Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Guru Honorer Jadi Outsourcing, "Biar Sejahtera?"

10 Juni 2022   20:16 Diperbarui: 11 Juni 2022   08:39 3296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu guru honorer yang ada di SDN Babakan, Kecamatan Cibeureum, Sukabumi, Jawa Barat. Foto: Kompas.com/Budiyanto

Wacana penghapusan tenaga honorer, ditahun 2023, juga membuat para guru gundah gulana. Terutama, yang mengabdikan diri di sekolah negeri. Harapan bisa menjadi guru PNS, makin tipis. 

Memang banyak guru yang mengabdi  di sekolah negeri sebagai tenaga honorer, walaupun dibayar  dengan gaji yang kecil. Jauh dari UMR, dibayarkan gaji dari  dana Bantuan Operasional Sekolah Nasional (BOSNAS), dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), sesuai dengan kemampuan sekolah. Terkadang dibayar 2 bulan sekali, terkadang juga 3 bulan sekali. Merekapun rela, dan ikhlas mengajar.

Gaji sebagai guru honorer, bervariasi. Paling tinggi, rata-rata Rp. 1 juta, paling rendah bisa Rp. 150 ribu-Rp.500 ribu. Makin banyak guru honorernya di suatu sekolah negeri , maka akan terjadi pemangkasan lagi. Gaji diturunkan oleh Kepala Sekolah. Karena belanja pegawai di sekolah negeri, diijinkan antara 15-20 persen.

Pada masa pandemi covid-19, di juknis BOSNAS, sekolah diperbolehkan menggaji guru honorer sampai 50 persen, dari dana BOSNAS yang diterima sekolah. Dengan persyaratan sudah mempunyai NUPTK, dan terdaftar di dalam Dapodik sekolah. 

Setelah normal kembali, belanja pegawai dikembalikan kepada formula semula yaitu 15-20 persen dari dana BOSNAS yang diterima sekolah pertahunnya. Bila sekolah berani menggaji, diluar ketentuan bisa berpotensi menjadi temuan oleh BPK, dan Sekolah berisiko mengembalikan uang negara.

Sejak 2021, Pemerintah sudah membuka sistem perekrutan guru honorer melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), 1 juta formasi guru berstatus PPPK. Kebijakan ini merupakan Keputusan bersama antara Kemendikbud, Kemenpan RB, dan BKN.

Keputusan tiga kementerian ini, didasarkan kepada Peraturan pemerintah (PP) Nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK. Hal ini tentu memupuskan harapan sebagian guru honorer yang berstatus K2, sisa guru honorer yang tidak terangkat menjadi CPNS, karena ada persyaratan yang tidak terpenuhi. Dan sebagian sudah berusia tua, tinggal beberapa tahun lagi pensiun, kalau jadi PNS Guru.

Apa beda guru PPPK, dan Guru PNS di Sekolah Negeri?

Guru PPPK memang identik dengan "Outsourcing," karena sama-sama menggunakan perjanjian kerja. Atau sistem kontrak, dan akan diperpanjang setiap tahunnya. 

Persamaannya, baik guru PPPK maupun guru PNS, sistem penggajiannya sama. Guru PPPK digaji berdasarkan grade, dengan pendidikan S1, berada di Grade sembilan, setara dengan golongan 3A, pada guru PNS. Tidak ada perbedaan. Gaji bisa dikatakan setara UMR, beberapa kali lipat ketimbang gaji guru honorer yang diambil dari dana BOSNAS dan BOSDA. 

Perbedaannya, hanya guru PPPK tidak menerima dana pensiun, layaknya guru yang PNS. Kalau dari segi kesejahteraan guru, lebih membaik ketimbang menjadi guru honorer. 

Selain itu guru PPPK, tidak bisa mengajukan mutasi (perpindahan tugas), ke daerah lain, baik lintas kabupaten, kota, ataupun propinsi, seperti halnya guru PNS. Karena, guru PPPK, layaknya Outsourcing, terikat perjanjian dan kontrak  pemerintah daerah pertama kali mengangkatnya. 

Kalau berpindah tempat tugas, tentunya perjanjian kerja, dengan pemerintah daerah akan berakhir. Bagi sebagian pihak kebijakan ini terkesan mendiskriminasikan profesi guru. 

Namun, sisi baiknya, pemerintah daerah tidak perlu lagi mengurus perpindahan tugas guru, yang mau mengajukan surat pindah tempat kerja. Dan distribusi guru di daerah yang jauh dari kota tempat mengajarnya, tidak menjadi kosong, karena gurunya mengajukan pindah. Dan pada akhirnya, terjadi keseimbangan guru di daerah secara nasional.

Guru PPPK, memang sama dengan sistem Outsourcing, tapi guru tidak bisa disamakan dengan jenis pekerjaan outsourcing lainnya. Karena profesi guru bukan bersifat sementara, dan musiman, dan seperti tenaga struktural. Dengan mudah, diberhentikan, dan diganti dengan yang lain. 

Guru PPPK juga menerima tunjangan keluarga, asuransi kesehatan, seperti halnya guru PNS. Jadi, dari segi kesejahteraan memang tidak ada perbedaan.

Guru mempunyai tugas utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sesuai dengan UU Nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1. 

Memang posisi sebagai guru PPPK, dari segi kesejahteraan sudah setara gajinya dengan PNS Golongan 3A baru diangkat, dan tunjangan lainnya pun tidak berbeda. 

Namun, sistemnya yang outsourcing, bisa saja guru PPPK tidak diperpanjang kontraknya, layaknya outsourcing lainnya. Hal ini pula yang menjadi tanda tanya besar bagi guru PPPK.

Guru PPK mempunyai perjanjian kontrak layaknya perusahaan swasta. Guru PPPK dikontrak selama minimal setahun, dan diperpanjang paling lama 30 tahun, tergantung kondisi.

Hanya saja, dari segi seleksi penerimaan guru PPPK, yang diadakan oleh pemerintah. Ketika, peserta yang dinyatakan lulus, dan mengetahui formasi tempat tugas yang jauh dari tempat tinggalnya. Bisa terjadi pengunduran diri. Dan pemerintah daerah menjadi rugi, karena formasi tidak terisi, dan kosong sampai tahun depan.

Dan yang menjadi pertanyaan juga, guru PPPK yang juga sistem outsourcing ini, akan bisa memenuhi kuota formasi daerah, yang ditugaskan di pelosok pedalaman. Dan guru PPPK yang ditugaskan, bisa berhenti kapan saja, kalau tidak betah, dan berpindah tugas dari pelosok pedalaman?.  Apa ada jaminan sistem Guru PPPK membuat guru honorer yang lulus tidak mengundurkan diri, karena tempat tugasnya jauh. Sedangkan tetap bertugas disana hanya sebagai tenaga " Outsourcing?".(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun