Gerakan pundamental Jokowi - JK setelah dilantik menjadi presiden RI belum secara kongkrit mengimplementasikan konsep revolusi mental. Sebuah konsep yang mungkin saya sukai dan dinanti, seperti apa pengoperasionalannya. Apakah hanya di tataran pendidikan (sekolah) atau di masyarakat dan birokrasi?
Justru yang terjadi sekarang adalah gerakan cepat dalam menganalisa APBN dan program jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, kita melihat perselisihan tajam di parlemen, perpecahan partai politik dan suara-suara sumbang anggota DPR menyanyikan sebuah persoalan sepele.
Kita jadi hilir mudik dengan konsep pelatikan Jokowi dalam pidato perdananya di parlemen yakni kerja kerja dan kerja. Setelah itu penandaan revolusi mental dari birokrasi dengan melakukan pembenahan dan perubahan nomenklatur kementrian.
Mungkin hal itu menjadi penting dalam kebijakan presiden menata pemerintahan yang diembannya. Namun seolah-olah lupa bagaimana mengimplementasikan revolusi mental yang nanti akan merubah seluruh perilaku masyarakat Indonesia. Saya setuju dengan iming-iming konsep revolusi mental dengan segala atribut didalamnya, demi perbaikan Indonesia secara sempurna.
***
Kalau boleh berpendapat dan menyumbangkan saran bagi Jokowi dengan konsep Revolusi Mental adalah membuat undang-udang wajib membaca. (meski tulisan ini tak mungkin dibacanya oleh Jokowi dan mungkin orang-orang dekatnya) Anggap saja usul ini sebuah bentuk “onani saya”.
Konsep undang-undang membaca yang saya tawarkan yakni meliputi siapa, apa, dimana, bagaimana, dan anggaran. Dimaksud siapa adalah objek sasaran, apa mengenai materi, di mana UU itu berlaku, bagaimana tentang sangsi dan kontroling yg dilakukan dan biaya sebagai konsekwensi logis diberlakukannya UU.
UU Wajib Membaca diperuntukan bagi seluruh masyarakat baik usia dini maupun lansia. Bukan ruang lingkupnya seputar anak didik saja. Kurun waktu membaca setelah aktifitas berlangsung, misalnya pelajar dan mahasiswa mulai membaca sejak pukul satu sampai pukul dua puluh dua. Sedangkan bagi usia belum produktif sejak dia bangun sampai kembali tidur untuk bangun esok harinya. Bagi usia kerja setelah pulang kerja sampai pukul nol nol.
Supaya efektif undang-undang ini, maka diperlukan pengawas atau petugas yang melakukan tindakan sangsi kepada masyarakat yang tidak membaca. Petugasnya diserahkan kepada polisi, Pol PP dan TNI dengan sistem shift. Ketika mereka bertugas, tentu seperti pegawai lainnya yang kena sangsi apabila tidak membaca selepas kerja.
Tempat membaca, tidak harus di rumah tapi di seluruh tempat baik di terminal, taman, tempat rekreasi, rumah, kantor, rumah sakit, di jalan atau di mall, super market, kebun, sawah dan tempat lainnya. Masyarakat bebas hendak membaca buku di manapun.
Pemberlakukan wajib membaca sejak hari senin sampai jumat. Sabtu dan minggu dibebaskan tidak membaca. Apabila terjadi pelanggaran dengan tidak membaca maka sangsinya sesuai di tempat. Misalnya di taman maka mereka harus membersihkan taman selama seharian penuh.
Namun begitu petugas pengawas mencatat jati diri si pelanggar dan diterbitkan berupa dokumen cetak (manual) maupun online. Apabila pelanggaran serupa dilakukan kembali selama tiga kali, maka orang tersebut harus disel selama dua hari.
Ketika undang-undang ini diberlakukan, maka Pemerintah harus menghentikan seluruh siaran televisi maupun radio, kecuali untuk urusan pemerintah dan BIN. Namun media cetak seperti surat kabar harus diperbanyak oplahnya supaya masyarakat mendapatkan sumber informasi.
Supaya lebih efektif pemberlakukannya, maka pemerintah harus menyiapkan dana setiap tahun 100 triliun rupiah untuk melakukan pencetakan buku. Buku yang ada dibelahan dunia mana pun di cetak dalam Bahasa Indonesia. Buku itu dibagikan secara gratis kepada rakyat Indonesia.
Jika sudah berjalan, pemerintah harus mengeevaluasi minimal setelah lima tahun berjalan.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI