Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Lahir Pancasila 2022, Tenggang Rasa, "Tepo Seliro" Nilai Luhur Pancasila yang Mulai Terkikis Media Sosial?

1 Juni 2022   10:55 Diperbarui: 3 Juni 2022   17:40 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Derasnya serbuan media mainstream, dan pengaruh globalisasi, interaksi dan toleransi masyarakat mulai dirasakan terkikis. Tenggang rasa, "Tepo seliro," yang merupakan kearifan lokal yang menjadi nilai-nilai luhur Pancasila, di Buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang menggunakan Kurikulum 1975, diajarkan di Sekolah Dasar.

Dulu, sangat terasa kehangatan pergaulan dan interaksi masyarakat yang langsung terlihat dan dipraktikkan di dalam kehidupan sehari-hari. Disekolah pun penanaman nilai luhur sikap tenggang rasa,"Tepo Seliro," benar-benar ditanamkan oleh guru kepada siswa. 

Pengalaman saya sendiri, ketika di Sekolah Dasar waktu itu, bagaimana seorang guru langsung mengajak teman-teman sekelas, untuk menjenguk teman yang sakit. Tanpa memandang status, agama, dan suku. Keakraban yang dibentuk oleh guru dengan penanaman Pendidikan Moral Pancasila (PMP) bukan hanya slogan.

Waktu itu, sangat terasa, suasana dan keakraban sebagai warga negara yang berbeda. Kegiatan gotong-royong, membuat rumah ibadah, membangun jembatan, memperbaiki jalan yang rusak, dikerjakan secara bersama oleh masyarakat bahu membahu.

Disekolah pun, saya ingat betul ketika hari besar keagamaan, saling kunjung mengunjungi teman yang berbeda agama dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya sangat kagum dengan guru saya, yang waktu SD beliau adalah guru mata pelajaran PMP, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, namun semua membumikan nilai luhur Pancasila, kedalam hati muridnya, kalau kita harus bisa bertenggang rasa, menghargai, dan menghormati, dengan siapapun yang berbeda keyakinan, warna kulit, suku dan budaya.

Tenggang rasa (tepo seliro), merupakan kearipan lokal dalam masyarakat jawa, yang kemudian menjadi nilai luhur pancasila. Menjunjung tinggi rasa tenggang rasa bukan saja menjadi hal penting dalam mewujudkan harmoni kehidupan, namun menjadikan setiap diri juga mencapai martabat yang baik di hadapan manusia dan Tuhannya.

Bagaimana dengan Sekarang sikap tenggang rasa,"tepo seliro," tersebut?

Diakui atau tidak, perlahan terjadi degradasi sikap tenggang rasa ditengah masyarakat. Sikap individualistis, dan menurunnya sikap toleransi mulai terkikis perlahan.  Pertentangan tajam sering terjadi di media sosial. Memberi label satu sama lain, dengan kata-kata yang tidak memanusiakan harkat dan martabat, sebagai makhluk Tuhan yang mulia.

Jurang dan skat, perbedaan semakin meluas diberbagai sendi kehidupan di masyarakat. Adanya oknum yang menghakimi dan memperkusi satu individu, atau golongan yang lain, merupakan bagian salah satu indikasi bahwa sikap tenggang rasa," tepo seliro," bangsa kita mulai meluntur?.

Dimedia Sosial, sering kita temui status, opini, twett, yang bisa menjadi produsen perpecahan, dan perbedaan pandangan, yang berujung pada saling menghina, menghujat, mencela, dan mencaci maki, bahkan pembunuhan karakter seseorang sering kita temukan. Apakah ini budaya luhur, dan nilai kearipan lokal bangsa Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun