Ada perubahan paradigma guru dari pahlawan tanpa tanda jasa yang dilabelkan oleh orde baru (orba), dan berubah menjadi Insan cendekia setelah orde reformasi bergulir.
Dulu di era orba, seorang guru mudah untuk mengajukan kenaikan pangkat. Hanya cukup mengumpulkan berkas-berkas utama kepegawaian, seperti SK pangkat, SK Penetapan Angka kredit (PAK), dan sertifikat yang didapatkan selama mengajar dari pelatihan, workshop, seminar, diusulkan ke dinas pendidikan. Kemudian diproses ke BKD dengan masa kerja 2,5 Â tahun sejak tamat SK, sudah bisa usul kenaikan pangkat. Tinggal tunggu, beberapa bulan berikut terbit SK.Â
Guru mengajukan kenaikan pangkat setahun ada dua kali periode. Periode pertama di bulan April, dan periode kedua di bulan Oktober di tahun berjalan.Â
Dengan sistem ini, banyak guru-guru di zaman orba yang pangkatnya mencapai golongan IV/A, IV/B, bahkan IV/C. Karena setiap 2,5 tahun, cukup fotokopi berkas-berkas, diusulkan, kemudian naik pangkatnya.
Bagaimana dengan sekarang?
Sekarang, banyak para guru yang mengeluh. Naik pangkat  tidak cukup fotokopi berkas-berkas saja. Bahkan, ditemukan di sebuah sekolah, seorang guru tidak naik pangkat sampai 12-13 tahun, dan hanya berada di golongan 3A.Â
Makin tinggi, jenjang tingkatan golongannya, makin banyak prasyarat yang dipenuhi supaya bisa naik pangkat ke jenjang berikutnya.
Kenaikan pangkat guru sekarang diatur berdasarkan PermenPANRB No.16 tahun 2009 yang berisi mengenai jabatan fungsional guru dan angka kreditnya.
Untuk bisa mendapatkan kenaikan pangkat, guru harus memenuhi angka kredit kumulatif minimal dan angka kredit per jenjangnya.Â
Dan masa kerja paling sedikit 4 tahun sejak TMT. Tidak bisa lagi 2,5 tahun atau 2 tahun seorang guru bisa naik pangkat. Walaupun nilai angka kredit mencukupi, namun jika masa kerja belum 4 tahun, tidak bisa juga langsung pangkat yang diusulkan terbit. Harus minimal 4 tahun dulu. Di sinilah letak perbedaannya.
Apa yang terjadi saat musim naik pangkat guru?
Saat periode kenaikan pangkat dibuka, banyak guru yang mengajukan usulan. Misalnya saja dari 200 yang mengajukan usulan kenaikan pangkat ke dinas pendidikan, setelah penilaian dari tim penilaian angka kredit, paling yang bisa lanjut 20-30 orang yang bisa naik pangkat. Sedangkan yang lain, berbagai catatan. Ada yang kurang Pengembangan Diri (PD), Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang nilainya kurang, atau nilai publikasi ilmiahnya yang kurang.
Publikasi ilmiah terdiri dari karya inovatif, Penelitian Tindakan Kelas (PTK), ataupun menulis artikel ilmiah di surat kabar harian di tingkat lokal maupun nasional. Dan PTK yang dibuat diterbitkan di Jurnal ilmiah.
Semua karya tentunya harus original, dan tidak mengandung plagiarisme. Dan sebuah PTK harus benar karya sendiri, mengandung kelengkapan mengajar, foto-foto saat penelitian, dan dokumen seminar yang lengkap termasuk dokumentasi foto seminar.
Sampai di sini, memang banyak para guru yang terhambat kenaikan pangkatnya. Bahkan berulang-ulang diusulkan, masih juga nilainya nol. Kalau tidak mencukupi nilainya, maka seorang guru hanya menerima PAK apelan.Â
Penetapan Angka Kredit (PAK) apelan memuat nilai yang didapatkan oleh seorang guru minimal 4 tahun berjalan, yang memuat nilai penunjang utama terdiri dari pendidikan, kegiatan pembelajaran/bimbingan (guru BK) dan tugas lain di sekolah.Â
Dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan terdiri dari sertifikat diklat fungsional seperti seminar, workshop, bimtek yang dilaksanakan secara kolektif.Â
Kegiatan ini merupakan bagian pengembangan diri yang dibuat dalam satu laporan, terdiri dari deskripsi laporan pengembangan diri, sertifikat dan surat tugas, bisa ditambahkan absensi dan dokumentasi foto sebagai pelengkap.Â
PD berjenjang bisa mendapatkan minimal 4 sertifikat dengan jam 32 JP untuk mendapatkan nilai 1 angka kredit. Jadi per jenjang kenaikan pangkat seorang guru minimal mengumpulkan 4 angka kredit dari unsur PD.
Membuat publikasi ilmiah berupa laporan PTK dengan nilai 4 Angka kredit (AK).Â
Artikel ilmiah, menulis di media masa maka nilai 1,5 AK per artikel, dan jurnal ilmiah, nilai 2 AK. Dan juga bisa menulis buku yang mendapatkan ISBN.Â
Menulis buku pelajaran yang ber ISBN angka kreditnya 3. Modul yang diajarkan ke siswa nilai 1 AK.Â
Menulis buku di bidang Pendidikan yang memiliki ISBN berpotensi mendapat 1,5 AK.Â
Buku terjemahan mendapatkan nilai 1 AK. Buku seni yang diterbitkan ber ISBN berpotensi mendapatkan nilai 4 AK. Untuk karya seni sederhana bisa mendapatkan nilai 2 AK.Â
Membuat alat peraga, karya sains/teknologi dengan katagori kompleks 4 AK, sedangkan yang sederhana 2 AK.Â
Dari unsur penunjang terdiri dari memiliki gelar atau ijazah yang tidak relevan dengan bidang yang diampu, membimbing PKL, pengawas ujian, menjadi anggota organisasi profesi seperti PGRI dan IGI, menjadi anggota aktif dan pengurus aktif kegiatan Pramuka.Â
Menjadi bagian tim penilai angka kredit, memperoleh penghargaan atau tanda jasa, seperti setya lencana 10, 20, 30 tahun.Â
Setya lencana persepuluh tahun mendapat 1 AK. Sedangkan dari unsur keanggotaan organisasi, dan kegiatan nilainya nol koma yang dibuktikan dengan SK, sertifikat, Kartu Tanda Anggota (KTA).Â
Perbedaan paradigma guru zaman orba dan reformasi yang mendasar adalah dari segi pendekatannya.Â
Zaman dulu, menggunakan pendekatan administratif yang penting siapkan SK, ijazah, sertifikat, diusulkan, maka tinggal tunggu naik pangkat. Sekarang melalui pendekatan proses, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
Jadi tidak ada lagi yang namanya naik pangkat otomatis, seperti layaknya PNS struktural yang bila 4 tahun pasti akan naik pangkatnya. Bagi guru bila tidak memenuhi prasyarat sesuai jenjang angka kredit, bisa dipastikan sampai pensiun tidak akan naik pangkat. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H