Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Telepon Umum

12 April 2024   11:51 Diperbarui: 12 April 2024   17:00 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi telepon umum diolah menggunakan Ai Bing | Dokumen Pribadi

Suara di ujung sana tertawa. "Tidak apa-apa. Ini memang jarang terjadi. Orang-orang sekarang lebih suka menggunakan ponsel mereka."

Aku berbicara dan tertawa bersama, dengan orang tak kukenal diujung telepon. Aku merasa ada koneksi yang aneh dan tak biasa dengan telepon umum tua ini. 

***

Sesampai dirumah, aku buru-buru membongkar lemari buku yang menyimpan buku-buku masa aku sekolah dan kuliah. Aku mencari buku diary, yang didalamnya menyimpan alamat rumah dan nomor telepon teman lama.

Aku mencari nomor telepon rumah tante Lince, tempat dia tinggal selama kuliah di kotaku. Aku ingin mencoba nomor telepon rumah tersebut, apakah masih aktif. Dan bertanya dengan orang dirumah tersebut, nomor ponsel lince sekarang.

"Nah, ini nomor teleponnya!." Aku menemukan buku diary yang kucari. Halaman buku juga setengah berwarna kuning dan sedikit dimakan rayap. Kucatat nomor telepon Lince, adik kelasku waktu kuliah 30 tahun yang lalu.

Pagi hari, sekitar setengah sembilan, aku bergegas menuju telepon umum yang berada diujung perumahan Edelweis. Aku juga menyiapkan puluhan uang koin, yang kutukar di paklek pentol, sebelum berangkat.

****

Aku mulai menekan angka-angka ditelepon umum. Memang berfungsi baik, terdengar bunyi tat-tut-tat-tut,ketika ditekan tombolnya sesuai angka nomor telepon rumah Lince.

Sesaat terdengar, nada sambung terasa jauh. Kemudian terdengar, tut-tut-tut, pesawat telepon rumah yang dihubungi, sibuk. Aku diam sesaat, kembali mencoba memasukkan uang koin dislot telepon umum.

"Halo, selamat pagi, dari siapa?." Jawaban dari ujung telepon.
" Selamat pagi, dari temannya Lince, bu, Lincenya ada?."
" Teman dari mana ya?, biar saya sampaikan. Tunggu sebentar."
" Teman Kuliahnya bu, ada sedikit keperluan bu." Jawabku.

Aku menyebutkan nama, dan alasan menelepon Lince. Selintas, terdengar suara yang biasa aku dengar 30 tahun yang lalu. Aku malah menjadi bingung sendiri. Kejadian apa ini?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun