Lalu, kami berunding berempat. Akhirnya, kami sepakat menguras kocek, memberi Rp 150 ribu untuk mereka. Saya berkelakar, "Mungkin ini kategori suap. Tapi biarlah, kita anggap saja menghargai kejujuran polisi tadi. Siapa tahu, dia harus beli bundel surat tilang, dan harus setor ke kantor."
Akhir cerita, teman saya menyerahkan uang Rp 150 ribu. Kami menghibur diri, menganggap uang tadi sebagai penghargaan atas kejujuran polisi tadi. Jujur, bahwa ia harus membayar setoran dan sebagainya. Setidaknya, itu klop dengan pemahaman saya, bahwa masih banyak polisi yang suka mengais rejeki di jalanan, lewat jualan lembar demi lembar surat tilang.
Baiklah, peristiwa itu kami anggap hiburan. Kami membayar kejujurannya, mengakui kekeliruan dengan polosnya. Saya pun mafhum upaya mereka melek semalaman, mencari mangsa orang naas di perjalanan, seperti kami, hari itu.
Kalaupun ingin ngeyel, maksudnya memperpanjang kelucuan, saya bisa saja menyoal status mereka sebagai pemegang surat tilang, menggunakan mobil patroli Sabhara, bukan mobil PJR atau Patroli Jalan Raya. Seragam mereka pun bukan seragam zebra, kode untuk polisi lalu lintas. Mereka mengenakan seragam sabara, namun mengenakan rompi seperti lazimnya dipakai polisi lalu lintas.
Dan, rompi itu pun ternyata bisa untuk menyaru. Setidaknya, nama dan pangkatnya tidak terbaca oleh 'korban' seperti kami, yang tak mengerti apa-apa mengenai pembagian kerja/tugas polisi.
Jika ada yang paham, mohon beritahu kami, benarkah Sabhara bisa menindak 'pelanggaran' lalu lintas? Apakah surat tilang merupakan monopoli korps zebra?
Yang saya tahu, polisi paling suka bicara 86. Lapan anem, Ndaaannnn.......
Eh, hampir lupa. Setelah menyerahkan duit Rp 150 ribu, kedua polisi pun lega. Tertawa. Oleh sang teman bersuara decibel tinggi, Polisi I diajak toss. Sebelum kami pergi, teman yang toss-toss-an melihat rokok di dashboard mobil patroli itu.
Katanya, "Pak, rokokku entek (habis). Rokokmu saya bawa, yaa...."
Polisi I menyahut, memersilakan dia membawanya. "Tapi koreknya ditinggal, yaa...," katanya.
Kami pun berlalu. Dan, setelah dibuka, ternyata isinya tinggal tiga! Jika rata-rata harga eceran Rp 1.000/batang, maka total duit yang melayang ke Sabhara tadi, tinggal Rp 147.000!