Beras yang kita beli sering kali kita pilih yang berwarna putih ? Terlihat sedap dipandang dan visualiasasi butir beras menjadi patokan. Akan tetapi dari penilitian menisyaratkan bahwa sanya kita perlu teliti akanberas dengan warna putih yang berlebih. Dimana pemutih beras mungkin saja dimasukkan kedalam Berasyang kita beli.
Pemutih Beras, siapa yang peduli? Sepertinya statement tersebut tidak sepenuhnya benar. Di jaman yang serba moderen ini, konsumen membutuhkan banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu produsen memikirkan berbagai hal yang bisa memenuhi kebutuhan konsumen secara cepat dan hasil produksinya memiliki daya tarik dan tahan lama. Kejadian-kejadian yang tidak manusiawi pun digunakan produsen untuk mencari jalan yang cepat dan praktis. Disinilah berbagai macam zat kimia banyak digunakan sebagai bahan untuk mempermudah pekerjaan. Namun, penggunaan zat-zat tersebut sangat berlebihan. Dimana zat pengawet yang digunakan secara berlebihan tersebut membuat masyarakat resah. Seperti penggunaan zat formalin, boraks, zat pewarna dan zat – zat berbahaya lainnya yang banyak terdapat pada makanan. Jangan sampai generasi muda kita meneruskan hal-hal yang sangat tidak terpuji ini. Peran pemerintah dalam , misalnya  Oleh karena itu kami membuat artikel ini untuk menelusuri secara rinci zat – zat apa saja yang terkandung didalam makanan dan mencegah meluasnya penggunaan zat kimia pada makanan tersebut.
Dimulai dari makanan pokok kita sehari-hari yaitu beras, daging, susu, sayuran, dan buah-buahan mulai mengandung bahan-bahan pengawet yang terkadang berbahaya bagi tubuh kita. Khususnya di Indonesia makanan pokok masih dalam bentuk beras, bagaimana jika beras tersebut mengandung bahan bahan pengawet seperti pemutih beras yang kurang bermanfaat bagi tubuh dan organ-organ penting didalam tubuh kita.
Beras merupakan makanan pokok setelah diolah akan menjadi nasi, nasi sebagai makanan pokok khas di Negara kita yang biasa digunakan sebagai bahan untuk pengganjal pada saat kita merasa lapar. Namun sekarang banyak beras ditambahkan pemutih beras atau pewarna agar kelihatan putih dan bersih. Fakta di lapangan menunjukkan, konsumen (dalam hal ini ibu rumah tangga) pada umumnya mencari dan membeli beras yang putih dan bersih. Disadari atau tidak, bila dihadapkan pada dua pilihan beras putih dan bersih dengan beras putih kotor kecokelatan, pasti pilihan dijatuhkan pada yang pertama. Padahal pilihan kedua, beras putih kotor kecokelatan, boleh jadi kandungan gizinya lebih lengkap dan higienis.
Di saat proses padi menjadi beras dengan teknik selip saat ini, ketika fraksi atau gesekan mesin dengan kulit gabah akan mengikis sebagian permukaan luar gabah (disebut lapisan aleuron), maka permukaan beras akan tampak bening dan lebih putih, sehingga seyogianya konsumen tidak perlu lagi ‘menuntut’ beras lebih putih lagi.
Pemutih Beras sebagai bahan tambahan makanan
Masalah yang ingin kami kemukakan adalah apa saja bahan tambahan makanan yang sering digunakan, bagaimana pengaruhnya pada tubuh manusia dan mengapa produsen beras banyak menggunakan pemutih beras dalam produksinya. Tujuan dari artikel ini sendiri adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa akhir – akhir ini produsen beras sering menambahkan pemutih beras dalam produksinya, bahan tambahan makanan apa saja yang sering digunakan oleh produsen dan pengaruhnya pada tubuh manusia. Kami akan menjelaskan secara singkat hal tersebut. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menyadarkan masyarakat khususnya para Ibu-Ibu agar bisa memilih mana beras yang mengadung pemutih beras atau yang memang berasal dari alamiah tumbuhan beras tersebut.
