan  msing-masing (Pahlevi 2015). Pertnyaanya, sejauhmana transferabilitas inovasi kebijakan dana desa ini berhasil mendorong terjadinya dinamika dan perkembangan pembangunan?  

Pengertian transferabilitas dalam konteks penelitian kulitatif adalah derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil (Sugiyono, 2014). 

Untuk konteks inovasi kebijakan, tranferabilitas dapat dimaknai sebagai ketepatsasaran dalam penerapan inovasi kebijakan melalui proses desimenasi/defusi yang tercermin dari tingkat adaptasi, adopsi dan replikasi (DESA, 2006). Soal transferabilitas inovasi kebijakan dana desa ini, sejumlah permasalahan tercatat dalam berbagai tulisan dan reportase.

***

Pada akhir tahun 2020 misalnya, Mendes PDTT Abdul Halim bahkan mengingatkan agar seluruh kepala desa untuk segera melakukan percepatan penggunaan Dana Desa tahun 2020 yang masih tersisa hingga akhir Desember 2020. Sebab dari pagu tahun 2020 sebesar Rp71,190 triliun, total Dana Desa yang sudah terserap ketika itu baru 66,38% (Rp47,255 triliun), padahal sudah menjelang akhir tahun anggaran. 

Akibatnya, rencana alokasi yang sebelumnya untuk pembangunan desa, harus direalkoasi untuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang berasal dari Dana Desa untuk bulan Desember dan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) bulan Desember. Dana desa seakan telang menjadi penyelamat warga di tengah pandemi yang masih melanda.

Jika dilihat dari komposisi realisasi penggunaan dana desa sampai dengan Desember 2020, hanya 11,85% yang direalisasikan bagi pembangunan infrastruktur, dan 21,40%  direalisasikan untuk pembangunan non infrastruktur dalam bentuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) antara lain yaitu program-program pendayagunaan sumber daya alam, teknologi tepat guna, inovasi dan sumber daya manusia desa (www.setkab.go.id). Relatif rendahnya daya serap desa terhadap alokasi dana desa memberikan indikasi bahwa terdapat persoalan yang mempengaruhi trabferabilitas inovasi kebijakan ini.

***

Indra Fahlevi, peneliti dari Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI mencatat sejumlah persoalan berdasarkan pemantauan  pemantauan   baik   di lapangan  maupun  pemberitaan  di  media termasuk  dalam  forum  Rapat  Kerja  Komisi II DPR. Menurutnya, permasalahan mendasar dan memberi kontribusi bagi tersendatnya proses transferability inovasi kebijakan dana desa ini adalah pedoman verifikasi dan penyaluran yang  cenderung rumit dan lama, menyebabkan Desa mengalami kesulitan untuk memahami implementasinya.

Ekses dari masalah ini adalah dana desa yang diharapkan dapat segera tersalur  ke  desa-desa  jadi berlama-lama  "parkir"  di  pemerintah  kabupaten. Pada sisi lain, Pemerintah  Kabupaten/Kota yang gamang, belum  berani  melakukan penyaluran langsung ke desa-desa, karena mersa aturan tidak jelas. 

Akibat kegamangan ini, Pemerintah Kabupaten  Deli Serdang, Sumatera Utara  bahkan harus bertanya langsung kepada  Kemenkeu, dan tidak memperoleh jawaban pasti kecuali himbauan agar  berhati-hati. 

Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelum dan sesudahnya memang tidak sedikit aparat desa berurusan dengan hukum karena pengelolaan dana desa yang keliru, tidak akuntabel dan koruptif. Salahsatu contohnya di Tasikmalaya (www.pikiranrakyat.com) dan demikian juga di Aceh (www.republika.co.id).   

Di tengah terganggunya proses tranferabilitas inovasi kebijakan Dana Desa akibat dari kerumitan proses verifikasi dan prosedurnya, ada juga, bahkan tidak sedikit desa-desa yang berhasil mengembangkan inovasi melalui pembiayaan yang bersumber dari dana desa ini. 

Sebutlah misalnya Desa Pujon Kidul, dengan luas 330 hektar (ha) ini melalui BumDES yang dibiayai dari Dana Desa telah berhasil mengubah desa menjadi destinasi wisata  alternatif yang menawarkan ragam eksotisme objek/kegiatan wisata seperti memerah susu sapi, berkuda, kolam renang anak-anak, kafe sawah, hingga membeli panen hasil pertanian. 

