Mesin ketik pertama kali ditemukan Henry Mill pada tahun 1714. Dan memperoleh hak patennya pada tahun 1867, saat diciptakan C.Latham Sholes, Carlos Glidden dan Samuel W. Shoule.
Mesin ketik mempunyai perjalanan yang panjang dalam sejarahnya. Di Indonesia sudah di gunakan semasa zaman Kolonial oleh kalangan Eropa yang tinggal di Nusantara.
Selain itu para kalangan pribumi yang memiliki tingkat kehidupan sosial tinggi, anak pejabat pemerintahan dan kalangan berdarah biru.Â
Mesin ketik generasi pertama bentuknya besar, sangat berat karena berbahan dasar dari besi. Biasa berwarna hitam atau abu-abu. Dan berkembang, mesin ketik yang harganya mahal mulai bisa di pegang pada tahun 1970 oleh kalangan biasa.
Kantor-kantor desa mulai memiliki. Dan masyarakat mempunyai kesempatan meminjam secara mengantre. Perubahan zaman membuat mesin ketik juga berubah. Dari bentuknya yang besar dan berat, menjadi semakin kecil dan ringan bobotnya.Â
Mesin Ketik Modern
Sekitar tahun 1980-an merupakan masa kejayaan mesin ketik. Lahirnya mesin ketik modern yang menggunakan pita dan kertas karbon. Tidak semua orang juga memiliki. Satu sekolah hanya mempunyai satu mesin ketik, sebagai inventaris membuat soal.Â
Selanjutnya soal diperbanyak menggunakan alat copy stensil yang berbentuk kotak  hitam cukup besar layaknya tas koper.Â
Stensil berbentuk tas koper sangat sederhana, praktis dan mudah dibawa dan bisa digunakan untuk memperbanyak soal yang zaman itu ada mesin potocopy canggih seperti sekarang.
Dari istilah "Stensil", lahirlah penulis stensilan, komik, novel stensilan. Yang merupakan bacaan anak-anak dan orang dewasa yang membuat gairah membaca meronta.
Pertama kali penulis mempunyai mesin ketik saat menginjak bangku kuliah. Orang tua membelikannya mesin ketik portable, yang bisa dibawa ke mana-mana untuk mempermudah mengerjakan tugas kuliah. Membuat makalah, laporan tugas akhir setelah melaksanakan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) mengajar di sekolah.
Karena hanya kuliah diploma dua, belum ada kewajiban menyusun Skripsi, hanya sebatas laporan kegiatan selama PPL mengajar sebagai bekal pengalaman sebagai calon guru.
Harga mesin ketik di tahun 1990-an, masih tergolong mahal bergantung mereknya. Dan punya mesin ketik zaman itu, serasa mempunyai barang mewah.Â
Karena tidak semua orang memilikinya. Bahkan jasa-jasa pengetikan pun menjamur di mana-mana, dengan harga perlembar cukup mahal.Â
Bahkan kalau punya keahlian mengetik 10 jari, dengan mudah diterima bekerja di kantor. Dulu yang secara khusus mempelajari mengetik 10 jari adalah SMEA Perkantoran.
Dan bisa juga belajar mengetik 10 jari, melalui lembaga kursus  atau bimbel mengetik. Yang secara khusus mengajarkannya.
Tidak beberapa lama muncullah mesin tik listrik (electric typewriter). Mesin ketik jenis ini digerakkan oleh tenaga listrik. Dalam pengetikan tutsnya lebih lembut. lebih peka dan hurup hasil cetaknya lebih bagus ketimbang mesin ketik manual.Â
Saat penulis bertugas pertama kali jadi guru di daerah transmigrasi, mesin ketik menjadi andalan utama para guru membuat soal, dan menyelesaikan laporan SPJ Dana sekolah, ataupun membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan pekerjaan (DP3) semacam penilaian prestasi pegawai. Kalau sekarang namanya Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
Atau digunakan saat menghitung Daptar Usulan Angka kredit (DUPAK) bagi guru saat mengajukan kenaikan pangkat. Menggunakan mesin ketik tidaklah susah. Tinggal tat-tut-tat-tut, pakai 12 jari istilah mengetik tanpa aturan siapapun bisa.
Berbeda ketika kehadiran komputer di generasi awal yang menggunakan sebuah disket dengan RAM yang terbatas, dan memerlukan rumus saat mengetik word dan excel di layar komputer.
Di Era serba Komputer
Perlahan, mesin ketik sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan administrasi kantor mulai di tinggalkan. Di awal kehadirannya, biro jasa pengetikan dan rental komputer bagai jamur di musim hujan.Â
Penulis pun, ketika menyusun skripsi menggunakan jasa rental komputer untuk mengetik dan mencetak di jasa pengetikan. Walaupun sempat kursus mengetik komputer program word saat masih SMA, tetapi ilmunya tidak sama saat kursus menggunakan aplikasi DOS dengan Windows.
Sebagai guru yang lama berkutat dan tugas di daerah pedesaan, terpencil, dan daerah transmigrasi meningkatkan kemampuan diri sangatlah sulit. Apalagi biaya kursus komputer waktu itu masih tergolong mahal untuk perpaket aplikasi yang di minati.
Tahun 2007, saya melakukan perpindahan tugas ke kampung halaman di Samarinda. Dan Alhamdulillah, disetujui dan mendapatkan SK Penugasan di SD tempat saya honor menjadi guru.
Sebagai guru yang terbiasa menggunakan mesin ketik, mulai mencoba-coba menggunakan komputer sekolah yang ada di ruangan tata usaha. Untuk belajar mengetik menggunakan aplikasi word dan excel masih terasa sulit.Â
Supaya bisa menggunakan aplikasi word dan excel, saya membeli buku komputer untuk belajar secara autodidak. Dan dipraktikkan menggunakan komputer kantor di sela jam istirahat.
Perlahan, penulis bisa menguasai aplikasi word, exel yang dijelaskan pada buku komputer. Saya mulai mahir menggunakan komputer setelah lulus kuliah S1. Waktu menyusun skripsi saya merental di jasa pengetikan.Â
Teknologi komputer terus berkembang. Dari komputer yang tidak bisa dibawa ke mana-mana, terus berkembang menjadi laptop, tablet, dengan berbagai jenis merek.Â
Sebagai guru, kemajuan teknologi yang berkembang pesat, justru menjadi pendukung buat guru mengajar. Sebagai guru yang terbiasa menggunakan mesin ketik, bertranspormasi menjadi guru digital adalah sebuah keniscayaan.
Motivasi dan Inspirasi
Ketertinggalan bukan menjadi alasan untuk maju, menjadi seorang guru yang tidak bisa bersaing dengan guru-guru muda, yang mempunyai kemampuan lebih dan potensi diri yang lebih baik, karena terlahir ditengah kemajuan dunia teknologi digital.
Lama bertugas di daerah transmigrasi, yang terpencil dan pedalaman tidaklah membuat penulis untuk minder dan malas untuk belajar mengejar ketertinggalan tersebut, hanya sebagai guru mesin ketik menjadi guru yang menguasai kecanggihan dunia komputer.
Saya belajar dari pengalaman, alah bisa karena biasa. Walaupun tidak harus duduk dibangku kursus dan bimbel. Atau bersekolah di kejuruan Komputer dan Multimedia. Ternyata ilmu komputer bisa dikuasai oleh seorang guru, walaupun dari segi umur tidak tergolong muda lagi.
Karena yang namanya belajar tidak mengenal usia. Siapapun bisa, bila mau belajar. Bukan hanya dasar-dasar mengetik di komputer, yaitu penguasaan program exel dan word.Â
Pada akhirnya saya bisa menguasai ilmu desain grafis, ilustrator, dan berbagai aplikasi gambar yang mempermudah pekerjaan seorang guru.Â
Berbagai aplikasi kekinian, juga bisa dikuasai dengan mudah. Teknik membuat film, conten creator diyoutube, dan kode etik dan aturannya bisa dimengerti. Termasuk dunia tulis-menulis yang saya tekuni selama kurang lebih 6 bulan terakhir.
Ketika saya mengikuti Pendidikan Guru penggerak, semua potensi yang saya pelajari dan miliki dengan kemampuan digital saat ini sangat bermanpaat dalam mempermudah mengerjakan tugas-tugas mandiri, presentasi melalui powerpoint, poster, peta pikiran, dan lain sebagainya.
Semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman sesama pendidik lainnya di seluruh antero nusantara. Jangan ada kata menyerah, minder, atau saya tidak bisa sebelum mencoba.Â
Saya pun dari seorang guru mesin ketik, yang waktu kejayaannya merupakan suatu keunggulan bagi guru yang mampu mengetik, membuat ketikan yang rapi, teratur dan bagus. Sekarang era berganti, semua serba komputer, banyak aplikasi yang mempermudah pekerjaan seorang guru. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H