Mohon tunggu...
Biyan Mbois
Biyan Mbois Mohon Tunggu... Bankir - Ngestoaken dhawuh ROMO, anut ROSO

Penjelalah ke dalam diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sobek Amplop Sobek Pula Jantungku

26 Desember 2019   13:11 Diperbarui: 26 Desember 2019   13:27 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kocriiit, ayo Kocriiit," teriak salah seorang suporter meneriaki Kocrit, Lovebird pasblue gacoannya, sambil tepuk tangan tak henti.

Sekilas kulirik wajahnya menegang, menghitam, keringat bercucuran dan butiran-butiran ludahnya muncrat dari mulutnya. Kuedarkan pandangan ke sekeliling area gantangan. Para suporter makin menggila. Ada yang mengangkat-angkat topinya ke arah jagoannya, bahkan ada yang buka baju segala. Sementara di atas, para gacoan juga tak mau kalah. Mereka beraksi mengelurkan ngekek terhebatnya.

Selang beberapa waktu para juri sudah mulai menjatuhkan bendera poin di bawah kandang gacoan.
Ada Kuning, Hijau, Biru dan Merah yang masing-masing jadi simbol besaran poin atau nilai. Hijau 5, Kuning 10, Biru 50 dan Merah 100.

Tiga puluh detik berlalu, satu persatu gacoan tumbang. Ada yang cuma ngriwik, koek-koek bahkan ada yang diam sama sekali. Sementara Sunis masih bertahan di antara sepuluh gacoan yang masih berlaga. Di detik ke tiga puluh lima, lima gacoan keok. Masuk ke detik ke lima puluh tinggal empat gacoan yang masih perkasa. Sunis, Kocrit dan dua gacoan yang ngga tahu namanya.

Hingga akhirnya waktu mendekati satu menit. Cuma Sunis yang masih ngekek dengan kuat dan stabil. Juri memutuskan untuk mengakhiri lomba. Aku sudah ngga sempat lagi melihat tumpukan bendera Merah di bawah sangkar Sunis. Dengan situasi kayak gitu jelas Sunislah BINTANGnya. Dengan bangga, senang dan terharu Sunis kuambil dari cantolan gantangan. Hati ini meledak rasanya saat Sunis dapat tepuk tangan dan sorak sorai penonton.

" Sunis, Sunis,Sunis!", begitulah nama Sunis menggema di udara Cilacap siang ini. Aku bangga bisa dapat piala, piagam dan tentu saja amplop yang berisi lima lembar uang Soekarno-Hatta.

Ingin rasanya aku mentraktir Sunis makanan apapun yang dia mau. Namun karena dia sukanya jagung ya akhirnya kukasih jagung sebagai ef (extra fooding)-nya. Untuk mengembalikan stamina, Sunis kutetesin KAINOS. Selesai merawat Sunis pasca bertempur, kutaruh dia di buritan PERAHU salah seorang nelayan. Kemudian aku bergegas ke warung sebelah untuk sekedar ngopi dan merokok melepas ketegangan. Di warung aku banyak mendapat ucapan selamat dan pujian. Sebagai rasa syukur kopi mereka aku yang bayar.

Saat sedang asik-asiknya ngopi, tiba-tiba seorang anak kecil di depan warung teriak keras sekali :"Kaaang, Kaaang! Kae manuke sapa sing nang nduwur prau dibrakot Cimot! (Maas, Maas! Itu burung siapa di atas perahu yang sedang dimakan Cimot!)".

Aku yang belum menyadari sebenarnya apa yang terjadi, dengan santai bertanya kepada pemilik warung : "Yu, Cimot sapa jane ( Mba, Cimot itu siapa sih) ?". "Kuwe Mas, kucing brengkolan kn ( Itu Mas, kucing liar sini )."
Mak jenggirat demi mendengar penjelasan pemilik warung, seketika lari keluar warung. Mendoan yang baru kugigit kulemparkan ke piring. Tanpa pakai sandal aku lari sekencangnya ke arah perahu dimana aku menaruh Sunis.

Begitu mendekati dua meter, kulihat dengan jelas Cimot sedang mencabik-cabik Sunis. Bulu-bulu Sunis yang cantik dan halus terburai oleh cakar Cimot. Tubuh Sunis kejang-kejang menahan gigitan Cimot di lehernya. Saat sedang membantai Sunis, Cimot sempat memalingkan wajahnya ke arahku. Dia meringis sadis. Mirip sekali dengan wajah ALIEN yang pernah kulihat di film yang dibintangi Sigourney Weaver. Dingin, kejam dan menjijikkan.

Amarahku meluap, darahku mendidih dan hatiku murka penuh kesumat. Dengan masih berlari aku ambil batu sekepalan tangan yang ada di dekatku. "Bajingan asu kowe Cimot! Tak pateni ngeneh ( Bajingan anjing kamu, Cimot! Tak matiin kamu sekarang!)," teriakku sambil melempar batu ke arah Cimot sekencangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun