Perjalanan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) angkatan 7 Kota Samarinda sudah berjalan mendekati titik akhir. Capaian PGP sudah mencapai 75 persen dan tertinggal 25 persen hurup "C" yang ada didepan Guru Penggerak akan dilepas.Â
Diantara angkatan Calon Guru Penggerak (CGP) yang saya ikuti yaitu angkatan 7 merupakan angkatan fenomenal. Mengapa demikian?. Karena diangkatan ini yang pesertanya terbanyak dikalangan guru mengikuti seleksi.Â
Ada sekitar 200.357 guru yang mengikuti seleksi CGP. Dan yang dinyatakan lulus dan berhak mengikuti pendidikan calon guru penggerak hanya sekitar 20.000. Sehingga ada 180.357 yang dinyatakan tidak lulus seleksi.Â
Memang untuk mengikuti seleksi CGP bisa diikuti oleh semua guru, baik yang berada di sekolah negeri maupun swasta. Dan sistem rekrutmennya menggunakan sistem gugur.Â
Tidak ada diskriminasi dan pilih kasih dalam mengikuti seleksi CGP. Setiap guru memiliki kesempatan yang sama dan hak yang sama. Untuk menghasilkan lulusan dan peserta pendidikan yang berkualitas harus ada seleksi.Â
***
Sertifikat Guru Penggerak di pertanyakan?
Ada pertanyaan yang seolah meragukan lulusan guru penggerak, dan juga mempertanyakan sertifikatnya sebagai prasyarat menjadi seorang Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah.Â
Yang mempertanyakan adalah Ketua PGRI provinsi jawa tengah dan Ketua Umum Pengurus besar PGRI Pusat. Menurut Dr.Muhdi selaku Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa tengah sebaiknya tidak dipergunakan sebagai syarat tenaga pendidik menjadi Kepala Sekolah.
Beliau menilai bahwa syarat menjadi Kepala Sekolah, perlu adanya uji coba yang nantinya benar-benar condong dan mampu menjadi Kepala Sekolah bagus dan sesuai. Kami harapkan sebenarnya tidak seperti itu, karena guru penggerak itu kan baru ya, katanya.
Dan menurut beliau diklat Calon Kepala Sekolah (CAKEP) lebih dapat dipahami dan diterima untuk menyiapkan guru menjadi Kepala Sekolah. Sedangkan guru penggerak, menurutnya bagus, namun orientasinya sebagai guru.Â
Sedangkan menurut Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Pusat, Prof.Unifah Rosyidi juga tidak setuju dengan syarat sertifikasi guru penggerak sebagai calon Kepala Sekolah.
Lanjut beliau, semua guru mempunyai kesempatan yang sama, terutama yang sudah mengikuti diklat sebagai calon kepala sekolah. Hal ini karena guru yang sudah mengikuti diklat sebagai Kepala Sekolah sudah mendapat bekal kemampuan manajerial yang sangat dibutuhkan pemimpin dalam mengelola pendidikan di sekolah.Â
" Mau guru penggerak atau tidak, beri ruang, beri kesempatan pada semua. Pengangkatan Kepala Sekolah kan wewenang pemerintah daerah. Ya, kami berharap dikresi dari Pemerintah dalam memilih" tandasnya.
***
Krisis Kepala Sekolah, masih perlukah diklat?
Aturan Permendikbudterbaru mengenai pengangkatan seorang Kepala Sekolah, diatur melalui permendikbud nomor 40 tahun 2021. Aturan ini disederhanakan, sebenarnya karena cukup menduduki golongan III/b paling rendah dari sebelumnya golongan III/c.
Ada yang terlupakan dari pernyataan Ketua PGRI Jawa tengah dan PGRI Pusat. Saat ini hampir semua guru yang sudah memiliki sertifikat Diklat cakep telah diangkat menjadi Kepala Sekolah. Kalaupun belum, mereka sudah menjalani masa pensiun.Â
Di kota Samarinda saja yang menduduki jabatan Kepala Sekolah saat ini diisi oleh para guru yang mempunyai sertifikat Cakep dan mempunyai NUKS. Sementara lulusan Guru Penggerak yang memenuhi syarat dan diangkat jadi Kepala Sekolah prosentasenya masih sedikit.
Karena beberapa angkatan yang yang lulus jumlahnya juga hanya beberapa orang, selebihnya masih berstatus tenaga honorer. Secara persyaratan tidak terpenuhi.Â
Disinilah problemnya. Banyak lulusan guru penggerak ternyata masih tenaga honorer, baik di sekolah negeri maupun di swasta. Ada juga dari PPPK, namun kebanyakan juga baru lulus atau terima SK pengangkatan.
Para Kepala Sekolah yang saat ini menjabat, yang berasal dari diklat Cakep, 2-3 tahun kedepan akan pensiun. Dan setiap sekolah akan mengalami kekosongan kepala sekolah. Saat ini saya saja sudah banyak Kepala sekolah masih di jabat PLT.Â
Seorang Kepala sekolah definitif, memegang satu sekolah lainnya dalam jabatan PLT disebabkan Kepala Sekolahnya pensiun atau meninggal dunia.Â
***
Menurut saya langkah pemerintah saat ini menyiapkan para Guru penggerak sebagai calon kepala sekolah dan pengawas sekolah merupakan langkah yang tepat. Siapa lagi yang menggantikan para kepala sekolah yang pensiun atau purna tugas selain mereka.
