Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Gegeran", Minyak Goreng

26 Mei 2022   11:30 Diperbarui: 26 Mei 2022   11:33 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak bedu, terdiam di meja kerjanya. Sambil menatap rak kayu yang berjejer panjang, dipakukan didinding. Diatasnya tersusun, minyak goreng plastik  1 liter dan 2 liter.

pikirannya membatin, " mengapa belum ada yang membeli barang satu kantongpun?," kata pak Bedu dalam hatinya.

Minyak goreng plastik sudah tersedia di warungnya, tapi satu kantongpun belum ada warga yang membelinya. Padahal sudah satu minggu Pak Bedu mendatangkannya dari kota. 

"Aduh, bisa rugi aku kalau minyak goreng ini tidak terjual, " sambil pak Bedu menarik napas panjang.

"Kalau tiba-tiba harga minyak goreng turun lagi keharga Rp.14.000 perliter, aku bisa rugi. Minyak goreng yang kubeli dari kota ini harusnya habis begitu datang beberapa hari kemudian," seloroh pak Bedu.

Dikampung Harapan Maju, hanya terdapat dua warung yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Warga yang tinggal di kampung ini jauh dari pusat kecamatan dan kota kabupaten. Kampung yang dulunya dikelilingi hutan, kini berubah dikelilingi kelapa sawit.

Sejak investor pengusaha kelapa sawit masuk di kampung harapan maju, warga kampung menerima tawaran Bos Budi, untuk menanam kelapa sawit di lahan mereka yang cukup luas. Dulunya, kampung ini adalah warga transmigrasi yang didatangkan dari berbagai daerah di jawa, plores, dan juga lombok. 

***

Semua kebutuhan sehari-hari warga, tersedia di warung Pak Bedu dan Bu sueb. Keduanya mendominasi perputaran roda ekonomi dikampung ini. Warga malas berbelanja ke Kecamatan, dan kota kabubaten karena jaraknya yang jauh. 

Sejak Minyak goreng langka, warga kampung harapan maju, juga terkena imbasnya. Warga kampung itu bingung, padahal di kampungnya penghasil kelapa sawit. Seharusnya minyak goreng berlimpah, tapi kok ini menjadi ikut-ikutan langka, dan harganya juga mahal.

Sekarang warga kampung tambah pusing, harga sawit mereka dibeli murah oleh bos Budi. Harga anjlok, sejak kran ekspor kelapa sawit dihentikan oleh pemerintah. 

Warga kampung harapan maju juga tambah pusing, harga minyak goreng di warung Pak bedu dan bu sueb, masih mahal. Yang bungkusan kantong plastik, 2 liter masih dijual 60 ribu. Sedangkan yang 1 liter 35 ribu. Karena beban biaya transportasi, pak bedu dan bu sueb mendatangkan migor dari kota, dihitungkan keongkos pengeluaran.

Namanya juga penjual, tidak mau tekor. Tentu harga normal, berbeda dengan harga jual. Harga migor yang sudah mahal, tambah licin lagi. Ongkos transportasi, ongkos makan diwarung pertengahan jalan.Di hitung prosentasi, harga jualnya oleh Pak Bedu dan bu Sueb.

Minyak curahpun, yang didatangkan dari kota masih lumayan harganya. Perliter masih diatas dua puluh ribu rupiah. Karena dihitungkan juga biaya transportasi dan uang makan selama perjalanan. 

Harga minyak goreng di kampung itu, ditentukan oleh Pak bedu dan bu sueb. Kedua warung di kampung itu menjadi penentu harga migor. Kepala kampung, dan sekkam pun dibuat pusing. karena beberapa kali warga demo, agar minyak goreng di kedua warung itu diturunkan sesuai ketentuan harga eceran tertinggi (HET) dari pemerintah. 

" Pak Kepala kampung, tolong harga minyak goreng di warung bu Sueb, dan Pak bedu di kontrol!," teriak bu badriyah.

"Betul!, betul!," teriak ibu-ibu lainnya, saat demo di depan kantor Kepala kampung. 

"Pokoknya Pak, kami mau harga minyak goreng mengikuti aturan Pemerintah. Sesuai HET, harga minyak goreng curah di jual Rp.14.000-15.000," sahut bu poimah. 

"Tong-tong, teng-teng," bunyi wajan dan sutil yang dipukulkan ibu-ibu yang demo sambil membawa peralatan masak mereka.

Sekitar 30 orang ibu-ibu berdemo didepan kantor kepala kampung harapan maju. Pak Kepala kampung dan dikelilingi stapnya, berusaha menenangkan warga. 

"jangan-jangan Pak sueb, dan bu Sueb, bagian dari kartel minyak goreng, Pak hansip, selaku keamanan kampung juga perlu bertindak!," teriak bu rossi sambil mengacung-acungkan sutil didepan muka pak hansip.

Gegeran, hampir saja terjadi. karena mengacungkan peralatan dimuka pak hansip, dianggap tidak menghargai Pak Bejo sebagai komandan hansip dikampung harapan maju. 

" Tenang dulu ibu-ibu, aspirasinya sudah kami terima. Dan kami akan mendatang warung bu sueb, dan pak Bedu, untuk membicarakan harga minyak goreng. Selain itu kami juga akan mendatangi Dinas koperasi dikota, untuk bekerjasama pengadaan minyak goreng. Dan nanti sepulang dari kota, kami akan mengadakan opkammigor," jelas Pak Kepala kampung.

"Apa itu Opkammigor, pak, kami kurang paham," tanya Bu badriyah.

" Itu kepanjangan Operasi Kampung Minyak goreng. Kami aparat kampung, akan mengadakan penjualan minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi minyak goreng curah yaitu Rp.14.000,- untuk mengatasi harga minyak goreng yang masih mahal," Jelas Pak Kepala kampung.

***

Kepala kampung beserta sekkam, mendatangi warung Pak Bedu dan bu Sueb, sekalian sidak ketersediaan migor dikampung tersebut. Pembicaraan aparat kampung dan pemilik kedua warung tersebut berjalan alot. Tidak ada titik temu dari pertemuan tersebut, karena baik Pak bedu dan bu sueb mau menurunkan harga migor sesuai HET dari pemerintah, tapi harus ada subsidi dari Kepala Kampung untuk mengganti biaya ongkos transportasi, dan biaya makan keduanya selama diperjalanan mendatangkan migor.

"Duit dari mana pak Bedu?," Saya juga sudah 3 bulan belum terima honor Kepala kampung," kata Kepala kampung.

" saya juga tidak mau rugi pak, kalau dijual sesuai harga eceran tertinggi, siapa yang menanggung biaya operasional mendatangkan migor dari kota. Saya ini penjual, tentu harus ada untung dan rugi," jawab pak bedu, sambil mengisap sebatang rokok kretek.

"Ambilan dari agen minyak curah, di kota seharga rp.15.000 perliter. Biaya angkut saya kekampung, naik truk sewa pak Darwis sekali berangkat Rp.500.000, PP sudah 1 juta pak," jelas Pak bedu.

"Lalu saya singgah di warung prasmanan "Ojo lali," satu piring makanan di hargai Rp. 30.000. Bolak balik, mampir diwarung tersebut jadi Rp.60.000,- . Itu sudah saya ambil makan di warung termurah pak Kepala kampung. Kalau saya singgah di warung padang " Salero bundo," tentu lebih mahal lagi pak," jelas Pak Bedu lagi.

Aparat kampung hanya terdiam, sunyi sesaat, mendengar penjelasan Pak bedu. Diwarung bu sueb penjelasannya juga tidak jauh berbeda. Kedua warung tetap bertahan dengan harga yang telah mereka tetapkan. 

Pak Kepala kampung tidak bisa berbuat apa-apa. Mau mensubsidi, sesuai permintaan Pak Bedu dan bu Sueb, juga tidak punya duit. Gajinya sendiri saja beserta aparat lainnya, honornya belum turun dari pemerintah Kabupaten. 

Waktu minyak goreng langka, minyak goreng di warung Pak Bedu dan bu Sueb juga ikut-ikutan langka. Satu kantongpun minyak goreng kemasan tidak ada tersusun di rak kayu warung keduanya. Karena HET yang ditetapkan sebesar Rp.14.000 perliter oleh pemerintah.

Tapi setelah menteri perdagangan mencabut aturan harga migor kemasan sederhana dan kemasan premium, minyak goreng kemasan 1 liter dan 2 liter berjejer rapi kembali dirak kayu warung bu sueb dan pak bedu. Berkilauan bagaikan emas memenuhi rak kayu warung yang beberapa hari yang lalu kosong.

***

Gegeran, terjadi berulang-ulang dikampung harapan maju. Hanya gara-gara minyak goreng, yang harganya masih licin, selicin isinya. Pak ramlan yang sebagai pengacara di kampung tersebut, alias pengangguran banyak acara, tambah pusing tujuh keliling dibuatnya.

Buat belanja, dari uang mengambil upah dikebun kelapa sawit, pak tandra sebesar Rp.70.000 perhari, habis tersedot untuk membeli minyak goreng saja. Pak ramlan bekerja sebagai tenaga harian, kadang membersihkan rumput-rumput yang meninggi, terkadang juga bongkar muat kelapa sawit yang dinaikkan ke truk. 

Kerjanya serabutan saja. Penting bisa jadi duit, apapun dilakoni oleh Pak Ramlan. Yang penting dapur bisa ngepul, dan anak isteri bisa makan. Sebenarnya Pak Ramlan sebagai warga transmigrasi mendapatkan jatah 2 hektar lahan. Sama seperti warga yang lain, namun lahan itu dijualnya buat pulang kampung ke jawa, buat ongkos. 

Karena di Jawa, Pak Ramlan juga tidak punya pekerjaan, akhirnya kembali lagi ke Kalimantan. Dan kembali kerumah yang dulu ditinggalinya. Memang lahan pertama tidak dijual semuanya, hanya sebagian, yang dijual semua hanya lahan kedua. 

***

Ilustrasi gambar : Poskota.co.id
Ilustrasi gambar : Poskota.co.id

Akhirnya Kepala Kampung mendapatkan 3 Drum minyak goreng curah murah dari Pemerintah Kabupaten.  1 Drum berisi 198 liter, dan kampung harapan maju mendapatkan jatah 3 drum migor.

" Cukuplah 3 drum minyak goreng ini, buat warga kita Pak," Kata Pak Kepala Kampung.

" Betul pak, lebih dari cukup, setiap warga bisa membeli 5 liter dengan harga jual perliternya Rp.12.500 Sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) dari pemerintah, harga ini cukup murah dibawah HET lagi," sahut Pak Sekkam.

"Syukurlah, kita bisa dibantu pemerintah Kabupaten. Pusing juga saya sebagai Kepala Kampung didemo terus oleh ibu-ibu, karena urusan minyak goreng," tampak Pak Kepala Kampung wajahnya berseri-seri, dan terasa lega. 

Usahanya mendapatkan jatah minyak goreng curah murah, tidak sia-sia. Dan Kepala kampung, keesokan harinya akan mengadakan operasi kampung migor. Pengumuman di sampaikan melalui pengeras suara yang dipasang di balai desa. Juga diumumkan melalui pengeras suara yang ada di masjid, dan juga gereja.

