Adalah salah jika hanya karena punya pulau garam, lantas beranggapan tersedia zat pengasin melimpah. Impor tidak salah, karena poliTikus akan malu jika jutaan rakyat Indonesia mati penyakitan karena kekurangan yodium.
Tak salah pula jika poliTikus meminta tolong pedagang menyelamatkan masa depan bangsa, mendatangkan garam dari seberang, sebab kurang yodium dalam jangka panjang akan melahirkan generasi idiot, makhluk-makhluk kretin yang memalukan.
Seburuk-buruknya tikus, jika mereka berjamaah atau poly, atau lebih dari satu, mereka akan berbagi rasa malu. Ya, poliTikus hanya malu ketika sendiri, tapi berkumpul sesama tikus, mereka menjadi percaya diri. Pasti.
Adalah salah pula jika membiarkan bangsa lain mencibir kita sebagai bangsa fakir, padahal dunia tahu, Indonesia kaya raya. Orang kaya tak boleh bermental miskin. Harga diri bangsa tercoreng jika setiap masa tampil bak dhuafa. Dan, sudah swajarnya kita berterima kasih kepada poliTikus, yang memberi solusi cerdas nan jitu, agar kita menyesuaikan Euro 2, standar hidup bangsa kaya lainnya, yang mesti beralih konsumsi Pertamax.
Pakai premium, apalagi yang bersubsidi, hanya akan mengoyak harga diri. Seolah-olah rakyat tak mampu beli, padahal tanah sangat luas terhampar, dengan aneka kekayaan terpendam di dalamnya. Sekali lagi, poliTikus mengajarkan kepada kita, agar tidak menjalani hidup sia-sia. Kita bangsa kaya, mak harus setara dengan manusia Eropa, apalagi Amerika. Begitu katanya, menurut poliTikus Indonesia Raya.
Sebagai bangsa kaya raya, poliTikus mengajari kita, agar rajin berutang. Bukan karena miskin, dan karenanya justru harus bangga, sebab itu menunjukkan kemampuan bayar cicilan kita. Makanya, Bank Dunia selalu bangga dengan Indonesia Raya, yang terus tumbuh, maju dan berhasil membuat rakyatnya kian sejahtera. Hadiah selalu diberikan, sebagai negara yang kemakmurannya terus meningkat, sehingga terus sanggup membayar bunga dari plafon utang yang kian meningkat. Karenanya, itu pantas dirayakan. Demikian nasihat poliTikus di pusat pemerintahan.
PoliTikus memang hebat. Selalu mampu membuat setiap warganya malu mengaku miskin, tidak mampu, dan sikap-sikap seputar itu. Pertumbuhan ekonomi nyatanya selalu diumumkan melaju, yang harus kita baca sebagai bukti sukses dari semua strategi jitu mengemudikan perahu.
Andai bukan bangsa kaya, mana mungkin Indonesia Raya membantu perekonomian bangsa negara-negara yang merasa maju dan mampu? Amerika tak akan kaya kalau tidak dipinjami bumi emas di Papua. Inggris pun tak tertolong jika pengusaha-pengusaha mereka tidak kita kasihani, lantas kita beri kesempatan menyedot minyak dan memperdagangkan air kita.
Australia bukanlah apa-apa jika Indonesia Raya tak mengirim ribuan pelajar dan mahasiswanya belajar di sana. Maka jangan heran jika legislator Indonesia Raya melakukan studi banding kemiskinan di negeri yang konon lebih bangga punya Kanguru dibanding Aborigin.
Singapura? Ahaaa…. Andai tak banyak tikus penggangsir kas negara yang menyimpan duitnya di sana, akan jadi apa bangsa mereka? David saja dijadikan tumbal tanpa pembelaan negara, sebab poliTikus Indonesia Raya sangat santun, cerdas dan beretika, sehingga tak mau ikut campur urusan rumah tangga negara tetangga, apalagi masih bersaudara. Luhur nian pekerti poliTikus Indonesia Raya.
Andai para rohaniwan tak berkawan dengan poliTikus, pastilah mereka akan giat melakukan kompor-kompor, menyuruh umat marah kepada pemerintahnya. Bisa saja ulama dan tokoh agama akan mengobarkan permusuhan kepada umaro, yang telah bekerja tanpa lelah dan keluh kesah, tak pernah menyerah, lantaran semua dilakukan demi rakyat, agar kian tenteram, tertib, dan terus dikenal dunia sebagai negeri loh jinawi, tenteram raharja, mulia sepanjang masa.