Dulu, untuk mengikuti seleksi calon kepala sekolah minimal bergolongan III/c, mempunyai pengalaman kemampuan manajerial selama dua tahun, mempunyai cakep dan NUKS serta lulus seleksi.Â
Namun yang lulus juga kebanyakan bergolongan IV/a. Pangkat fungsional tertinggi jabatan guru sangat berpengaruh dalam proses seleksi. Sehingga yang berpangkat golongan dibawah IV/a harus bersabar diri tidak mengisi posisi kepala sekolah karena masih golongan III/c.Â
Untuk saat ini justru disederhanakan, cukup golongan III/b. Tentunya ditambah syarat wajib mempunyai sertifikat guru penggerak. Dan memang suasana sudah berbeda. Hampir disemua daerah guru pangkat IV/a sudah mendekati masa pensiun.Â
Dari segi aturan pengangkatan kepala sekolah usia tertinggi 56 tahun, supaya kepala sekolah tersebut menjabat satu periode.
Kalau Guru Penggerak hanya diorientasikan sebagai guru saja menurut Dr. Muhdi, saya kurang sependapat dengan beliau. Justru di guru Penggerak banyak guru yang dinyatakan lulus dan berhak mengikuti pendidikan mempunyai potensi dan kemampuan lebih diatas rata-rata guru.
***
Justru dengan Pendidikan Guru Penggerak ini guru-guru yang mempunyai kelebihan tersebut bisa saling berkolaborasi, saling berbagi pengalaman dan berkumpul dalam sebuah Komunitas Guru Penggerak.
Ada guru yang mengikuti CGP, pernah jadi wakil kepala sekolah selama beberapa tahun, bahkan ada yang menjabat sebagai PLT di sebuah sekolah SMK sebelum datangnya Kepala sekolah definitif. Karena sekolah tersebut baru berdiri.
Menjadi Ketua-ketua pada kelompok kerja guru seperti KKG, MGMP, dan organisasi kemasyarakatan. Dan tidak sedikit pula sebagai penulis, conten creator, kemampuan IT yang mumpuni.Â
Adapun kemampuan manajerial sebagai dasar alasan meragukan kemampuan guru penggerak, saya rasa juga kurang beralasan. Karena beberapa modul yang dipelajari di Pendidikan guru penggerak secara khusus mengkaji ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang Kepala Sekolah seperti Coaching, supervisi akademik, kepemimpinan, pengelolaan kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), dan modul lainnya.
***
Kepala sekolah dari guru penggerak diharapkan bukan saja hanya mampu mengelola manajerial tapi juga sebagai pemimpin pembelajaran. Memimpin semua guru di sekolahnya ataupun di komunitas praktisi pendidik menciptakan profil pelajar pancasila, dan agen perubahan sesuai dengan konsep pemikiran Ki Hajar dewantara.
Untuk menciptakan seorang pemimpin pembelajaran di sekolah yang bermutu dan berkualitas, perlu diadakan seleksi yang terbuka seperti yang terjadi saat rekrutmen Calon Guru penggerak (CGP).Â
Semua diberi kesempatan untuk mengikutinya. Tidak ada pembatasan, dan orang tertentu saja. Berbeda dengan Diklat Cakep yang tidak semua guru diberikan kesempatan yang sama untuk mengikutinya.
Sehingga guru-guru yang mempunyai potensi tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti Diklat Cakep. Bahkan banyak ditemukan juga kepala sekolah yang tidak mampu menyusun SKP, Dupak, bahkan PKG, sehingga terbengkalai kenaikan pangkat anak buahnya. padahal ini merupakan tugas utama seorang Kepala Sekolah.Â
***
Bergerak bersama semarakkan Merdeka Belajar
Besok merupakan Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional diambil dari tanggal lahirnya Ki Hajar dewantara (KHD) untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia.
pertama kali Hari Pendidikan Nasional diperingati pada tahun 1959. Maka pada tahun 2023, bertepatan 64 tahun kita memperingati Hari Pendidikan Nasional.Â
Tema kali ini diangkat "bergerak bersama semarakkan merdeka belajar". Apa makna sebenarnya dari kalimat tersebut?.Â
1. bergerak bersama
Bergerak bersama maksudnya semua pihak bisa berkolaboratif dari seluruh elemen yang ada. Baik masyarakat pendidikan, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat umum dan tentunya juga pemerintah. Tujuannnya sama yaitu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
2. Semarakkan
Semarak menggambarkan dan mencerminkan semangat kembali menimbulkan gairah dan menghidupkan kembali semangat kecintaan terhadap pendidikan di Indonesia, dan mengisi kemerdekaan Indonesia dengan semangat belajar yang tinggi.
3. Merdeka belajar
Merdeka belajar menggambarkan konsep pendidikan yang memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk memilih, menentukan, dan mengembakan bakat, minat dan kemampuan yang mereka miliki sesuai kodrat alam dan zamannya.
Paradigma pendidikan memang harus berubah. Konsep dan pemikiran Ki Hajar dewantara (KHD) menjadi pilar utama menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
***
Di akhir tulisan ini saya mengucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional bagi guru yang ada di seluruh Indonesia. Guru merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa.Â
Dimanapun berada tempat tugasnya. Diperkotaan, pedesaan, ataupun daerah-daerah terpencil, terluar dan perbatasan. Semangat bergerak bersama semarakkan merdeka belajar tetap digelorakan.
Keterbatasan bukanlah penghalang. Mungkin di dalam tulisan ini ada hal yang terlupakan dan kurang tepat, bisa menjadikan catatan dan koreksi bagi penulis. Para pembaca kompasianer yang budiman bisa meninggalkan komentar pada artikel ini.
Salam Guru penggerak, tergerak, bergerak dan menggerakkan.
Ing ngarso Sung Tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut Wuri Handayani (Ki Hajar dewantara).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H