Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nama Pena, yang Membuat Penulisnya Terkenal Sepanjang Masa

30 Agustus 2022   19:12 Diperbarui: 30 Agustus 2022   19:21 3976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Novel Max Havelaar, yang menggunakan nama pena Multatuli yang menggemparkan dunia (sumber poto Wulan Yanuarwati)

Seorang penulis, terkadang menggunakan "nama pena" untuk berlindung dari pembacanya, dengan tujuan dan maksud tertentu. Dan dalam dunia menulis, seorang pengarang menggunakan nama pena, terkadang membuatnya lebih terkenal dari nama sebenarnya.

Apa itu nama pena?

Nama pena adalah nama samaran, yang digunakan untuk menyembunyikan identitas nama asli pengarangnya. Biasa digunakan penulis novel, cerpen, baik cetak ataupun media online.

Nama pena bisa juga di istilahkan dengan nama panggung, yaitu nama yang digunakan seseorang di panggung tulisan, panggung flm, panggung hiburan, dan panggung lainnya.

Sepanjang sejarah dunia menulis, ada beberapa nama pena yang justru membuat penulisnya terkenal ketimbang nama aslinya. Terkadang dalam penulisan nama pena, terkesan suka-suka penulis, terkadang juga mempunyai makna yang dalam.

Penggunaan Nama Pena, dekade kolonial, sering digunakan untuk menyamarkan identitas pengarang supaya tidak ditangkap pemerintah hindia belanda. 

Misalnya pengarang buku novel terkenal berjudul "Max Havelaar", dengan nama pena Multatuli. Nama aslinya adalah Eduard Douwes dekker, ia mengkritik pemerintahan belanda melalui buku novel yang ditulisnya. Karena gerah dengan perlakuan belanda terhadap kaum pribumi.

Nama Pena "Multatuli", mempunyai makna yang diambil dari bahasa latin, memiliki arti "Aku yang menderita". Dan tulisan tangan berjudul Max havelaar, bisa dibaca dan terkenal sampai dengan sekarang.

Baca juga: Guru-guru Perantau

Nama pena Multatuli, justru membuat menjadi terkenal dan dikenal banyak orang sampai saat ini, ketimbang nama asli pengarangnya yang berkebangsaan belanda. 

Diera tahun 1990-an, ada seorang novelis terkenal juga, dengan nama pena "Gol A Gong". Yang menuliskan cerita-cerita bersambung, dan kemudian dimuat menjadi buku novel. 

Nama aslinya Heri Hendrayana Harris, seorang penulis cerita petualangan, yang nama penanya sangat dikenal saat itu.  Gola A gong, mengandung arti " Kesuksesan itu semua berasal dari Tuhan".

Ada juga Pipiet Senja, dengan nama aslinya Etty Hadiwati Arief, Kinosyan, nama sebenarnya Ari Wulandari. Dan penulis terkenal Tere Liye, dengan nama aslinya darwis. Andrea hirata adalah Aqil Barraq Badruddin Seman Harun. 

Para penulis terkenal tersebut, lebih dikenal dengan nama pena ketimbang nama aslinya. Karena nama pena yang mereka gunakan mudah diingat dan marketable.

Mengapa penulis menggunakan nama pena?

Setiap penulis mempunyai alasan dan tujuan berbeda-beda dalam penggunaan nama pena. Dan sah-sah saja, menggunakan nama pena, sepanjang tetap bertanggung jawab, dan tidak melanggar etika dan moral yang berlaku.

Ketika memulai menulis pertama kali di Kompasiana, terpikir juga membuat akun dengan nama pena. Tapi tidak jadi dengan pertimbangan menggunakan nama asli lebih mudah dikenal teman, sahabat kompasianer. 

Selain itu nama asli, lebih mudah diverifikasi karena sesuai dengan nama di KTP. 

Nama Pena, di penulis Kompasiana

Kebanyakan penulis di era digital sekarangpun, masih suka menggunakan nama pena. Karena dengan nama pena, akan mudah dikenal dari segi tulisan, dan warna aliran penulis.

Di Kompasiana, penulis mencermati ada beberapa penulis Kompasianer yang menggunakan nama pena. Misalnya, ada "Acek Rudy", yang selalu ditunggu artikel tulisannya oleh warga kompasiana, karena dibumbui humor dan warna guyunon, khas Acek Rudy yang cair. 

Sayapun secara pribadi, tidak mengenal secara Kopdar dengan Acek Rudy, karena tempat tinggal yang berbeda pulau. Karena penulis kompasiana tersebar diseluruh penjuru dunia. 

Nama penanya, begitu kuat lengket diingatan. Adalagi engkong Felix Tani, saya rasa ini juga nama pena, yang terkenal dengan gang sapi. Dari tulisan beliau yang senior dikompasiana, olahan kata, dan kalimatnya, membuat penulis tergelitik untuk tertawa ketika membaca tulisannya.

Memang terkadang kita perlu tertawa, dan rileks dalam membaca sebuah tulisan. Hanya sedikit dari penulis Kompasiana, yang dalam tulisannya mengalir selera humor yang tinggi. 

Kebanyakan penulis adalah selalu serius dalam artikel yang dituangkan ke Kompasiana. Dalam penilaian saya, Acek Rudy dan Felix Tani, dua penulis dengan nama pena, yang sama-sama langka, dengan selera humor tingkat tinggi. Bisa dikatakan level 7, level tertinggi dikatagori kompasiana.

Di akhir tulisan, esensi nama pena merupakan bagian dari seni seorang pengarang buku fiksi, maupun non fiksi menyamarkan identitas sebenarnya. Diera penjajahan bertujuan, nama pena dengan mudah mengkritik ketidak adilan yang terjadi seperti yang dilakukan Eduard Douwes Dekker, pada novel yang menggemparkan dunia dengan judul Max Havelaar.

Sedangkan diera sekarang untuk mempermudah diingat dan marketable, bagi penulis memperkenalkan dirinya. Dan dengan nama pena tersebut menjadikan penulis atau pengarangnya menjadi terkenal sepanjang masa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun