Salah seorang Pengurus Pusat MUI, Ust. Bachtiar Nasir bahkan mendirikan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) dan menjadi salah satu pimpinan demo 4 November 2016.
Begitu juga Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain yang dibeberapa media terlihat dalam kata-katanya menganggap bahwa Pendapat dan Sikap tersebut adalah Fatwa MUI.
Rois Syuriah PBNU, KH. Ahmad Ishomuddin melalui tulisan di laman Facebook-nya, mengklarifikasi sikap keagamaan MUI dari Ketua Umum MUI, KH. Ma'ruf Amin yang juga Rais Aam PBNU. Ishomuddin mengungkapkan, pada Rabu, (26/10/2016) siang, ia bersama jajaran Syuriah PBNU mengikuti rapat Syuriah PBNU di Lantai IV Gedung PBNU di Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat.
Rapat tersebut langsung dipimpin oleh RaisAam, KH.Ma'ruf Amin yang juga Ketua Umum MUI Pusat. "Dalam pengantar rapat tersebut beliau lebih dahulu mengklarifikasi tentang pernyataan sikap keagamaan MUI yang di dunia maya banyak disalah pahami sebagai fatwa MUI," ujarnya. Link
Jika kita lihat pada surat yang diterbitkan oleh MUI tersebut, pernyataan yang benar adalah yang berasal dari Ketua Umum MUI Pusat yaitu KH. Ma’ruf Amin. Itu adalah Pendapat dan Sikap Keagamaan dan bukanlah Fatwa. Entah apa maksud dari sebagian pengurus MUI mengatakan bahwa surat tersebut adalah Fatwa.
Menetapkan fatwa harus memenuhi metode (manhaj) dalam berfatwa.
KH. Ma'ruf Amin dalam konferensi internasional tentang fatwa di Jakarta tahun 2012, pernah mengatakan bahwa salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi  metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh agama.
"Sebuah fatwa yang ditetapkan tanpa mempergunakan metodologi, keputusan hukum yang dihasilkannya kurang mempunyai argumentasi yang kokoh. Oleh karena itu, implementasi metode (manhaj) dalam setiap proses penetapan fatwa merupakan suatu keniscayaan," Kata KH. Ma’ruf Amin.
Ada pun metode yang dipergunakan oleh MUI dalam proses penetapan fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Nash Qath'i, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji.
Pendekatan Nash Qoth'i dilakukan dengan berpegang kepada nash Al-Qur'an atau Hadis untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat dalam nash Al-Qur'an ataupun Hadis secara jelas. Sedangkan apabila tidak terdapat dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis maka penjawaban dilakukan dengan pendekatan Qauli dan Manhaji. Link
Jika kita lihat,  Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI tidak ada penjelasan mengenai pendekatan yang dipakai untuk alasan dari keputusan tersebut. Anda bisa membandingkan dengan fatwa lainnya yang telah dikeluarkan MUI. Misalnya Fatwa MUI tentang penolakan Pilkada langsung dan saran agar Gubernur, Bupati, Walikota dipilih oleh DPRD. Disana MUI menjelaskan berbagai hal yang mendasari  keputusan Fatwa. Link