Mohon tunggu...
Blasius P. Purwa Atmaja
Blasius P. Purwa Atmaja Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Staf Pengajar di Yayasan TNH Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMP Taruna Nusa Harapan Kota Mojokerto. Kontributor Penulis Buku: Belajar Tanpa Jeda. Sedang membentuk Ritual Menulis. Email: blasius.tnh@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menciptakan Budaya Positif di Sekolah (2)

27 Oktober 2022   19:32 Diperbarui: 27 Oktober 2022   19:44 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi. Bazar makanan tradisional dalam acara Proyek P5 (Kearifan Lokal) di SMP TNH Kota Mojokerto

Tantangan besar lain yang harus dihadapi adalah untuk menerapkan praktik segitiga restitusi atau budaya positif ini butuh sosok guru yang disegani, yang berwibawa. Jika sosok guru yang akan melaksanakan praktik segitiga restitusi ini kurang berwibawa atau bahkan menjadi sasaran bullying murid (seperti kasus guru yang dibully oleh siswa SMK beberapa tahun lalu), strategi atau metode sebaik apa pun tidak akan pernah berhasil. Solusinya adalah proses rekruitmen tenaga pendidik harus benar-benar selektif. Bukan hanya sekadar menampung guru dengan kapabilitas yang dipertanyakan.

Budaya Positif, Pemikiran Ki Hajar Dewantara, dan Visi Guru Penggerak

Untuk melakukan transformasi pendidikan secara total, kita perlu memberikan dasar filosofis yang kuat yang menjadi alasan pentingnya perubahan itu. Dasar filosofis tentang pendidikan tersebut kita dapatkan dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara, seorang pendidik harus menuntun murid sesuai kodratnya. Berarti anak harus dituntun sesuai dengan kebutuhannya yang bersifat personal.

Dalam melakukan perubahan tersebut kita harus berpegang pada nilai-nilai yang kita yakini, yaitu reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif, dan semuanya harus berpihak pada murid. Semua nilai itu harus diimplementasikan melalui peran-peran yang dimainkan oleh para guru penggerak. Peran sebagai guru pernggerak tersebut meliputi peran sebagai pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, pendorong kolaborasi, pewujud kepemimpinan murid, dan penggerak komunitas praktisi.

Untuk melakukan perubahan atau transformasi pendidikan dibutuhkan pula gambaran akhir atau cita-cita yang jelas. Gambaran akhir atau cita-cita perubahan itu harus dirumuskan dalam kalimat visi yang bisa menggerakkan dan menggetarkan hati banyak orang untuk mencapainya

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut dibutuhkan budaya positif yang harus menjiwai seluruh pemangku kepentingan di sekolah. Mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, hingga seluruh siswanya. Demikian tulisan ini, komentar yang membangun sangat saya harapkan. Guru bergerak, Indonesia maju. Untuk membaca tulisan pertama dari dua seri tulisan ini silakan klik di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun