Bagi siswa SD di era tahun 80-an, di buku pelajaran bahasa Indonesia di Jilid 4a ada pelajaran tentang pantun jenaka. Pantun jenaka merupakan jenis pantun dengan isi yang lucu dan menghibur.
Bahkan pantun jenaka itu dihapalkan dan dilapalkan kembali didepan kelas tanpa buku teks. Kesalahan menghapal, bait yang salah letak, menjadi penilaian dari guru.Â
Menghapal pantun, butir-butir Pancasila, sampai menyanyikan lagu wajib di depan kelas ketika mau pulang sekolah. Tidak ditemukan lagi teknik guru mengajar dengan menghapal pada pelajaran umum. Kalau pelajaran Agama masih ada, menghapal doa-doa, ayat pendek, dan bacaan Sholat.
Diera sekarang, sistem pengajaran dan kurikulum sudah berubah. Sebagai guru rasanya belum pernah menemukan di buku teks Bahasa Indonesia, ada pantun jenaka lagi.
Materi pelajaran bahasa Indonesia di Kurikulum 1975 memang tidak rumit, sederhana, singkat, dan membekas kuat diingatan. Berbeda dengan sekarang, materi pelajaran Bahasa Indonesia berupa bacaan yang panjang. Dengan penguatan mencari gagasan utama, pokok pikiran, atau ide pokok.
Di Kurikulum 2013, penggalian materi pelajaran Bahasa indonesia dengan penguatan pada literasi, memahami makna teks, meringkas dan menyajikan ulang dengan bahasa sendiri.
***
Mengapa pantun jenaka, tidak diajarkan lagi di Buku Bahasa indonesia SD sekarang?
Kalau di telaah dari buku Bahasa indonesia SD memang berbeda tujuan yang ingin dicapai. Di masukkannya materi pelajaran pantun jenaka pada Kurikulum 1975 yang terdiri empat kalimat dalam satu bait.Â
Biar mudah dihapal, dan menimbulkan kelucuan bagi siswa yang mendengarkan.
Siswa memang tidak dibiasakan menyusun teks yang sistematis, logis dan efektif. Dihapal, dengan dilapalkan di depan kelas, tak hapal sanksi dan hukuman menanti.Â
Hehehe..yang seangkatan dengan penulis Sekolah dasarnya, pada tau semualah. Apa kira-kira hadiah yang di dapatkan dari guru kalau tidak hapal.