Tak hanya itu, desa wisata ini juga memiliki banyak spot selfie menarik dan setiap hari sedikitnya rata-rata dikunjungi 3.000 sampai 5.000 pengunjung wisatawan, dan dari inovasi ini PAD Desa bertmbah pula (www.kompas.com). Selain Pujon Kidul, kisah-kisah inovasi desa yang sukses lainnya dari pemanfaatan dana desa juga tersebar di berbagai daerah, dan dianggap berhasil mensejahterakan rakyatnya (www.dosenekonomi.com).

***

Pujon Kidul adalah seklumit cerita sukses masyarakat dalam mengelola dana desa, selebihnya tidak sedikit dari mereka gagal menyerapnya. Tersendatnya realisasi dana desa menyebabkan sisa dana desa diakhir tahun 2020 masih signifikan jumlahnya, untungya Kementerian Desa PDTT tidak kehabisan akal dngan melakukan realokasi dana desa sebesar Rp. 23,934 Triliun digunakan untuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) bulan Desember. Lebih lanjut, aik BLT maupun PKTD ini dimaksudkan sebagai bagian respons atas pandemi COVID-19 yaitu  Padat Karya Tunai Desa (PKTD), Desa Tanggap COVID-19, dan BLT Dana Desa (www.setkab.go.id).

Berbeda dengan knovasi kebijakan dana desa, BLT adalah bagian dari proses distribusi kesejahteraan untuk masyarakat tidak mampu agar mereka dapat mengatasi sementara waktu permaalahan ekonomi, kesehatan, pendidikan, tetapi sekaligus sebagai timulan perputaran ekonomi diakar rumput. Adapun inovasi kebijakan dana desa diselenggarakan sebagai stimulasi untuk mendorong agar pembangunan di desa-desa, terutama infrastrukturnya  berkembang secara merata.

***

Dengan demikian inovasi kebijakan dana desa dan inovasi kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) memiliki misi dan pendekatan yang berbeda. Dalam ilustrasi yang lebih sederhana, Inovasi Kebijakan Bantuan Langsung Tunai ini ibarat memberikan ikan dan beras, atau bahkan sepaket nasi beserta lauk pauknya,  untuk mengatasi lapar sementara, adapun Inovasi Kebijakan Dana Desa ini ibarat memberikan kail dan Cangkul untuk memancing dan bertani. Kedua Inovasi kebijakan tersebut dilahirkan untuk mersesponse persoalan dan kebutuhan yang berbeda, dan dengan jangka waktu yang berbeda pula.

 

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono (2014),  Metode   Penelitian   Pendidikan   Pendekatan   Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2014

_____________,   Mendes PDTT Minta Penggunaan Dana Desa 2020, 17 Desember 2020, diakses 12/03/2021, pukul 22.29 WIB

Pahlevi, Indra (2015),  Dana Desa dan Permasalahannya, Jurnal Info Singkat Pemerintahan Dalam Negeri, Vol. VII, No. 17/I/P3DI/September/2015

_____________,  Innovations in Governance and Public Administration:Replicating what works, Department of  Economic and Social Affairs, United Nations, New York, 2006

Arifianto, Bambang (2020), Tasikmalaya Darurat Korupsi Dana Desa, Sejumlah Kades Ditetapkan Jadi Tersangka, 21 Pebruari 2020, diakses 12/03/2021, Pukul 23.44 WIB

Aminah, Andi Nur (2021), Sejumlah Kades di Aceh Barat Diduga Korupsi Dana Desa, Senin 18 Jan 2021, diakses 12/03/2021, Pukul 23.48 WIB

Widiarin, Anisa Dea (2019), Kisah Pujon Kidul, Sukses Kelola Dana Desa Hingga Berhasil Tingkatkan PADes. Diakses 13/03/2021 Pukul 00.03 WIB

Yuli (tanpa tahun), 5 Contoh Usaha BUMDes Yang Sudah Berhasil Dalam Mensejahterakan Masyarakat, diakses 13/03/2021 Pukul 00.12 WIB

Iqbal, Hasbi (2008), Implementasi Keijakan Program Bantuan Langsung Tunai Tahun 2008 di Kabupaten Kudus, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2008

Armah, Amir & Yusrin Hasan, (tanpa tahun),  Transfer Dana Desa dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia, Manuskrip, Universitas Negeri Gorontalo, diakses 13/03/2021 Pukul 01.51WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun