Ada cerita seorang teman, yang dulunya sama-sama diangkat menjadi guru pns di wilayah Kabupaten berau. Kemudian mengajukan pindah (mutasi), ke wilayah Kabupaten Bulungan, dan kabar terakhir, berpindah tugas lagi mengikuti suaminya yang saat ini bertugas di kabupaten malinau, yang merupakan wilayah pemekaran dari kabupaten Bulungan.
Seiring waktu, masyarakat yang tinggal dipesisir utara, dan bagian utara Kaltim, merasa tertinggal jauh baik dari segi infrastruktur, pendidikan, dan berbagai sendi kemasyarakatan lainnya.
Kemudian, dimunculkan wacana, oleh masyarakat daerah di wilayah utara, adanya pembentukan provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada tahun 2000.
Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya provinsi Kaltara, secara resmi terbentuk sejak di tandatanganinya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012, yang disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dari hasil terbentuknya pemekaran propinsi Kaltara, memunculkan 5 wilayah administrasi yang terdiri atas 1 kota dan 4 kabupaten. Yaitu : Kota Tarakan, kabupaten bulungan, kabupaten Malinau, kabupaten Nunukan, dan kabupaten tanah tidung.
Hanya satu kabupaten, yang kedudukannya juga berada di wilayah utara, yang tidak mau bergabung dengan Kaltara, yaitu Kabupaten Berau.Â
Karena merasa kedekatan historis, dan keuntungan lainnya dari segi ekonomi, dan kepentingan lainnya dari kabupaten berau. Akhirnya Kabupaten berau, tetap memilih untuk bergabung dengan Kalimantan timur (Kaltim).
Seorang teman guru, yang saat ini bertugas di kabupaten Malinau, sebut saja Ibu N, dari kabupaten berau, kemudian berpindah kebulungan, dan sekarang di nunukan, sudah mengabdikan diri menjadi PNS Guru selama 25 Tahun.
Ketika bertemu, disuatu kesempatan di Kota Samarinda, karena Ibu N, memang berasal dari Samarinda. Waktu pertama tugas sebagai guru cpns, kami sama-sama ditugaskan di kabupaten berau.Â
Ibu N, sedikit beruntung ketimbang saya waktu itu. Dia dinota dinaskan menjadi guru cpns, dipinggiran desa, yang tidak jauh dari ibukota kabupaten berau. Hanya berjarak beberapa kilometer saja, dan berada di desa transmigrasi.
Sementara, saya ditugaskan juga di daerah transmigrasi, yang lumayan jauh sekitar 120-150 Kilometer, dari ibukota kabupaten berau. Beberapa tahun kemudian, setelah bertugas di berau, ibu N mengajukan mutasi ke bulungan dengan alasan ingin menikah dengan seorang guru juga yang bertugas disana.
Karena alasan menikah, permohonan mutasinya kekabupaten paling ujung utara, kaltim, di setujui oleh Kepala Dinas Pendidikan. Dan satu waktu, memang ada keinginan ibu N, bersama suaminya yang juga orang Samarinda. Akan mengajukan mutasi kembali ke kota Samarinda, untuk mendekati orang tua mereka yang sudah sepuh, dan sakit-sakitan.Â
Dan juga ingin mendekati keluarga besarnya di Kota Samarinda. Sejak di cetuskannya Otonomi Daerah (Otda), untuk seorang guru mengajukan perpindahan (mutasi), sangat sulit.Â
Ketika guru masih berstatus pegawai pusat, untuk mengurus perpindahan berdasarkan persetujuan pusat juga, yaitu mengurusnya di kantor Gubernur, pada waktu itu.Â
Tapi semenjak terjadinya perpindahan sistem pemerintahan, menjadi otonomi daerah. Semua urusan mutasi, harus mendapatkan persetujuan antara bupati dengan bupati yang menerima, atau bupati dengan walikota yang menerima.
Sehingga, daerah yang menerima, bersedia untuk menggaji guru yang pindah tersebut. Disinilah letak, sulitnya seorang guru pns mengajukan mutasi.Â
Daerah yang menerima, harus bisa menganggarkan gaji guru pns yang bersangkutan. Ini baru perpindahan antar kabupaten/ kota yang masih satu propinsi.
Bagaimana perpindahan Guru pns yang berbeda propinsi?
Disinilah letak permasalahannya, seorang guru pns yang mengajukan mutasi berbeda propinsi, harus mendapatkan nota persetujuan antar gubernur yang melepas, dengan gubernur yang menerima.Â
Bisa saya rincikan, yang harus dilalui oleh ibu N, kalau dia ingin mutasi bersama suaminya, ke ibukota Samarinda, yaitu :
- mendapatkan rekomendasi dari Kepala Sekolah, tempatnya mengajar untuk mutasi ke daerah tujuan.
- mendapatkan rekomendasi dari Kepala Dinas untuk mengajukan mutasi ke daerah tujuan.
- mendapatkan Surat Keputusan (SK), dari Bupati dari asal, untuk mengajukan mutasi ke daerah tujuan.
- mendapatkan rekomendasi dari BKD Propinsi asal, untuk mengajukan mutasi ke daerah tujuan.
- mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Gubernur propinsi asal, untuk mengajukan mutasi ke daerah propinsi tujuan.
- mendapatkan rekomendasi dari Kepala sekolah tujuan, siap menerima di sekolah yang bersangkutan.
- mendapatkan rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan Kab/ Kota, siap menerima guru yang bersangkutan.
- mendapatkan SK siap menggaji dari BKD yang di tanda tangani oleh Bupati/walikota tujuan.
- mendapatkan rekomendasi BKD provinsi tujuan, siap menerima pegawai yang bersangkutan.
- mendapatkan SK Pemberhentian, dan penghentian gaji yang bersangkutan dari daerah asal.
- mendapatkan SK pengangkatan kembali sebagai PNS, dari daerah tujuan.
- mengaprahkan SK Gubernur, kabupaten/kota tujuan, untuk aprahan gaji pegawai di daerah tujuan.
Dari sini, seorang teman yang bersama suaminya, yang bertugas sudah berbeda propinsi dengan kampung halamannya, karena pemekaran wilayah kabupaten/kota dan provinsi menjadi tipis harapan.
Begitu berliku-likunya urusan, sangat sulit rasanya disetujui, dan harapan daerah propinsi yang dituju bisa menganggarkan penggajiannya. Apalagi ini statusnya suami isteri.
Dan juga, ditambah aturan baru, bila seorang guru berpindah tugas keluar daerah, harus bisa mencarikan penggantinya juga yang sama pns. Tentu, tambah memperberat urusan mutasi.Â
Dari tulisan ini, saya hanya ingin memberikan sedikit gambaran, bahwa untuk mutasi seorang guru tidak semudah dulu. Karena ini menyangkut urusan kesiapan anggaran gaji daerah yang bersangkutan.Â
Walaupun, Ibu N dan suami juga sudah mengabdi menjadi guru pns selama 25 tahun, tapi urusan mutasi tidak bisa lagi dengan hanya lamanya masa pengabdian di daerah tertentu.
Setiap tahun Ibu N dan suami bersama keluarganya, pulang ke kota Samarinda. Dan ketika ketemu, bercerita tentang keinginan mereka suatu saat bisa mutasi, mungkin tertinggal hanya harapan bisa kembali ke kota Samarinda beserta keluarganya, dan menetap disini, kalau sudah pensiun. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI