Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembelajaran Berdiferensiasi, Nyawa Kurikulum Merdeka

15 November 2022   23:17 Diperbarui: 16 November 2022   07:20 2829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam penerapan Kurikulum Merdeka kriteria ketuntasan minimal (KKM) (DOK. TANOTO FOUNDATION via kompas.com)

Sejak tahun 2022 ini, Kurikulum Merdeka menjadi salah satu opsi kurikulum yang disediakan pemerintah dalam rangka pemulihan pembelajaran akibat dampak pandemi Covid-19. 

Tahun sebelumnya, kurikulum ini sebenarnya sudah mulai diimplementasikan, namun terbatas pada sekolah-sekolah penggerak. 

Implementasi kurikulum ini tidak dilaksanakan secara masif dan serentak karena disesuaikan dengan kesiapan sekolah. Mulai dari kesiapan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, keuangan, dan lain-lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus menuntun setiap kodrat yang dimiliki murid yang harus dikembangkan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. 

Selaras dengan pandangan tersebut, Kurikulum Merdeka juga mengarahkan agar pembelajaran  berpihak pada murid. Artinya, guru harus bisa menciptakan lingkungan belajar yang bisa mengakomodasi berbagai kebutuhan murid. 

Bagi para guru yang sudah mengikuti Pendidikan Guru Penggerak, tentu sangat paham dengan hal ini karena sudah dijabarkan secara mendalam di dalam modul tentang paradigma dan visi guru penggerak.

Dalam mengimplementasikan paradigma, pemikiran, atau pendangan tentang pendidikan yang berpihak pada murid tersebut, satu-satunya cara yang bisa ditempuh adalah dengan pembelajaran diferensiasi. 

Dengan pembelajaran berdiferensiasi, guru dituntut untuk selalu memikirkan dan memenuhi kebutuhan setiap murid. 

Di titik ini ada hal yang perlu digarisbawahi, memenuhi kebutuhan murid bukan berarti harus menyediakan segala sesuatu yang berbeda sesuai jumlah murid di kelas. 

Pembelajaran berdiferensiasi bukan pembelajaran yang semrawut, kacau, melainkan pembelajaran yang tetap menggunakan manajemen kelas yang tertata.

Pemenuhan kebutuhan murid tersebut tetap harus mempertimbangakan kemampuan dan kesiapan guru. Seberapa pun tingginya keinginan dan imajinasi guru untuk memberikan layanan yang diferensiatif kepada murid namun apabila sarana dan prasarana, kapasitas, dan kemampuan guru tidak memungkinkan, guru tidak boleh memaksakan.

Implementasi Kurikulum Merdeka, Contoh Nyata Diferensiasi

Berbicara tentang pembelajaran berdiferensiasi, sebenarnya kita sudah mendapatkan contoh konkret pelaksanaannya, meskipun dalam konteks yang berbeda. 

Dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, Kementerian Pendidikan tidak memaksa semua sekolah secara serentak melaksanakan Kurikulum Merdeka. Akan tetapi, sekolah diminta untuk melakukan evaluasi diri terkait kesiapan sekolah dalam menghadapi Kurikulum Merdeka.

Dengan mengisi kuesioner yang ada di laman Kemendikbud, sekolah mendapatkan rekomendasi perihal kurikulum apa yang sebaiknya dilakasanakan di sekolah tersebut. Meskipun sudah mendapatkan rekomendasi dari hasil survei awal tersebut, keputusan terakhir tentang implementasi tetap diserahkan kepada satuan pendidikan. 

Dengan demikian, dalam konteks pelaksanakan Kurikulum Merdeka, pemerintah mempertimbangkan kebutuhan atau kesiapan setiap sekolah yang berbeda-beda. Itulah yang tadi saya kemukakan tentang contoh diferensiasi dalam konteks lain.

Dengan adanya diferensiasi tersebut, akhirnya ada sekolah yang masih tetap melaksanakan Kurikulum 2013, ada yang melaksanakan Kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan ada juga yang mulai mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, baik dengan penunjukan (pada sekolah penggerak) atau secara mandiri. Yang melaksanakan secara mandiri pun masih dibedakan menjadi Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi. 

Itulah contoh konkret bagaimana pemerintah melalui Kementerian Pendidikan mengakomodasi berbagai kebutuhan dan kesiapan sekolah dan melaksanakan diferensiasi dalam implementasi kurikulum.

SMP TNH Kota Mojokerto gelar Drama Peringatan Hari Pahlawan, Diferensiasi Pembelajaran Sejarah (foto koleksi SMP TNH)
SMP TNH Kota Mojokerto gelar Drama Peringatan Hari Pahlawan, Diferensiasi Pembelajaran Sejarah (foto koleksi SMP TNH)

Memahami Aspek Kebutuhan Belajar Murid

Pembelajaran berdiferensiasi di kelas juga mengharuskan guru untuk mengenali berbagai kebutuhan murid. Kebutuhan tersebut paling tidak dilatarbelakangi oleh tiga aspek. Yang pertama kebutuhan yang didasari oleh adanya perbedaan kesiapan belajar. Kedua, kebutuhan belajar yang dilatarbelakangi karena adanya perbedaan minat murid, dan ketiga kebutuhan belajar yang didasari oleh adanya perbedaan profil belajar murid yang beragam.

Faktor kesiapan merupakan aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan murid. Hal ini karena aspek kesiapan ini menyangkut substansi penguasaan pengetahuan dan keterampilan murid dalam rangka menguasai atau mempelajari kompetensi dasar baru yang akan diajarkan oleh guru.

Di antara sekian anak yang ada di kelas, sangat mungkin ada anak sudah mengetahui konsep yang transformatif atau lanjutan, namun sangat mungkin juga masih ada anak yang penguasaan pemahamannya masih dasar atau minus. 

Saya menjadi teringat ada seorang kepala sekolah SMP yang melaporkan bahwa di sekolahnya setiap awal tahun pelajaran selalu menemukan ada beberapa anak yang belum bisa membaca dan menulis. Termasuk juga belum menguasai perkalian dan penjumlahan bilangan di bawah sepuluh. Saya rasa itu contoh pemehaman yang minus.

Tentang kesiapan ini barangkali ada anak yang masih butuh penjelasan konkret, terstruktur, dan lambat, tetapi ada juga murid yang sudah bisa mengikuti atau memahami penjelasan yang sifatnya abstrak, terbuka/open ended, dan cepat. Ada yang masih tergantung pada pemahaman yang sederhana, namun sangat mungkin juga ada anak yang sudah bisa mandiri bahkan memiliki pemahaman yang kompleks.

Menghadapi murid dengan berbagai tipe kesiapan belajar tersebut, guru harus menyiapkan materi pelajaran yang bisa mengakomodasi segala kebutuhan tersebut. Yang perlu dicatat bahwa kesiapan belajar siiswa bukanlah tentang tingkat intelegensi (IQ). 

Masalah ini lebih terkait dengan informasi apakah pengetahuan atau keterampilan yang dikuasai siswa saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan atau belum. Tujuan melakukan identifikasi kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajarnya adalah untuk menyesuaikan tingkat kesulitan materi pelajaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan murid terkait kesiapannya.

Faktor minat juga mempengaruhi kebutuhan belajar murid. Minat adalah ketertarikan seseorang pada objek atau kondisi tertentu yang membuat seseorang merasa bersemangat melakukan sesuatu. Minat ini digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu minat situasional atau kondisional dan minat individu yang lebih bersifat jangka panjang karena ada unsur potensi bawaan.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menarik minat murid dalam belajar. Misalnya, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mengaitkan konteks pembelajaran dengan minat murid, mengungkapkan manfaat sebuah materi pelajaran dalam kehidupan nyata, dan menggunakan materi ajar sebagai solusi atas masalah yang dihadapi murid.

Hal lain yang juga tak kalah penting adalah kenyataan bahwa sebenarnya minat murid itu bisa dipupuk dan dikembangkan. Dengan selalu memelihara dan mengembangkan minat murid dan menyelaraskannya dengan pembelajaran, sebenarnya kita telah mencapai setengah keberhasilan proses pembelajaran.

Profil belajar adalah cara paling alami dan ideal bagi setiap individu dalam menguasai sebuah kompetensi. Secara tidak sadar sebagai pendidik saya kurang memperhatikan gaya belajar murid ini. 

Ada beberapa kecenderungan yang bisa mempengaruhi profil belajar ini. Misalnya, ada murid yang senang belajar dalam suasana hening, namun ada juga yang senang belajar sammbil mendengarkan musik. Ada juga kecenderungan yang dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan keseharian.

Selain itu, profil belajar ini juga dipengaruhi oleh gaya belajar murid yang biasa kita kenal dengan istilah gaya visual, auditori, dan kinestetik. Kecenderungan lain profil belajar ini dipengaruhi oleh kecerdasan majemuk yang dominan pada diri anak. 

Howard Gardner membedakan kecerdasan majemuk ini menjadi delapan golongan, yaitu kecerdasan verbal-lingustik, visual-spasial, logis matematis, kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis.

Bagaimana Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar Murid?

Untuk bisa mengidentifikasi kebutuhan belajar murid, pendidik bisa melakukan hal-hal berikut ini:

(1) Melakukan penilaian formatif awal atau melaksanakan tes diagnostik untuk memetakan kesiapan belajar (2) Mengamati perilaku murid. Kalau saat pembelajaran di kelas murid tidak terlihat antusias, mengantuk, atau perilaku lain yang menyimpang, ini merupakan gejala bahwa pembelajaran tidak sesuai dengan minat atau kebutuhannya. (3) Meminta murid melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dialami. (4) Berbicara dengan orang tua, guru lain, wali kelas atau pihak lain yang bisa memberikan informasi tentang kondisi murid. (5) Menganalisis rapor atau capaian hasil belajar murid.

Apa Saja yang Bisa Dideferensiasi?

Setelah kita mengenali berbagai kebutuhan murid, langkah selanjutnya adalah menentukan strategi deferensiasi yang akan kita pakai dalam pembelajaran. 

Dalam rangkaian kegiatan pembelajaran ada tiga hal yang bisa dideferensiasi, yaitu konten atau materi pelajaran, proses pembelajaran, dan produk atau hasil akhir pembelajaran. 

Dengan memvariasi konten, proses, dan produk tersebut harapannya berbagai kebutuhan murid akan sedikit banyak terpenuhi. Yang perlu dicatat adalah meskipun tiga strategi tersebut melingkupi tiga hal yang berbeda, kita masih bisa memilih diferensiasi apa yang akan kita laksanakan. 

Pertimbangannya lagi-lagi adalah kemampuan pendidik dan kesiapan sarana dan prasarana. Yang jelas tujuan pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan murid menjadi acuan dalam pemilihan strategi diferensiasi tersebut.

Pentingnya Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi

Kita sudah familiar dengan tiga perspektif penilaian, yaitu assesment for learning, assesment as learning, dan assesment of learning. 

Assessment for learning adalah penilaian yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. 

Penilaian ini berfungsi sebagai penilaian formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment). 

Assessment as learning adalah penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan murid-murid secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. 

Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif. Sementara itu, assessment of learning adalah penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.

Dalam pembelajaran berdiferensiasi, pelaksanaan penilaian formatif sangat penting karena melalui penilaian formatif tersebut guru mendapatkan update informasi tentang kesiapan, minat, dan profil belajar murid. 

Bila dikaitkan dengan visi yang ingin dicapai sekolah, pembelajaran diferensiasi itu harus selalu tetap menuju pada cita-cita atau visi yang sudah ditetapkan ingin dicapai oleh sekolah.

Selain tentu saja harus selalu mengedepankan keberpihakan kepada murid, menuntun setiap kodrat yang dimiliki murid untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya seperti digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun