Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seni Memahami Karakter Generasi Z bagi Orangtua

30 Mei 2022   20:27 Diperbarui: 2 Juni 2022   16:36 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memahami anak (Sumber: shutterstock)

"Generasi Z atau Gen Z, dikenal juga dengan generasi yang lahir usai era generasi milenial. Generasi Z merupakan kelompok yang lahir dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi. Generasi ini memiliki karakter dan ciri-ciri yang berbeda dengan generasi sebelumnya,"

Generasi Z adalah generasi peralihan dari generasi Y saat teknologi mulai berkembang pesat. Generasi ini disebut juga sebagai Gen Z atau i-generation. Generasi ini termasuk generasi up to date terhadap isu yang tersebar di media masa dan internet.

Kehidupan gen Z tidak lepas dari internet, karena mereka lahir dan tumbuh di tengah perkembangan teknologi. 

Gen Z juga dikenal sebagai generasi yang mahir dalam mengoperasikan internet baik untuk hiburan, belajar, atau bekerja.

Ciri-ciri khusus Generasi Z

Ilustrasi generasi Z sedang melakukan pembuatan flm (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi generasi Z sedang melakukan pembuatan flm (Dokumentasi pribadi)

"Selain karakteristik yang agak beda dengan generasi sebelumnya, gen Z memiliki beberapa ciri khusus yang membuat mereka mudah dikenali. Sebagai orangtua, kita perlu mengetahui seni memahami karakter gen Z tersebut"

Ilustrasi Raihan (Siswa SMK Multimedia), akses internet (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi Raihan (Siswa SMK Multimedia), akses internet (Dokumentasi pribadi)

1. Tidak bisa lepas dari ponsel pintar dan internet

Ponsel dan internet, adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari gen Z. Orangtua terkadang dibuat kesal, karena ditangan mereka selalu dibawa ke mana-mana yang namanya HP. Diminta ortu, bantuan terkadang agak lambat responnya. 

Namun sebagai orangtua, kita memerlukan seni memahami karakter anak gen Z. Gen Z cenderung tidak menyenangi perintah yang memaksa, harus mengikuti. 

Pola-pola pendekatan zaman dulu, sudah mengalami perubahan yang tidak bisa lagi diterapkan sepenuhnya pada generasi Z.

Ilustrasi Siswa SMK Multimedia membuat film (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi Siswa SMK Multimedia membuat film (Dokumentasi pribadi)

Generasi Z sangat mahir menggunakan media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, Whatsaap, dan berbagai media sosial lainnya. 

2. Generasi Z umumnya memiliki orangtua dari generasi X

Kebanyakan, gen Z lahir dari orangtua generasi X atau generasi yang lahir di era 1967-1979. Generasi X lahir sebelum teknologi tercipta. Paling banter, di generasi X sebagian mengalami yang namanya komputer yang masih menggunakan aplikasi word, excel yang disimpan di CD. 

Hanya sedikit, yang bisa menggunakan komputer setelah mengikuti lembaga kursus komputer. Setelah teknologi berkembang dengan pesat saat ini, gen X tetap bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada.

3. Memiliki pengetahuan finansial yang baik

Gen Z memiliki orientasi finansial yang jelas. Gen Z juga menyadari pentingnya menabung dan investasi di masa yang akan datang. 

Populasi gen Z di Indonesia cukup banyak. Dari hasil sensus BPS tahun 2020 dilaporkan bahwa ada 74,93 juta gen Z di Indonesia atau sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia.

Generasi Z saat ini diperkirakan berusia 8-23 tahun. Sebagian besar gen Z belum masuk usia produktif. Namun, sekitar tujuh tahun yang akan datang, mereka masuk usia produktif. 

Saya, sebagai orangtua yang dilahirkan di gen X, mempunyai 2 orang anak dari gen Z. Satu masih SD, dan satunya sudah duduk di bangku SMK. 

Ketika memasuki PPDB, saya menawarkan kepada anak untuk masuk SMA. Setelah lulus, masuk fakultas keguruan, dan bila lulus kuliah S1 bisa menjadi guru.

Jadi guru, bisa jadi ASN. Karena guru, tidak terkena penghapusan PNS, karena seorang guru tenaganya tidak bisa digantikan oleh robot. Karena bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik, yang berfungsi membentuk karakter akhlak dan moral anak yang berjiwa Pancasialis.

Bagaimana, jadinya kalau anak diajarkan oleh sebuah robot. Mungkin robot bisa mengajar, tapi tidak bisa mendidik, membentuk akhlak dan moral Pancasila. Itu sebabnya tidak bisa digantikan oleh tenaga robot, karenanya guru tetap diperlukan sampai kapan pun. 

Berbagai pendekatan saya lakukan, dengan memberikan pengertian tanpa memaksa. Ditawarkan juga masuk di SMK Kehutanan, dan bila lulus bisa jadi polisi hutan, ataupun ASN Kehutanan.

Selain itu saya tawarkan masuk di SMK kesehatan, jurusan Farmasi, atau perawat. Nanti lulus, bisa lanjut S1 farmasi, ataupun keperawatan. 

Sebagai orangtua, tentu berkeinginan anaknya memiliki masa depan yang baik, mudah mendapatkan pekerjaan. Dan di masa tua yang bisa terjamin saat pensiun. 

Tapi apa jawabannya?

Semua tawaran tersebut di tolak secara halus, dengan memberikan penjelasan sesuai keinginannya dan cita-citanya. 

" Pak, saya tidak mau jadi guru, karena tidak berbakat menghadapi anak-anak. Susah bicara, di depan murid. Pokoknya gak bisa masuk kuliah jadi guru," Kata Raihan, nama anak saya.

"Lalu mau jadi apa, masuk SMK Kehutanan mau? Lulus bisa jadi polisi kehutanan," jelasku.

"Atau di SMK Kesehatan, ambil jurusan farmasi atau perawat. Nanti lulus, bisa jadi apoteker, atau tenaga keperawatan, bisa jadi manteri desa, atau bisa juga bekerja di puskesmas ataupun rumah sakit," jelasku pada anak.

Lalu dia memperlihatkan HP-nya, dan menunjukkan website sebuah SMK yang memuat jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ), Rekayasa perangkat lunak, dan Multimedia.

Saya terdiam, rupanya tidak ada satu pun yang ditawarkan membuat anak saya tertarik. Padahal jurusan-jurusan tersebut, mempunyai prospek ke depan dari segi pekerjaan merupakan favorit bagi anak-anak zaman saya dulu masih SMA.

Akhirnya, saya sebagai orangtua mendukung keinginannya masuk SMK komputer, dengan mengambil jurusan Multimedia. 

Ternyata saya kaget juga, sambil sekolah dia bisa menghasilkan uang 3-5 juta per bulan dari hasil channel Youtube berbasis game. Atau membuat aplikasi, atau akun game yang dijual belikan secara online.

Bersama temannya, sering mengikuti lomba pembuatan film pendek, dan berbagai kegiatan berbasis sosmed online. 

Sambil sekolah, sudah bisa membiayai belanja buat jajan di sekolah, dan keperluan lainnya, tanpa harus meminta uang dengan orangtua.

Memang zaman sudah berbeda

Sebagai orangtua kita tidak bisa lagi memaksakan kehendak sesuai dengan kemauan yang diinginkan orangtua. Seperti halnya kita dulu. Bila menolak kemauan orangtua, malah tidak di sekolahkan sama sekali.

Orangtua di zaman gen Z, hanya lebih bagus "Tut wuri handayani", memberikan dorongan dari belakang, memberikan dorongan dan arahan. Dan memberikan motivasi, untuk menekuni pilihannya supaya sukses di masa depan, tanpa harus mengikuti pilihan orangtua.

Langkah bijak, merupakan seni orangtua memahami karakter anak generasi Z

1. Pengawasan penggunaan media sosial: gen Z merupakan kelompok yang sangat masif menggunakan media sosial. 

Orangtua terus memantau dan mengawasi perkembangan anak menggunakan media sosial agar tidak terpapar dampak negatif internet, dan berbagai paham radikalisme dan pornografi, maupun porno aksi.

2. Menjaga komunikasi yang baik dengan anak: Menjadikan anak sebagai teman dan sahabat, sehingga anak memiliki keterbukaan dengan orangtua ketika mereka buntu dalam menghadapi suatu masalah.

3. Mendukung pola pikir global dan realistis lokal: gen Z memiliki pemikiran global. Hal ini disebabkan gen Z terpapar internet, yang dapat menghubungkannya dengan orang seluruh dunia. 

Orangtua bisa memberikan pemahaman kepada anak kita hidup bukan hanya di dunia maya, dengan sisi positif dan negatif. Tapi anak juga diberikan pengertian bahwa kita hidup didunia nyata, yang memerlukan tegur sapa, sopan santun, dan bergotong royong dengan tetangga, dan masyarakat sekitar.

4. Membantu anak menemukan identitas diri: Pola pikir gen Z terbuka dan menerima berbagai perbedaan. Sehingga gen Z sulit mendefinisikan dirinya. 

Berbeda dengan gen X, Y, atau di bawah lagi para orangtua kita yang mendefinisikan dirinya berdasarkan ras, agama, hingga orientasi seksual. Sementara gen Z tidak memiliki indikator, untuk menemukan jati dirinya. Sehingga peran orangtua membentuk gen Z berkualitas, sangat penting sekali bagi gen Z menemukan identitas dirinya.

Melakukan wawancara dengan Kadis Komunikasi dan informatika Provinsi Kalimantan timur (Dokumentasi pribadi)
Melakukan wawancara dengan Kadis Komunikasi dan informatika Provinsi Kalimantan timur (Dokumentasi pribadi)

Kesimpulan:

" Generasi Z merupakan generasi penerus untuk kemajuan bangsa sepuluh tahun ke depan, itu sebabnya peran orangtua mewarnai tumbuh kembang karakter anak gen Z, yang kebanyakan dari orangtua gen X, bisa mengarahkan, mendukung, dan menjadi teman dan sahabat yang baik anak sehingga menjadi manusia yang berakhlak mulia , dan bermoral pancasila. "

Penulis : Riduannor, S.Pd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun