Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Di Era Digital, Siapa Pun Bisa Menjadi Penulis dan Menerbitkan Buku

21 Juli 2022   00:07 Diperbarui: 21 Juli 2022   00:11 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
.Mesin ketik |sumber gambar : Suzy Hazelwood | pexels.com

Ketika masih di SMA, saya pernah beberapa kali mengirim tulisan ke redaksi surat kabar lokal, berupa tulisan opini dan kolom pembaca. Pernah, dua kali di muat di ruang opini, ataupun kolom tulisan pembaca. Selebihnya, tidak pernah di muat. 

Penulis, di era mesin ketik, menjadi sesuatu yang mewah. Hanya orang tertentu, yang memiliki mesin ketik. Bagi saya waktu itu, mempunyai sebuah mesin ketik hanya ada di angan-angan.

Untuk menulis sebuah artikel yang dikirimkan ke Surat kabar lokal, saya meminjam mesin ketik teman, yang merupakan orang berada. Seorang anak, yang orang tuanya bekerja di Kantor Depag. 

Beberapa penulis novelis terkenal, menjadi idola dan menginspirasi, diantaranya Gola gong, Hilman Hariwijaya seorang penulis cerita bersambung (Cerbung) di Majalah HAI, berjudul "LUPUS".

Tulisan Hilman, kemudian dibukukan, menjadi sebuah novel beberapa judul. Dan sampai bombastis dan meledak, setelah di angkat ke layar lebar.

Banyak trend rambut Lupus, menjadi gaya anak muda, pada waktu itu. Dengan rambut, bagian belakang dibiarkan panjang, istilah anak muda buntut, dan dibagian depan dibiarkan panjang, seperti rambutnya tokoh superhero, Superman.

Dan ciri khasnya, selalu mengunyah permen karet. Sungguh menjadi idola anak remaja, tahun 80 dan 90-an. Dan saya masih ingat, bangku guru menjadi korban, ditempeli sisa permen karet, yang habis manisnya dikunyah. Dan ampas permen karet ditempelkan, dibangku guru dan teman.

Begitulah, hobby sebagai penulis adalah hobby yang mewah, dan tidak semua bisa menekuninya dan bisa menerbitkannya di surat kabar lokal, ataupun dipenerbitan buku.

Untuk tetap menjaga hobby menulis, paling banter menulis di buku diary. Baik puisi, ataupun cerita perjalanan, hanya dituliskan di lembar demi lembar sebuah Diary harian.

Ketika zaman berubah, pintu era digital terbuka, siapapun sekarang bisa menuangkan sebuah tulisan lebih mudah. Bisa melalui laptop, tablet, ataupun hanya di sebuah hp. 

Ingin berkirim sebuah tulisan pun tidak seribet zaman dulu. Tidak perlu pergi kekantor pos, dan mengirimkannya, melalui kilat khusus atau biasa, dengan cara ditimbang, ataupun dibubuhi dengan beberapa prangko.

Sekarang menulis sebuah buku, kemudian menerbitkannya tidak sesulit dulu. Cukup mengirimkan file tulisan melalui email ataupun WA, tulisan sudah sampai ke penerbit. 

Bahkan, yang paling mudah menjadi penulis sekarang, adalah menulis di Kompasiana. Bisa melalui hp, laptop, ataupun tablet. Tulis secara online, selesai, langsung terbitkan.

Ada berbagai event, yang berhadiah sampai puluhan juta. Ada juga K-Reward, yang mendapatkan honor hasil tulisan, yang dihitung berdasarkan banyaknya pembaca setiap bulannya.

Untuk mendapatkan K-Reward, homorium yang dikirimkan melalui aplikasi Gojek, berupa dana Gopay. Dengan persyaratan terpenuhi, sudah mendapatkan 25.000 pembaca, 50 Artikel, dan 100 komentar, di artikel tulisan, oleh sesama Kompasianer, dan yang terpenting Akun kompasiana, sudah terverifikasi dan validasi berwarna contreng hijau.

Mencoba menulis Buku

Saat menjadi guru, pertama kali sebagai cpns ditugaskan di daerah transmigrasi, tinggal di sebuah kampung yang serba dengan keterbatasan. Waktu banyak dihabiskan, untuk mengajar, dan memenuhi kebutuhan hidup, yang susah air, tidak adanya listrik.

Sehingga, ditengah serba keterbatasan lainnya, tidak berarti berhenti menulis. Menulis, tetap setiap hari dituangkan di buku diary.Walaupun banyak juga, tulisan yang hilang, dan di bakar. Karena kondisi tempat tugas, yang berpindah-pindah.

Namun, dengan berbagai pengalaman yang telah dirasakan, dan dialami secara nyata selama menjadi guru di transmigrasi, dan daerah terpencil. Menjadi bahan yang berharga, untuk dituangkan ke dalam tulisan, dan membuatnya menjadi sebuah buku (*)

Samarinda | 21 Juli 2022 | Riduannor, S.Pd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun