Dengan rasa kecewa ibu-ibu semuanya kembali kerumah masing-masing dengan perasaan kecewa, termasuk ibuku saat itu. Hanya kakek yang ikut, dan wa Maming. Kakak ibuku yang ikut
Aku sendiri bingung cerita selanjutnya dari ibuku. Seperti cerita yang disingkat, dengan ending Dirot ditemukan di tanggul kali dekat tambangan[4] . Dirot ditemukan dalam keadaan sehat, dibawah pohon rangdu tua belakang balai desa, “pohon rangdu itu memang angker“ kata ibuku. Sudah banyak sekali orang yang ditakut-takuti oleh penghuni pohon itu. Disamping pohon rangdu ada waru doyong, pohon waru yang rantingnya seperti membungkuk, konon dari pohon itu sering kali terdengan suara cekikikan seorang perempuan, sekarang pohon waru itu sudah ditebang, kecuali pohon rangdu yang sampai saat ini masih perkasa menjulang.
Sudah pukul dua, tak sadar sedari tadi aku melamun menikmati rintik hujan lebih dari dua jam. Kuteguk kembali kopi hitam dari cawanya, kunyalakan kembali tembakau yang terlinting rapi menyerupai pipa padat itu. Hujan sedikit reda, pelan-pelan ia berhenti menyisahkan jalanan yang tergenang air. Kabut sedikit-sedikit mengendap mengenai pucuk pohon mangga, berlahan mengendap menghalangi pandangan. “inilah hidup, penuh misteri, kadang diluar nalar dan logika, kecuali kopi yang tak pernah habis dibahas karena mitos-mitosnya” gumamku dalam hati...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H