Yang harus mendapat perhatian sebenarnya adalah, bagaimana sintesis khlorinnya, apakah khlorin disentesis dari bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan atau tidak. Bila ditengarai berbahaya, maka tidak boleh digunakan untuk BTM.
Uraian tadi menunjukkan bahwa pengawet mamin tidak perlu diragukan penggunaannya selama ditambahkan sesuai takaran yang diizinkan dan dihitung sesuai kebutuhan sasarannya.
Mengapa produsen makanan dan minuman maupun beras menambahkan pengawet atau pemutih beras, ini semata-mata karena memenuhi tuntutan konsumen. Di pasar, konsumen selalu memilih mamin (makanan minuman) yang awet, tahan lama, tidak mudah jamuran, tidak mudah busuk, dan lainnya. Untuk beras pun memilih yang putih dengan dalih nasinya bisa lebih putih dan pulen. Kosekuensinya, produsen kemudian bisa menambahkan bahan pengawet atau pemutih beras.
Kesimpulannya adalah umumnya BTM sintetik samacam pengawet mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah. Namun demikian kelemahannya sering terjadi ketidaksempurnaan proses sintesisnya, sehingga berbahaya bagi kesehatan dan kadang-kadang mengandung zat yang karsinogenik, zat yang bisa memicu terjadinya kanker. Oleh sebab itu pemakaian pengawet dari pemutih beras harus jelas dan transparan. Artinya, harus mencantumkan kadar pengawet pada label kemasan harus jelas.
Tentang pelabelan ini, semua sebenarnya sudah diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988. Sedikitnya ada tiga hal yang perlu ditertibkan lagi oleh pihak berwenang dalam kaitan BTM.
Pertama, berkait dengan kewajiban produsen untuk mencantumkan konsentrasi (ppm) pengawet, bukan jumlahnya.
Kedua, mengumumkan ke masyarakat jenis dan nama serta konsentrasi masing-masing BTM yang diizinkan, sehingga konsumen bisa ikut mengontrol (bukan hanya menuntut) produk yang dikonsumsinya dengan benar.
Ketiga, bisa dipakai sebagai sarana mendidik dan mencerdaskan masyarakat untuk lebih pandai memilih dan mengonsumsi mamin kegemarannya, sehingga suatu saat kalau ada pemberitahuan terkait BTM, sudah tidak cemas lagi, bisa berpikir lebih jernih dalam menerima informasi dan tidak perlu lagi takut dalam mengonsumsinya.
Kami menyarankan Untuk para konsumen khususnya untuk para Ibu rumah tangga agar berhati-hati dalam memilih beras yang akan dibeli dan untuk para produsen agar bisa sadar akan dampak dari penggunaan yang terkandung dalam beras tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H