Pengawet dan pemutih beras merupakan salah satu penggunaan BTM. Pengawet terdiri atas senyawa organik dan anorganik. Tentu pengawet organik lebih sering digunakan dalam bentuk asam maupun garamnya, seperti yang sering digunakan sebagai pengawet organik adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, dan asam asetat. Sedangkan pengawet anorganik yang masih sering digunakan, sulfit, nitrat, dan nitrin.
Beberapa Pemutih Beras/Makanan
Ada beberapa pemutih pangan yang lazim digunakan yaitu nitrogen dioksida (NO2), nitrosil khlorida (NOCl), khlorin dioksida (ClO2). Masing-masing mempunyai daya pengoksidasi yang tinggi, sehingga tidak bisa digunakan sebagai BTM (Bahan tambahan makanan) mamin (makanan minuman) berlemak, karena akan memicu ketengikan.
Khusus untuk khlorin sebenarnya merupakan salah satu unsur anorganik yang harus ada dalam tubuh sebanyak 0,15 persen dari berat, untuk membentuk jaringan tubuh, organ, dan sistem tubuh. Sementara itu khlorin (yang berfungsi sebagai pemutih) berupa gas, sehingga pada saat tepung diolah menjadi makanan, karena adanya pengaruh panas, maka gas akan hilang. Demikian pula khlorin yang kemungkinan ‘terjebak’ dalam beras adalah khlorin retensi. Artinya, bila beras dicuci, maka khlorin akan ikut dengan air pencuci, sehingga nasi yang dihasilkan, bebas khlorin.
Yang harus mendapat perhatian sebenarnya adalah, bagaimana sintesis khlorinnya, apakah khlorin disentesis dari bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan atau tidak. Bila ditengarai berbahaya, maka tidak boleh digunakan untuk BTM.
Uraian tadi menunjukkan bahwa pengawet mamin tidak perlu diragukan penggunaannya selama ditambahkan sesuai takaran yang diizinkan dan dihitung sesuai kebutuhan sasarannya.
Mengapa produsen makanan dan minuman maupun beras menambahkan pengawet atau pemutih beras, ini semata-mata karena memenuhi tuntutan konsumen. Di pasar, konsumen selalu memilih mamin (makanan minuman) yang awet, tahan lama, tidak mudah jamuran, tidak mudah busuk, dan lainnya. Untuk beras pun memilih yang putih dengan dalih nasinya bisa lebih putih dan pulen. Kosekuensinya, produsen kemudian bisa menambahkan bahan pengawet atau pemutih beras.
Kesimpulannya adalah umumnya BTM sintetik samacam pengawet mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah. Namun demikian kelemahannya sering terjadi ketidaksempurnaan proses sintesisnya, sehingga berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang mengandung zat yang karsinogenik, zat yang bisa memicu terjadinya kanker. Oleh sebab itu pemakaian pengawet dari pemutih beras harus jelas dan transparan. Artinya, harus mencantumkan kadar pengawet pada label kemasan harus jelas.
Tentang pelabelan ini, semua sebenarnya sudah diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988. Sedikitnya ada tiga hal yang perlu ditertibkan lagi oleh pihak berwenang dalam kaitan BTM.
Pertama, berkait dengan kewajiban produsen untuk mencantumkan konsentrasi (ppm) pengawet, bukan jumlahnya.
Kedua, mengumumkan ke masyarakat jenis dan nama serta konsentrasi masing-masing BTM yang diizinkan, sehingga konsumen bisa ikut mengontrol (bukan hanya menuntut) produk yang dikonsumsinya dengan benar.
Ketiga, bisa dipakai sebagai sarana mendidik dan mencerdaskan masyarakat untuk lebih pandai memilih dan mengonsumsi mamin kegemarannya, sehingga suatu saat kalau ada pemberitahuan terkait BTM, sudah tidak cemas lagi, bisa berpikir lebih jernih dalam menerima informasi dan tidak perlu lagi takut dalam mengonsumsinya.
Kami menyarankan Untuk para konsumen khususnya untuk para Ibu rumah tangga agar berhati-hati dalam memilih beras yang akan dibeli dan untuk para produsen agar bisa sadar akan dampak dari penggunaan yang terkandung dalam beras tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H