Mohon tunggu...
Nurul Amin
Nurul Amin Mohon Tunggu... Penulis - founder travelnatic dan peatland coffee

Penikmat kopi garis miring. Menyukai kegiatan riset, perkebunan, pertukangan, sains, sejarah, literasi, perjalanan, organisasi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tiga Puluh Lima Eks Cetakan Perdana Novel Indie Fatamorgana Ludes Terjual!

9 April 2013   03:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:29 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365446664941135835

Sebagai catatan, salah satu tokoh cerita membaca novel setebal 322 halaman ini dalam dua kali sesi baca. 1,5 jam dan 2 jam. Padahal diakuinya bahwa dia tidak suka membaca. Ini cukup menarik perhatian saya. Dalam benak saya, ternyata novel ini cukup menarik.

Banyak sekali hal lucu terjadi selama saya menjual novel indie ini ke pasar. Biasalah, karena target pasar saya adalah anak muda, kebanyakan mahasiswa yang notabene nya belum punya penghasilan sendiri. Bisa ditebak dan tidak dapat dihindari banyak dari target saya malah minta gratis, menawar seperti tukang palak, minta harga teman dengan ongkos persahabatan dan sebagainya.

Aku menjadikan itu sebagai bahan hiburan. Aku seringkali tersenyum sendiri mengingat polah tingkah calon pembeliku. Ada-ada saja.

Bahkan aku tidak bisa sama sekali memaksakan kehendakku pada mereka. Dalam arti, seharusnya mereka mengerti posisiku yang menulis dan menerbitkan buku ini secara indie.

"Modal cetak buku ini melekat di dompet dan sesuai kapasitas kantong" Ujarku menolak halus sambil menghibur diri. Maksudku agar mereka memahami bahwa tidak mungkin aku memberi buku ini gratis pada mereka. Sementara untuk mencetak novel ini aku telah mengorbankan uang makan bulanan.

Dari pengalaman lucu itulah, akhirnya aku memperoleh sebuah pencerahan. Kupikir aku perlu merumuskan sebuah konsep dimana aku tidak perlu cuap-cuap menolak. Cuap-cuap pada satu orang saja mungkin masih bisa, tetapi pada 10 orang atau 50 orang? tentu hal ini akan membosankan. Secara aku bukan publik speaker yang baik.

Akhirnya aku menemukan suatu sistem, yaitu memperkenalkan #kata kunci. Harapanku, sebelum membeli, calon pembeliku ini melihat dan paham dengan apa yang dimaksud dalam kata kunciku ini.

Berikut #kata kuncinya :

#BUKU INDIE

#PRE-ORDER

#PRINT ON DEMAND

#TRANSFER or CASH

#DELIVERY or MEET ON THE SPOT

#LIMITED EDITION + TIDAK BEREDAR DI TOKO

#HUBUNGI KONTAK PERSON

Okey, aku tahu, bahkan anda pun juga bingung apa maksud #kata kunciku itu. Ya ya ya....sudah pasti. Aku punya tanggung jawab menjelaskannya pada anda.

#BUKU INDIE : Sudah jelas maksud Indie ini adalah Independent. Tidak menggunakan penerbit konvensional. Dikerjakan sendiri. Bahkan selain percetakan, semuanya ku kerjakan sendiri. Dimulai dari tahap paling bawah : Writing, Editing Text, Editing Lay out, Design Lay out, Design Cover ---Lalu percetakan -- Dilanjutkan ke : Launching, Promoting, Marketing, Evaluating, dan ting ting yang lain. Benar-benar selain percetakan.

Bahkan lebih parahnya sampai memanjat untuk memasang spanduk pun kulakukan sendiri. Seorang temanku memberi Joke cukup telak sesaat setelah Launching tanggal 18 Maret kemarin .

"Kamu itu penulis termiskin di dunia" Katanya dengan hidung membesar, suara tawa terkekeh dan senyum lebar yang menyebalkan.

Ya. Aku juga tertawa. Tak bisa dipungkiri. Ketika selesai Launching, badanku penuh dengan bawaan. Mulai dari spanduk, kotak buku, dan beberapa peralatan untuk Launching. Semuanya harus ku kembalikan ke pemiliknya. Temanku itu membantu mengembalikan sound system yang diambil setengah jam sebelum Launching.

Ipoel, itulah nama temanku yang tega sekali mengatakan bahwa aku "penulis termiskin di dunia". Dia yang membantuku paling banyak di persiapan Launching.

#PRE-ORDER : Maksudnya bayar di muka. Pembeli harus membayar dulu sebelum mendapatkan ordernya. Setelah membayar, pembeli harus mengkonfirmasi pembayaran. Setelah itu mengirim alamat lengkap. Lalu menunggu.

Jika buku di order sedang ready stock, berarti aku akan segera mengirim ke alamatnya. Jika tidak, maka pembeli harus menunggu lebih lama karena aku akan memasukkan order ke percetakan. Menunggu masa cetak, setelah itu baru order di kirim/diantar. Pembeli akan menunggu lagi masa pengiriman.

Loh kok ribet sekali?

Ya memang. Mau apa dikata? begitulah prosedurnya. Membeli buku indie dengan sistem pre-order tidak sama dengan membeli buku di pasar. Di pasar anda bisa nyelonong masuk ke toko buku. Punya uang, pilih barang, langsung bayar di kasir.

Membeli dengan sistem pre-order ada beberapa prosedur tambahan. Seperti yang sudah kujelaskan sedikit itu. Dalam sistem pre-order, intinya adalah saling percaya. Pembeli percaya bahwa aku tidak membohonginya dan aku jelas punya tanggungjawab menjaga kepercayaan itu.

#PRINT ON DEMAND : Maksudnya cetak jika ada pesanan. Kalimat ini harus diperjelas. Bukan sekedar pesanan, tetapi juga konfirmasi pembayaran. Ya tentu saja! Aku tidak akan mencetak jika pembeli belum bayar.

Oh, lalu anda mau bilang aku ini materialistis! Jelas sekali anda perlu mengoreksi praduga itu. Begini logikanya. Dengan apa aku akan membayar ongkos cetakan jika tidak dari pembeli? Apakah aku bisa memasukkan buku ke percetakan dengan tidak bayar uang muka ke percetakan? Bisakah dengan janji bahwa aku akan membayarnya nanti? Lalu dengan apa aku melunasi biaya cetak? Semuanya dengan uang.

Sebelum Launching, pemesan buku melebihi kuota yang ada hingga aku harus menambah cetakan menjadi 35 Eks. Ternyata separuh dari pemesan itu hanya memesan, tapi belum membayar. Dengan sangat terpaksa kukatakan bahwa "Aku akan memprioritaskan peruntukan buku bagi yang sudah konfirmasi". Dan itulah yang terjadi.

Zaeni Cantigi, salah seorang pembeli bukuku, seorang anggota Mapala mengatakan "suka" dengan sistem print on demand. Mengapa? Karena lebih ramah lingkungan. Nah loh gimana caranya?

Penjelasannya, dengan print on demand, berarti mengutamakan efisiensi. Cetak sesuai pesanan berarti pembelinya jelas. Setiap buku yang dicetak pasti diserap pasar. Artinya tidak ada buku yang terbuang. Dengan kata lain tidak ada buku yang tidak laku alias tidak ada pemborosan kertas.

Ramah lingkungan disini kata kuncinya adalah kertas. Tidak ada pemborosan kertas berati tidak ada pohon yang ditebang secara berlebihan. Inilah maksud ramah lingkungan versi Zaeni Cantigi.

#TRANSFER or CASH : Ya, anda sudah tahu, ini terkait cara pembayaran. Jika anda punya rekening dan yakin anda bisa mentrasfer, maka transfer saja. Hal ini juga kembali ke masalah kepercayaan plus kemudahan akses.

Lagipula pengecekan siapa-siapa yang sudah tranfer agak rumit. Ditambah lagi masalah charge tambahan apabila berbeda Bank, tentu ini jadi pertimbangan juga. Mesti bolak-balik ke ATM. Hingga dari 30 Eks yang terjual, 21 pembeli diantaranya memilih pembayaran CASH, hanya 9 orang yang transfer karena kondisi memang tidak memungkinkan untuk Cash.

Sejauh ini kedua pembayaran inilah yang diterapkan. Syukurnya tidak ada yang berniat membayar kredit. Jika ada, tentu saja aku akan menolaknya secara halus.

#DELIVERY or MEET ON THE SPOT : Ini masalah bagaimana cara buku sampai ke tangan anda. Delivery maksudnya menggunakan agen pengiriman, misalnya Pos, TIKI, JNE, DHL, FEDEX, ESL, dan sebagainya. On the Spot maksudnya ambil langsung.

On The Spot ini terbagi menjadi 4 (empat) : Pertama, ambil langsung pas di acara launching. Ini khusus yang bakal hadir di launching. Kedua, ambil langsung di alamatku, artinya pembeli dengan lapang dada menjemput ordernya di tempatku. Ketiga, aku yang mengantar ke tempat si pembeli. Hal ini terjadi jika jarak tempuh memungkinkanku melakukannya. Keempat, atur tempat ketemuan. Hal inilah yang berada ditengah-tengah dan saling tidak merugikan. Misalnya pas acara ngopi bareng, dan sebagainya.

#LIMITED EDITON + TIDAK BEREDAR DI TOKO : Makdusnya, jumlah cetakan terbatas dan tidak beredar di toko-toko buku konvensional. Ini lagi-lagi berkaitan dengan uang di kantong. Hingga aku hanya mencetak beberapa eksamplar, atau hanya bisa mencetak sesuai jumlah pesanan pembeli.

Tentu saja tidak ada buku yang menganggur, atau tidak ada pemiliknya, seperti yang tergeletak di toko buku. Pembeli tidak bisa memilih-milih seperti di toko buku.

TIDAK BEREDAR DI TOKO, mengapa? bukankah meski Indie tetap dapat beredar di toko?

Benar sekali. Pertanyaan anda sama sekali tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya tepat.

Logikanya begini : Penerbit konvensional biasa menaikkan harga buku 5-6 kali lipat ongkos produksi. WAW, kapitalis banget!! Eiittsss jangan salah dulu. Ini harga yang cukup wajar sebenarnya. Mengingat rantai distribusi mereka yang panjang dan berbiaya mahal (high cost).

Katakanlah toko yang dititipi buku minta potongan 40% dari harga jual, lalu distributor yang mengantar buku ke toko minta 20%, lalu royalti penulis 10%, artinya penerbit mendapat sisa 30%. Tiga puluh persen ini masih harus dibagi untuk ; ongkos produksi, fee designer cover, fee penata lay out, fee editor, dll. Panjang sekali rantai distribusinya hingga buku sampai ke tangan pembeli.

Sementara, penulis sekaligus penerbit indie paling banter bisa menjual buku seharga 1,5 - 2 kali lipat. Itupun harga buku pasti sudah terhitung mahal ditangan pembeli. Mengapa?

Karena penulis dan penerbit indie kalah di jumlah cetakan, jumlah cetakan berefek ke harga cetak. Misalkan satu buku 300 halaman ongkos cetaknya Rp. 40.000, jika di cetak 1000 eks ongkos cetaknya akan turun sampai separuhnya. bagaimana jika di cetak 3000 eks atau 5000 eks? pikir saja sendiri...hahaha

Nah, karena biasanya toko minta potongan harga sampai 30%-40% itulah, maka buku indie apabila ditaruh di toko buku, harganya pasti jadi sangat mahal. Dan sudah terhitung Unmarketable alias tidak sesuai daya serap pasar.

Mengapa toko meminta potongan harga sampai begitu besar? jawabnya mudah, mereka harus membayar karyawan, buku yang dititipkan belum tentu laris manis. Mereka perlu merawat buku, dan lain-lain. Jadi potongan harga segitu ibarat bagi hasil bagi kinerja dan penyediaan pasar dari mereka lah.

#HUBUNGI CONTACT PERSON : Ya, untuk fast respons, lebih baik langsung menghubungi nomer contact person. Contact person bisa penulis langsung, atau orang yang diserahi kepercayaan oleh penulis. Aku menggunakan contact person pribadi.

Cara ini sebenarnya kurang bagus karena cara pemasaranku melekat dengan label penulis. Dengan kata lain, penilaian pada cara pelayanan pembelian buku, bisa berpengaruh pada buku yang di order pembeli.

Hal ini seharusnya terpisah. Dengan terpisah antara penulis dan marketingnya, maka pembeli bisa membedakan antara kenyamanan pelayanan, dengan kualitas buku yang di order.

Dengan tidak ada pemisahan antara siapa penjual, siapa penulis, siapa promotor, dikhawatirkan menimbulkan ke-ambigu-an penilaian dari pembeli. Namun, pembeli yang bijaksana tentu dapat memilah-milah peniliannya, antara aku sebagai penulis, aku sebagai marketing, aku sebagai promotor, aku sebagai customer service.

Plus satu tambahan, karena pemasaran buku ini lebih utama di internet dan dunia online, maka disarankan agar menghubungi contact person jika ingin cepat dilayani.

By the way, karena semua pembiayaan dalam penerbitan indie melekat di dompet dan tergantung kapasitas kantong, terkadang aku juga kehabisan pulsa untuk membalas sms dari calon pembeli. Jadi harap dimaklumi jika respons nya tidak secepat yang anda harapkan. Hehehehe

Begitulah sekelumit penjelasan saya tentang penerbitan indie perdana saya. Kemarin saya berani mengklaim bahwa yang saya lakukan ini "Lebih Indie" daripada kebanyakan "Indie" yang beredar. Mengapa? Karena saya mengerjakan semua sendiri, kecuali percetakan. Sementara yang lain masih banyak diserahkan ke orang lain, misalnya editing, lay out, design, dan sebagainya.

Senang rasanya sudah menghabiskan 35 Eksamplar tidak sampai satu bulan. Meski uangnya entah kemana, namun jelas saya bisa mengganti ongkos cetak yang saya pinjam dari teman. Yang pasti, saya mendapat pengalaman kerja dan pengalaman mental luar biasa. Saya menatap masa depan dengan cara pandang baru. Saya menjadi lebih yakin dengan potensi dan kemampuan saya. Sungguh kepuasan batiniah yang sulit diungkapkan dengan kata-kata!

Demikian share dari saya! Semoga bermanfaat! Viva Writer Indie! #Saya ga anti penerbit konvensional loh ya :D #Terus berkarya, berkarya dan berkarya. Jangan pesimis dengan halangan di depan, tidak ada masalah tanpa solusi!

Tuhan bersama orang berani, sabar dan jujur!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun