"Pak, rumah yang dulu berdiri disini, kemana ya, pemiliknya?." Aku bertanya dengan tetangga rumah yang berada persis disamping tanah kosong tersebut.
"Oh, sudah lama mas, pemiliknya pindah, semenjak suaminya Ibu yang tinggal disini meninggal dunia." jelasnya.
Aku hanya terdiam, setelah itu berpamitan, dan kembali pulang ke rumah. Sepanjang jalan, aku berpikir, padahal baru saja menelpon, melalui telepon tua di ujung perumahan edelweis.Â
Yang membuatku tambah terkejut, dan tidak bisa menerima apa yang telah terjadi. Aku mencoba menghubungi seorang teman semasa kuliah, yang bertugas di kampung Lince di daerah utara, provinsi Kalimantan Timur.
Ternyata Lince juga sudah meninggal dunia, beberapa bulan yang lalu. Mobil yang dinaikinya, sepulang berziarah ke makam orang tuanya di kota B, tertimpa pohon tua yang berada dipinggir jalan raya.
Saat itu hujan deras berpetir. Pohon tua itu rebah, tersambar petir, dan terjatuh persis diatas atap mobil. Dan Lince yang berada di dalamnya, meninggal sesaat, sebelum sampai ke rumah sakit.
Ketika ditelepon umum di ujung perumahan Edelweis, suara Lince terdengar seperti biasa, Â saat aku meneleponnya melalui telepon umum di tahun 1994, tiga puluh tahun yang lalu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H