Karena hanya kuliah diploma dua, belum ada kewajiban menyusun Skripsi, hanya sebatas laporan kegiatan selama PPL mengajar sebagai bekal pengalaman sebagai calon guru.
Harga mesin ketik di tahun 1990-an, masih tergolong mahal bergantung mereknya. Dan punya mesin ketik zaman itu, serasa mempunyai barang mewah.Â
Karena tidak semua orang memilikinya. Bahkan jasa-jasa pengetikan pun menjamur di mana-mana, dengan harga perlembar cukup mahal.Â
Bahkan kalau punya keahlian mengetik 10 jari, dengan mudah diterima bekerja di kantor. Dulu yang secara khusus mempelajari mengetik 10 jari adalah SMEA Perkantoran.
Dan bisa juga belajar mengetik 10 jari, melalui lembaga kursus  atau bimbel mengetik. Yang secara khusus mengajarkannya.
Tidak beberapa lama muncullah mesin tik listrik (electric typewriter). Mesin ketik jenis ini digerakkan oleh tenaga listrik. Dalam pengetikan tutsnya lebih lembut. lebih peka dan hurup hasil cetaknya lebih bagus ketimbang mesin ketik manual.Â
Saat penulis bertugas pertama kali jadi guru di daerah transmigrasi, mesin ketik menjadi andalan utama para guru membuat soal, dan menyelesaikan laporan SPJ Dana sekolah, ataupun membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan pekerjaan (DP3) semacam penilaian prestasi pegawai. Kalau sekarang namanya Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
Atau digunakan saat menghitung Daptar Usulan Angka kredit (DUPAK) bagi guru saat mengajukan kenaikan pangkat. Menggunakan mesin ketik tidaklah susah. Tinggal tat-tut-tat-tut, pakai 12 jari istilah mengetik tanpa aturan siapapun bisa.
Berbeda ketika kehadiran komputer di generasi awal yang menggunakan sebuah disket dengan RAM yang terbatas, dan memerlukan rumus saat mengetik word dan excel di layar komputer.
Di Era serba Komputer
Perlahan, mesin ketik sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan administrasi kantor mulai di tinggalkan. Di awal kehadirannya, biro jasa pengetikan dan rental komputer bagai jamur di musim hujan.Â