Mohon tunggu...
Blontank Poer
Blontank Poer Mohon Tunggu... -

Senang motret, tapi sekarang sedang belajar blogging. Berharap teman-teman mau mengajari saya nge-blog yang baik dan benar, supaya bisa memberi manfaat dan kelak bisa jadi bekal masuk surga (http://blontankpoer.my.id/)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri Dongeng

17 Februari 2012   21:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:31 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Adalah salah jika hanya karena punya pulau garam, lantas beranggapan tersedia zat pengasin melimpah. Impor tidak salah, karena poliTikus akan malu jika jutaan rakyat Indonesia mati penyakitan karena kekurangan yodium.

Tak salah pula jika poliTikus meminta tolong pedagang menyelamatkan masa depan bangsa, mendatangkan garam dari seberang, sebab kurang yodium dalam jangka panjang akan melahirkan generasi idiot, makhluk-makhluk kretin yang memalukan.

Seburuk-buruknya tikus, jika mereka berjamaah atau poly, atau lebih dari satu, mereka akan berbagi rasa malu. Ya, poliTikus hanya malu ketika sendiri, tapi berkumpul sesama tikus, mereka menjadi percaya diri. Pasti.

Adalah salah pula jika membiarkan bangsa lain mencibir kita sebagai bangsa fakir, padahal dunia tahu, Indonesia kaya raya. Orang kaya tak boleh bermental miskin. Harga diri bangsa tercoreng jika setiap masa tampil bak dhuafa. Dan, sudah swajarnya kita berterima kasih kepada poliTikus, yang memberi solusi cerdas nan jitu, agar kita menyesuaikan Euro 2, standar hidup bangsa kaya lainnya, yang mesti beralih konsumsi Pertamax.

Pakai premium, apalagi yang bersubsidi, hanya akan mengoyak harga diri. Seolah-olah rakyat tak mampu beli, padahal tanah sangat luas terhampar, dengan aneka kekayaan terpendam di dalamnya. Sekali lagi, poliTikus mengajarkan kepada kita, agar tidak menjalani hidup sia-sia. Kita bangsa kaya, mak harus setara dengan manusia Eropa, apalagi Amerika. Begitu katanya, menurut poliTikus Indonesia Raya.

Sebagai bangsa kaya raya, poliTikus mengajari kita, agar rajin berutang. Bukan karena miskin, dan karenanya justru harus bangga, sebab itu menunjukkan kemampuan bayar cicilan kita. Makanya, Bank Dunia selalu bangga dengan Indonesia Raya, yang terus tumbuh, maju dan berhasil membuat rakyatnya kian sejahtera. Hadiah selalu diberikan, sebagai negara yang kemakmurannya terus meningkat, sehingga terus sanggup membayar bunga dari plafon utang yang kian meningkat.  Karenanya, itu pantas dirayakan. Demikian nasihat poliTikus di pusat pemerintahan.

PoliTikus memang hebat. Selalu mampu membuat setiap warganya malu mengaku miskin, tidak mampu, dan sikap-sikap seputar itu. Pertumbuhan ekonomi nyatanya selalu diumumkan melaju, yang harus kita baca sebagai bukti sukses dari semua strategi jitu mengemudikan perahu.

Andai bukan bangsa kaya, mana mungkin Indonesia Raya membantu perekonomian bangsa negara-negara yang merasa maju dan mampu? Amerika tak akan kaya kalau tidak dipinjami bumi emas di Papua. Inggris pun tak tertolong jika pengusaha-pengusaha mereka tidak kita kasihani, lantas kita beri kesempatan menyedot minyak dan memperdagangkan air kita.

Australia bukanlah apa-apa jika Indonesia Raya tak mengirim ribuan pelajar dan mahasiswanya belajar di sana. Maka jangan heran jika legislator Indonesia Raya melakukan studi banding kemiskinan di negeri yang konon lebih bangga punya Kanguru dibanding Aborigin.

Singapura? Ahaaa…. Andai tak banyak tikus penggangsir kas negara yang menyimpan duitnya di sana, akan jadi apa bangsa mereka? David saja dijadikan tumbal tanpa pembelaan negara, sebab poliTikus Indonesia Raya sangat santun, cerdas dan beretika, sehingga tak mau ikut campur urusan rumah tangga negara tetangga, apalagi masih bersaudara. Luhur nian pekerti poliTikus Indonesia Raya.

Andai para rohaniwan tak berkawan dengan poliTikus, pastilah mereka akan giat melakukan kompor-kompor, menyuruh umat marah kepada pemerintahnya. Bisa saja ulama dan tokoh agama akan mengobarkan permusuhan kepada umaro, yang telah bekerja tanpa lelah dan keluh kesah, tak pernah menyerah, lantaran semua dilakukan demi rakyat, agar kian tenteram, tertib, dan terus dikenal dunia sebagai negeri loh jinawi, tenteram raharja, mulia sepanjang masa.

Sungguh benar dan pantas dipuji pekerti para poliTikus negeri ini. Uang Rp 6,7 trilyun dihibahkan untuk warganya yang sedang papa, dengan cara sedemikian sistemik. Century hanyalah nama yang dipinjam untuk segera dilupakan. Sama seperti halnya nama ‘wisma atlet’ atau ‘Hambalang’ yang sengaja diciptakan untuk tajuk, sebuah judul opera sabun. Terbukti, lakonnya digemari televisi, ditayangkan setiap hari, tanpa kenal waktu. Koran dan Internet pun gemar dan gencar mengulas.demi tiras, sebab pembaca dan penonton sinetron enggan berpaling dari aktor dan aktris yang itu-itu jua.

Jika ada rombongan orang berjubah dengan jenggot sebagai asesoris menggertak dan menyerang, jangan pernah meyakini itu sebagai aksi sungguhan. Percayalah saja pada poliTikus, sebab merekalah penulis naskah skenario yang merangkap sutradara tontonan sinetron religi itu, yang selalu mengatakan mereka adalah orang-orang baik, yang sedang melakukan syiar agama.

Indonesia Raya adalah negeri serba mungkin. Semua yang tak mungkin terjadi  di mana-mana, apalagi di negeri yang mengedepankan akal seperti Amerika dan Eropa atau bangsa relijius seperti Arab dan Italia, bisa terjadi di sini, di Nusantara.

Cobalah percaya niat baik poliTikus, yang selalu berjuang meraih kehormatannya dengan nyawer sembako, semen dan uang jajan setiap lima tahun. Semua ikhlas dilakukan sebagai bentuk tali asih, tanda sayang dan kecintaan kepada sesama.

Jika di antara kita masih ada yang percaya pada keadilan dan tertib hukum, segerakan membawanya ke rumah sakit jiwa. Jangan lupa minta digenapkan dengan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pencaksilat agar layak memperoleh serifikat kewarasan.

Adalah bahaya nyata yang akan mengancam masa depan dan keutuhan NKRI-R, Negara Kesatuan Republik Indonesia Raya, jika sampai ada yang meyakini bahwa semua hal tersebut di atas merupakan kenyataan.

Padahal, semua itu hanyalah sebuah cerita karangan, atau dongeng pengantar tidur, di mana kesamaan nama, tempat, dan waktu hanyalah kebetulan belaka. Beda dengan negeri sebelah, yang dengan Pancasila-nya telah membuat bangsanya maju dengan sebenar-benarnya.

Catatan: tulisan ini merupakan cross-posting dengan personal blog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun