Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC ] Laras Hati

18 Agustus 2016   07:28 Diperbarui: 18 Agustus 2016   09:44 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Clipboard

Bau pembersih lantai menyeruak dalam lubang hidung yang sudah kembang kempis karena usia, di ruangan Amarilis no 38. Kipas angin putar yang terpasang di dinding bergoyang ke kanan ke kiri, seakan mengiringi lenggok pinggul suster yang berjaga, menggerakkan tangkai gagang pembersih lantai elektrik , sebelum air conditioner di on kan. Kini lantai tampak mengkilap, bersih dan wangi.

"Selamat pagi, Nona nona cantiik..!"

"Apa kabar, kalian hari ini?"

"Bagaimana, tidur kalian semalam?"

" Sebelum kita memulai aktifitas pagi ini, mari kita berdoa bersama, mengucap syukur segala karunia Tuhan yang selalu berlimpah atas kita semua!" seru salah satu dari tiga wanita muda, berpakaian seragam warna hijau telur bebek, tersenyum sumringah.

Suster, mereka para orang lanjut usia Itu memanggilnya suster. Dan untuk menyenangkan hati, para suster itu memanggil wanita lanjut usia itu dengan sebutan nona cantik selingan dalam memanggil nenek atau Oma. 

Wanita wanita yang bertugas menjaga, mengurus para lansia yang di gaji dengan sangat cukup oleh pemerintah ini, bekerja dengan sepenuh hati, ramah dan cekatan. Mereka memperlakukan para orangtua yang sering disebut "tak berguna" ini dengan semestinya, penuh kasih sayang. Bahkan layaknya orangtua mereka sendiri.

Ke tiga suster ini akan mengajak mereka berolahraga sejenak sebelum jam sarapan tiba. Dan tiga suster lainya segera membereskan tempat tidur mereka, para lansia. Tampak pula petugas dari bagian konsumsi memindahkan makanan dari kereta dorong ke tempat meja makan yang sudah tersedia. Tangan tangan terampil yang cekatan dalam bekerja, tak banyak cakap.

Bersebelahan dengan ruang Amarilis yang dihuni oleh 20 lansia wanita, berjejer ruang ruang lain yang serupa. Nama nama bunga menjadi nama khusus bagi ruang lansia wanita. Ada ruang Dahlia, Mawar, Melati, Teratai juga Anggrek dan seterusnya. Gedung berlantai Lima itu memang panti jompo khusus untuk wanita. Sedang di seberang nya ,di blok lain terdapat gedung dan deret ruang serupa dengan nama buah buahan, khusus untuk lansia pria, ada ruang Duku, Anggur, Apel, Strawberry, Jeruk, Kiwi dan seterusnya.

Dalam ruangan, sebagian disekat dengan papan tebal setinggi pundak orang dewasa sebagai kamar kamar mereka. Sehingga walau tersekat, mata leluasa memandang seluruh ruangan. Menjadikan para lansia mempunyai ruang privacy, namun juga memudahkan para suster untuk memantau nya.  Ada kamar mandi basah , sekat sekat toilet, dilengkapi wastafel yang bersih dengan segala perlengkapannya.

Di bagian lain, masih di satu ruang, ada area terbuka tanpa sekat yang digunakan sebagai ruang makan sekaligus ruang tv. Tempat berolahraga para lansia di pagi hari.

Seluruh ruangan ber fasilitas seragam, beserta enam suster yang menjaga, mengurus segala keperluan para lansia, dalam setiap shift kerja. Ruang dapur terpisah, dengan pekerja yang beda pula.

Depan ruang sepanjang lorong yang lega dipenuhi tanaman bunga, atau hiasan bunga bahan plastik, menambah sedap pemandangan. Akses dari satu gedung ke gedung lain dipenuhi fasilitas untuk memudahkan mereka yang masih bisa jalan, memakai kursi roda, atau kursi roda elektrik untuk berkeliling area dengan nyaman. Dilengkapi pula dengan sarana olahraga yang aman bagi lansia. Serta dilengkapi pengawasan keamanan yang sistematis, canggih.

Yah..rumah panti jompo ini didirikan , dikelola oleh pemerintah , sebagai tempat tinggal bagi para lansia, yang mungkin keluarga mereka sibuk, tidak ada waktu untuk merawat. Terlebih tempat ini di sediakan khusus bagi lansia dari keluarga yang kurang mampu, bahkan setiap lansia atau orang cacat, akan mendapatkan dana tunjangan dari pemerintah, tak terkecuali.

LARAS HATI nama panti jompo ini, dan LARAS HATI tersebar hampir di setiap kota kabupaten. Termasuk Mimika, sebuah kabupaten di Papua, provinsi paling timur Indonesia. Menampung lansia tanpa memilah suku dan agama. Para pekerja dan penghuni bercampur dari berbagai suku, walau didominasi oleh warga setempat. Serta LARAS HATI lain yang khusus Menampung orang cacat. Mereka semua dididik, dikelola dan dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah benar benar menjamin hak hidup para lansia, juga orang orang yang tak mampu menghidupi diri sendiri.

***

Hari itu seluruh ruangan sangat ramai, tampak puluhan muda mudi hadir di LARAS HATI, mereka para tenaga dari dinas sosial itu, menyambangi para penghuni yang sudah di kumpulkan dalam satu ruang aula. Mereka memang rutin datang setiap dua bulan sekali. Selain itu ada pula kelompok peduli sesama dari komunitas lainya untuk sekedar menengok, menghibur, dan berbagi.

Kali ini mereka mengajak para lansia untuk memasang bendera kecil pada seutas tali panjang. Merias area panti jompo dengan nuansa merah putih. Tampak antusias sekali mereka melakukan itu. Ingatan merekapun masih sangat tajam, besok lusa,tiga hari lagi..ya tiga hari lagi adalah tanggal 17 Agustus, hari yang sakral dimana ibu pertiwi merayakan hari jadinya, adalah Seabad usia negeri ini.

 

**

Pagi itu Kakek Isayas Ibo tampak berbincang dengan suster Olivia, kepala suster di ruang Apel. Dengan menggunakan kursi roda elektrik, Kakek Isayas mohon ijin untuk berjalan keluar area gedung LARAS HATI, untuk melihat acara perayaan Agustusan di perkampungan sebelah. Melihat kondisi dan niat yang meyakinkan, suster Olivia pun mengijinkan dengan pesan, berhati hati dan jangan lupa menekan alarm yang ada di kursi roda elektrik ,jika ada apa apa atau butuh bantuan. Tak ada kekhawatiran yang tampak dari raut wajah suster Olivia.

Jalanan tampak mulus, tak ada kendala sama sekali bagi Kakek Isayas Ibo yang berusia sekitar tujuh puluh lima tahun itu, kakinya yang cacat karena terserang struck , mengharuskan ia menggunakan kursi roda elektrik ,fasilitas di LARAS HATI ,  untuk menikmati dunia lain di luar gedung nyaman milik pemerintah itu.

Keamanan yang sangat terjamin, tak ada gelandangan, pengamen atau orang tidak taat hukum berkeliaran. Tak ada pedagang kaki lima yang berjualan sembarang tempat, kecuali di area yang sudah ditentukan. Warga yang tertib aturan. Pejalan kaki, pengguna jalan raya yang tertib lalu lintas. Namun tak mengurangi sikap ramah khas Indonesia. Lingkungan yang asri, bersih dengan fasilitas umum yang mudah ditemui. Nyaman sekali negeriku.

Sepanjang jalan yang dilewati Kakek Isayas,  Bendera merah putih yang berkibar gagah ada dimana mana. Melambai tertiup angin Kemerdekaan. Merdeka dari mental pemalas, merdeka dari mental peminta minta, merdeka dari mental pencemo'oh, merdeka dari sifat mengadu domba, merdeka dari kemiskinan, merdeka dari koruptor.

Para pejabat yang sangat memikirkan warganya. Polisi yang melindungi rakyatnya. Penegak hukum yang bekerja dengan menutup mata, Menegakkan keadilan tanpa memandang siapa yang di bela, semua sama. Hukum jadi panglima.

Di Seabad usia negeri yang kaya ini, di bawah kibaran sang saka merah putih, seluruh anak negeri bersatu padu, bahwa NKRI harga mati. Hasil pajak, Kekayaan yang terkandung di bumi pertiwi , semua semata mata untuk kemakmuran rakyat, anak negeri. Dari Sabang sampai Merauke, begitu adanya.

Sesampai di lapangan yang dituju, Kakek Isayas menghentikan laju kursi rodanya dengan menekan tombol rem di jempol tangan kirinya.

Sudah banyak warga berkerumun, menyaksikan perlombaan antar warga,khas tujuh belasan. Ada balap karung, makan kerupuk, memecah balon dengan mata tertutup, lomba bakyak, tarik tambang dan masih banyak lagi, tak ketinggalan beberapa tiang yang sudah di lumuri oli pun berdiri tegak dengan hadiah yang menggiurkan tergantung di ujung atas sana, panjat pinang.

Kakek Isayas , menonton dengan seksama, ada rasa haru ketika menatap wajah wajah riang ,tertawa lepas tanpa beban. Seluruh warga yang hadir, Orang tua, muda mudi, anak anak begitu menikmati acara yang mencerminkan kerukunan, dari berbagai warna kulit, ada yang berkulit coklat, sedikit putih, dan sedikit hitam berbaur dengan raut wajah berbinar, tanpa terkecuali.

Ada rasa sesak ketika menengok keatas, ujung  tiang panjat pinang, di atas hadiah yang bergantungan, sang saka merah putih berkibar, dengan iringan lagu Tujuh Belas Agustus dari speaker di meja panitia lomba.

Terlebih melihat begitu semangatnya peserta lomba panjat pinang. Saling bahu membahu, walau begitu sulit, untuk mencapai ke ujung tiang. Mengingatkan hakikat perjuangan itu diraih dengan pengorbanan,  saling membantu, menguatkan , mendorong untuk mencapai Kemerdekaan .

Rasa haru bercampur bahagia yang begitu membuncah, memaksa bulir bening membasahi kulit wajah yang sudah mulai keriput, terkenang masa lalu, nyesek.  Semakin sesak rasa yang mendera Kakek Isayas, tangan kanan memegang dada sebelah kiri, tangan kiri meraih tombol alarm.

Lima menit kemudian terdengar raungan ambulan menuju lapangan, dan membawa Kakek Isayas yang wajahnya terhias senyum yang tersungging disudut bibirnya. Menuju Rumah Sakit.

RIP Isayas Igo 23/02/1970 - 17/08/2045 Mimika. Labadios

[caption caption="Milik RTC"]

[/caption]

#Karya ini diikut sertakan dalam rangka mengikuti event Bulan Kemerdekaan RTC.

 

Biken 18/08/16 SW- HK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun