Dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntun pula, kita harus mampu membimbing coachee untuk menetapkan rencana aksi atau tindakan konkret yang akan dilakukan. Langkah terakhir adalah memancing coachee untuk secara penuh berkomitmen atau mengambil tanggung jawab dalam merealisasikan rencana tindakan yang sudah ditetapkan sendiri olehnya. Proses dari mengidentifikasi Tujuan hingga ke komitmen mengambil Tanggung Jawab tersebut dinamakan alur TIRTA dalam coaching.
Salah satu kelebihan proses pendidikan guru penggerak ini terdapat pada proses atau siklus yang harus kita jalani ketika mempelajari sebuah modul, yaitu MERDEKA. Mulai dari Diri Sendiri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual,  Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antarmateri, dan Aksi Nyata. Selalu ada konsep atau teori dan praktik atau aksi nyatanya. Prosesnya sangat selaras dengan konsep pembelajaran diferensiasi.
Dalam mempelajari coaching ini pun demikian. Selain mempelajari berbagai konsep dan teori tentang coaching, saya juga melakukan praktik atau aksi nyata. Ketika saya mencoba mempraktikkan proses coaching dengan sesama calon guru penggerak dalam satu kelas, meskipun masih dalam proses uji coba, namun saya bisa merasakan kelegaan ketika menjadi coachee dan bisa curhat serta dituntun untuk menemukan solusi.
Namun demikian, ketika saya berubah peran menjadi coach, ternyata tidak mudah mendengarkan secara saksama apa yang diungkapkan oleh coachee dan menangkap kata-kata kunci dari keseluruhan proses pembicaraan. Padahal kemampuan menangkap kata kunci tersebut merupakan landasan untuk membuat pertanyaan berbobot yang bisa menuntun coachee dalam menyelesaikan permasalahannya.
Akan tetapi, kedewasaan dan pengalaman saya belasan bahkan puluhan tahun bergelut dalam dunia pendidikan cukup membantu saya dalam mengenali dan menghubungkan atau mengaitkan permasalahan yang diajukan dengan berbagai hal. Itu pula yang membuat proses pembicaraan coaching meskipun masih dalam taraf uji coba bisa berjalan dengan relatif lancar.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana agar kemampuan dan keterampilan coaching ini bisa dimiliki oleh para guru dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan pendidikan di sekolah kita. Peran sekolah penggerak dan para guru penggerak dalam mendeseminasikan pengetahuan baru ini sangat dibutuhkan.
Yang menjadi tantangannya adalah orang biasanya akan tertarik mempelajari atau memakai sesuatu jika telah melihat bukti. Masalahnya ketika orang lain telah berhasil menunjukkan buktinya, pada saat itu pula kita telah jauh tertinggal. Oleh karena itu, kita harus selalu belajar hal baru tanpa menunggu testimoni atau  bukti dari orang lain. Mari belajar coaching dari sekarang.
Tulisan yang sebenarnya merupakan tugas koneksi antarmateri ini pun saya posting di Kompasiana dalam rangka memantik rasa ingin tahu dari para guru dan praktisi pendidikan yang belum berkesempatan mendapatkan pelatihan atau materi tentang coaching.
Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran BerdiferensiasiÂ
Dalam proses melaksanakan pembelajaran secara umum atau dalam proses coaching, guru berhadapan dengan murid dari berbagai latar belakang. Untuk bisa melakukan proses coaching dengan lebih terarah, guru yang berperan sebagai coachee harus memahami tentang pembelajaran berdiferensiasi.Â
Proses coaching sebenarnya seiring sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi yang berusaha melayani kebutuhan setiap murid yang berbeda-beda. Kebutuhan tersebut terkait dengan kesiapan atau potensi belajar murid, minat murid, dan profil belajarnya.