" Pengumuman, diberitahukan kepada seluruh warga kampung harapan maju, besok bisa berkumpul di Balai Desa atau Kampung. Akan diadakan penjualan Migor curah murah, dengan masing-masing KK mendapatkan 5 liter Migor," suara bergema di Aula balai desa. Pak Hansip mengumumkan, yang diperintahkan Kepala Kampung.

***

Jam 06.00 wita, warga sudah berkumpul di depan balai desa. Mereka bergerombol-gerombol banyak sekali. Sambil menunggu Pak Kepala Kampung, warga sambil ngobrol satu sama lain. Tampak warga tak sabaran.

Hanya saja ada yang aneh, gerombolan warga di halaman depan balai desa sangat banyak sekali. Melebihi jumlah warga kampung harapan maju. Cuman kebanyakan warga yang mengantre menggunakan masker. Sehingga wajah-wajahnya tidak dikenali. Memang warga yang mau membeli migor curah, di wajibkan menggunakan masker. Karena masih suasana masa pandemi covid-19, yang mengharuskan memakai masker ditempat keramaian.

Balai Desa pun tidak sanggup menampung  banyaknya pengantre migor yang akan di jual hari ini. Jam 07.00 wita, baru Kepala kampung beserta aparatnya datang. Operasi kampung migor pun dilakukan. Tapi penjualan migor tersebut, dalam tempo 1 jam habis, ludes tak bersisa. Yang tertinggal hanya drumnya saja.

Kepala Kampung dan Hansip, benar-benar bingung. 3 Drum migor yang didatangkan dari kota habis tak bersisa. Diluar perkiraan mereka. Mereka baru sadar, begitu banyak warga yang datang. Dari mana saja. 

" Pak Bejo, kok banyak betul warga yang membeli migor hari ini,?" tanya Kepala Kampung kepada Komandan hansipnya.

" Betul pak, kondisi tadi tak terkendali. Hampir terjadi gegeran lagi. Karena ada warga kita yang tidak kebagian.," Jelas Pak Bejo.

" Kok bisa tidak kebagian?," tanya Pak Kepala Kampung heran.

"Jangan warga kampung Pak, saya saja tidak sempat membeli minyak goreng yang dijual oleh ibu-ibu dan stap kampung, " jawab Pak Bejo.

Memang ada yang aneh, setelah para pembeli migor yang berjubel mengantre mendapatkan jatah migor 5 liter, langsung pergi. Dan warga yang bergerombol banyak tadi lenyap, tinggal hanya sedikit. Dan yang masih tinggal di balai desa, setelah mendapatkan jatah 5 liter migor adalah warga kampung harapan maju.

Bahkan agak siangan, masih banyak warga kampung harapan maju yang datang ingin mendapatkan migor curah meriah yang dijual di Balai Desa. Sementara migornya 3 drum sudah ludes tidak bersisa. Pak Hansip mencoba mencari tau, darimana warga yang banyak tadi mengantre minyak.

Warga kampung harapan maju pun tidak ada yang tahu, apa itu warga kampung atau bukan. Faktanya masih banyak  warga kampung harapan maju yang belum dapat. Pak Kepala kampung, sekkam, dan personel stap, serta hansip-hansip pada bingung semua. Diluar perkiraan. Semua jadi misteri.

Hanya menebak-nebak saja, apa warga yang mengantre tadi sebagian  adalah jaringan mafia migor dari kampung lain, yang sengaja disuruh ikut mengantre. Semua warga jadi " Gegeran," gara-gara minyak goreng curah yang dijual tidak kebagian. Pak Kepala Kampung pun berusaha menenangkan warganya, dan berjanji akan mendatangkan lagi migor. Dan menggunakan sistem kartu untuk mendapatkan 5 liter migor murah. (*)

Kosakata :

Gegeran : keributan

Drum: sejenis gentong besar, untuk menaruh benda cair, seperti minyak, menyimpan air.

Nama dan tokoh yang ada di dalam cerita hanya rekaan, dan kebetulan. Bukan nama sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun