Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bertemu Gadis Bermata Sayu

12 Mei 2022   22:57 Diperbarui: 12 Mei 2022   23:04 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana kampung ini sangat dingin bila dimalam hari, sampai rembulan beranjak pergi. Beda dengan kampung tempatku bertugas, udaranya tetap terasa hangat dimalam hari, dinginnya sampai menusuk kedalam tulang. Ini tahun kedua, di bulan Mei 1999 aku menjadi seorang guru di Kabupaten B, dan bertugas di daerah transmigrasi. Di bulan mei ini juga, sekolahku akan mengikuti ujian Nasional bagi siswa kelas 6 disekolah lain yang ditunjuk sebagai penyelanggara ujian nasional oleh Kakandep Cabang Disdikbud Pulau D.

Karena sekolah-sekolah disekitar daerah transmigrasi, siswanya sedikit. Yang duduk dikelas 6, untuk mengikuti Ujian nasional penentuan kelulusan paling hanya 10 orang. Bahkan ada sekolah yg siswa kelas 6 hanya 2-4 orang. Sekolahku sendiri di Kampung UPT.B/2 hanyalah 5 orang yang mengikuti ujian nasional. 

Itu sebabnya semua sekolah terdekat dengan SD induk, digabung jadi satu mengikuti pelaksanaan ujian nasionalnya. Oleh tuan rumah pelaksana ujian, Kami disiapkan rumah untuk menginap guru, dan siswa selama kegiatan ujian. Dengan diterangi lampu petromak, beberapa orang guru asik bermain catur. Ada juga yang asik mengobrol sambil ditemani kopi dan singkong rebus. 

"Ayo, Pak Riduan, kesini gabung, sambil menikmati singkong rebus. Cuman ini adanya," ujar Pak Aldi sambil mengisap rokoknya dalam-dalam. 

"Iya pak, sebentar nanti saya kesana. Nanggung saya nulis sebentar," ucapku sambil menuliskan catatan harian dibuku diary. Aku memang terbiasa menuliskan, hari-hari yang kulalui sejak duduk di bangku perkuliahan PGSD, yaitu Program studi khusus calon Guru SD setingkat Diploma dua di Universitas Mulawarman. 

" Besok pagi, ada monitoring dari kakandep Kecamatan Pulau D beserta rombongannya. Bangun lebih pagi, dan rencana ada rapat sebentar dipimpin oleh beliau sebelum mengawas ujian," Celetuk Pak Jamiat. Beliau adalah Kepala Sekolahku. Orangnya senang humor, dan suka sekali bermain catur. Kumis beliau tebal, layaknya polisi India. 

"Oh ia Pak, berapa orang yang datang?," sahut Pak Mufid bertanya sambil menjalankan kuda hitamnya dipapan catur. Pak mufid dan Kepala sekolah merupakan musuh bebuyutan dipapan catur. 

" Skak, gumam Pak jamiat sambil mengayunkan menterinya, kearah ratu.  rencana 4 orang, Pak Kakandep beserta stapnya, Tata Usaha baru dan 2 orang pejabat dinas Pendidikan dan Kebudayaan propinsi, "  kata Pak jamiat. 

" Stir!, balas pak mufid sambil menghalangi langkah mentri yang mengancam posisi ratu.

Permainan catur terus berlanjut sampai larut malam. Sementara Aku sendiri memilih beristirahat. Dan tidur berbantalkan tas yang dibawa dari rumah. Kami tidur rame-rame diruang tamu, layaknya orang dalam pengungsian. Diantara guru-guru yang mengawas, hanya aku yang masih bujangan. Yang lainnya pada sudah berkeluarga. Itulah susahnya jadi guru, ditengah teman-teman sekantor yang sudah berkeluarga. Jadi bulan-bulanan bullying. 

Pagi ini, diruangan kantor sekolah semua guru sudah berkumpul. Semua guru yang terlibat mengawas, hadir semua. 

"Assalamualaikum," tiba-tiba 3 orang laki-laki, dan 1 orang prempuan berdiri didepan pintu, sambil tersenyum ramah. 

"Walaikum Salam," Sahut semua guru-guru bersamaan. Semua guru berdiri, dan satu persatu bersalaman dengan tamu penting dari dinas kecamatan dan propinsi Kalimantan timur. 

Serasa Surprise, kami guru-guru yang bertugas didaerah transmigrasi dan kampung-kampung terpencil. Mendapat kunjungan khusus dari pejabat propinsi. Terlebih ketika perkenalan, mengetahui ada beberapa guru dari Samarinda, beliau sangat senang sekali mendengarnya. Karena memang jarang sekali pejabat dari ibukota ataupun kabupaten berkunjung. Karena kondisi jalanan yang sulit dilalui ketika hujan. 

Sambil mendengarkan arahan dari pejabat dinas pendidikan dan kebudayaan propinsi, dan dilanjutkan oleh kakandep kecamatan, sedari tadi sepasang mata yang sayu selalu menatap kearahku. Dan bila kulihat wajahnya, dia tersenyum. sepertinya orangnya humble.

"Apakah ini stap tata usaha baru kakandep kecamatan yang dimaksudkan Pak jamiat," tanyaku dalam hati. 

Cantik, kulitnya putih dengan rambut hitam panjang sebahu, sedikit bergelombang. Dengan perawakan yang mungil, dengan menggunakan pakaian hitam putih. Serasa serasi banget dibadannya. "Siapa namanya?," tanyaku lagi didalam hati.

Mataku dan gadis tersebut, serasa bercakap-cakap didalam hati.  Rasa ingin tahu satu sama lain. Seribu kata dan pertanyaan mengganjal dihati. Setelah pengarahan dari pejabat dinas, dan dilanjutkan arahan seputar mengawas ujian oleh Kepala Sekolah induk kami mengawas ujian. Para tim monitorong dari dinas kemudian pergi, termasuk gadis bermata sayu tersebut. Mereka katanya pergi ke sebuah penginapan yang disiapkan buat menginap selama monitoring Ujian nasional, dan besok paginya kembali lagi ke Ibukota kabupaten. 

"Ada yang titip salam pak," sapa pak Jamiat. Aku terkaget, dari lamunan. "Siapa pak, yang titip salam," tanyaku.

"Itu, tadi Ibu monitoring ujian, dia minta tolong disampaikan." 

"Oh ia, terimakasih pak atas penyampaiannya," jawabku. 

Oleh Pak Jamiat, aku dikasih tau namanya, Ibu R. Dia titip salam, nanti kalau ke Ibukota Kabupaten, mampir kekantor Kakandep Kecamatan Pulau D. Aku sungguh tidak menyangka, gadis bermata sayu tersebut, hari-hari berikutnya sangat mengganggu tidurku. Banyak pertanyaan di dalam hatiku yang tidak bisa dijawab. Sampai selesai Ujian Nasional, dan kembali kekampung daerah transmigrasiku mengajar. Pikiranku tetap teringat dengan dirinya. Bullying, dikantorpun menjadi-jadi. 

"Tunggu apa lagi, nanti nyesal kalau tidak cepat ketemu dikakandep Kecamatan Pulau. D, gak usah kembali ke Samarinda liburan," saran pak jamiat.

"Iya Pak, nanti saya mampir kesana, dan ketemu dengan ibu R," jawabku bersemangat.

Antologi cerpen, Samarinda, 12 Mei 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun